Beban Ekonomi Berlapis Generasi ”Sandwich”
Beban generasi sandwich kian berat akibat penyusutan ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Upaya mempertahankan optimisme mereka menjadi modal penting perbaikan ekonomi.
Pandemi Covid-19 memunculkan impitan ekonomi di kalangan milenial yang pada akhirnya menanggung beban ekonomi sebagaimana generasi sandwich.
Konsep mengenai generasi sandwich pertama kali muncul pada 1980-an. Salah satu hipotesis mengenai generasi ini ditemui dalam artikel jurnal yang ditulis Elaine Brody dan Dorothy Miller pada 1981.
Generasi sandwich dicirikan sebagai kelompok generasi berusia produktif, tetapi berada dalam impitan dua tugas utama. Di satu sisi, generasi ini mempunyai tugas membesarkan anak. Di sisi lain, generasi ini juga dituntut untuk merawat orangtua atau bahkan keluarga besar.
Sebagian dari kelompok usia produktif yang menjalankan dua tugas utama itu berada di kelompok usia milenial. Generasi milenial (generasi Y) dalam konteks ini meliputi juga generasi Z, yaitu mereka yang kini berusia 17-43 tahun. Adapun mereka yang berusia di atas 43 tahun berada pada kelompok X, baby boomers, dan kategori silent yang termasuk non-milenial.
Dalam kaitan dengan konsep generasi sandwich, tidak tertutup kemungkinan sebagian generasi milenial Indonesia tengah mengalami situasi yang sama. Tugas ganda yang harus dijalankan generasi sandwich berpeluang besar dialami sebagian warga milenial jika merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS). Data ini berbicara mengenai rasio ketergantungan penduduk (dependency ratio).
Rasio ketergantungan penduduk adalah perbandingan antara penduduk di kelompok usia produktif dan kelompok usia tidak produktif dalam satuan persen. Semakin tinggi rasio ketergantungan, semakin berat beban yang harus ditanggung oleh penduduk usia produktif untuk menanggung biaya hidup penduduk usia tidak produktif.
Tahun lalu, merujuk pada publikasi BPS, rasio ketergantungan (dependency ratio) penduduk Indonesia tercatat 45,56 persen. Angka tersebut bermakna, setiap 100 penduduk berusia produktif, menanggung beban hidup sekitar 46 penduduk yang tidak produktif (usia 0-14 tahun ditambah usia 65 tahun ke atas).
Potret kekhawatiran
Beban generasi sandwich kian berat akibat penyusutan ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Dampak dari hal tersebut, generasi milenial cenderung menunjukkan pola sikap yang sama khawatirnya dengan generasi non-milenial saat melihat kondisi ekonomi di masa pandemi. Kesimpulan demikian sedikit banyak terekam dalam hasil jajak pendapat Kompas pada awal Agustus.
Secara umum, kegamangan melihat situasi ekonomi ke depan juga dirasakan kelompok milenial. Generasi melek internet ini melihat persoalan menurunnya pendapatan dan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam proporsi yang lebih kurang sama dengan non-milenial.
Baca juga : Bencana di Puncak Bonus Demografi
Ada 46,3 persen responden dari kelompok milenial dan 47,7 persen responden generasi non-milenial yang melihat menurunnya penghasilan sebagai faktor utama yang memengaruhi penurunan ekonomi sekarang. Tak bisa dimungkiri, penurunan konsumsi masyarakat berdampak signifikan terhadap kontraksi ekonomi karena sekitar 58 persen perekonomian Indonesia ditopang oleh sektor ini.
Faktor utama lain penyebab menurunnya perekonomian, yakni banyaknya PHK, juga diungkapkan dua kelompok generasi tersebut dalam proporsi mirip. Ada 33,2 persen responden dari kelompok generasi internet dan 32,9 dari non-milenial yang berpendapat demikian.
Publikasi Kementerian Ketenagakerjaan per 30 Juli 2020 menunjukkan meluasnya PHK di kalangan pekerja. Paling tidak, ada 2,15 juta pekerja di seluruh Indonesia yang terdata telah di-PHK atau dirumahkan sementara lantaran terganggunya siklus operasional perusahaan akibat pandemi.
Selain itu, masih ada lagi 1,4 juta pekerja yang terdampak dan dalam proses pendataan. Lebih dari 34.500 pekerja migran juga kehilangan mata pencarian karena gagal berangkat ke negara tujuan atau dipulangkan ke Tanah Air.
Maka, tak mengherankan, dua kelompok generasi itu memiliki pandangan senada mengenai peluang bekerja di tengah situasi ekonomi seperti sekarang. Sebanyak 83 persen responden dari generasi sandwich dan 76 persen responden generasi di atasnya merasakan peluang untuk mendapatkan pekerjaan sekarang lebih sulit ketimbang sebelum pandemi.
Langkah penghematan
Seperti generasi di atasnya, kalangan milenial cenderung mengambil langkah penghematan sebagai strategi bertahan dalam ketidakpastian ekonomi. Mereka yang notabene generasi sandwich ini menimbang lebih serius untuk mengurangi pengeluaran.
Pertimbangan mereka menunjukkan pola serupa dengan pertimbangan dari kalangan non-milenial. Sebagian besar responden, baik dari kelompok generasi sandwich maupun kelompok di atasnya, mengaku mulai memikirkan dan bahkan sudah mengurangi konsumsi mereka.
Kendati lebih berhemat dan cermat melihat risiko keuangan, generasi sandwich menunjukkan optimisme lebih besar ketimbang generasi di atasnya. Hal ini tergambarkan dari proporsi antara responden milenial yang sudah mempertimbangkan untuk berhemat dan yang belum memikirkannya.
Melihat proporsinya, 77 persen responden milenial mempertimbangkan penghematan dan sudah melakukannya, sedangkan 21,7 persen responden lainnya belum memikirkan hal tersebut. Pada kelompok generasi non-milenial, ada 86,4 persen responden yang memikirkan dan melakukan penghematan, sementara 13,5 persen responden yang lain belum mempertimbangkannya.
Kecenderungan berhemat dalam nuansa yang lebih optimistis juga muncul di kalangan milenial dalam hal mengakses pinjaman ke perbankan. Seperti halnya generasi yang lebih tua, sebagian besar dari generasi sandwich tetap cenderung menghindari kemungkinan munculnya risiko dari meminjam uang di bank.
Perbedaannya, mereka lebih menimbang untuk tidak meminjam uang di bank karena belum ada kebutuhan yang harus segera dipenuhi. Ada 46,9 persen responden milenial yang memilih tidak meminjam uang ke bank karena ketiadaan kebutuhan pribadi atau keluarga mereka yang bersifat mendesak.
Adapun generasi non-milenial lebih melihat keputusan tidak meminjam uang di bank sebagai bagian dari risiko beban keuangan. Sebanyak 32,9 persen responden di kelompok generasi ini mengungkapkan, alasan tidak meminjam uang ke bank ialah enggan menambah risiko mencicil pinjaman.
Hasil jajak pendapat itu paling tidak menyiratkan dua hal yang dihadapi generasi muda di tengah penyusutan perekonomian. Pertama, kalangan milenial yang notabene adalah generasi sandwich dan harus menanggung beban ekonomi ganda juga berhitung dengan kondisi ekonomi mereka. Kedua, sedikit ataupun banyak, mereka lebih optimistis ketimbang generasi non-milenial dalam melihat situasi perekonomian ke depan.
Mempertahankan optimisme generasi muda menjadi salah satu modal penting dalam perbaikan pertumbuhan ekonomi. Semangat generasi produktif akan membalikkan kontraksi pertumbuhan jika mendapatkan titik temu dengan kebijakan pemerintah yang tepat dan realisasi akurat.
(LITBANG KOMPAS)