Perlindungan Sosial, Solusi Hadapi Ancaman Resesi
Jaring pengaman sosial menjadi titik berat dari kebijakan ekonomi negara-negara yang tengah menghadapi tekanan pandemi Covid-19.
Pandemi Covid-19 mengguncang situasi ekonomi tiap negara. Merespons hal itu, negara tetangga ternyata telah mengeluarkan kebijakan perekonomian semenjak triwulan I dan II silam. Sedari awal, jaring pengaman sosial menjadi titik berat dari kebijakan ekonomi negara itu dalam menghadapi tekanan pandemi.
Salah satu negara tetangga yang bergerak cepat dalam mengantisipasi tekanan ekonomi akibat pandemi ialah Malaysia. Di Malaysia, jaminan sosial menjadi salah satu kunci dalam kebijakan mereka mengatasi tekanan ekonomi akibat pandemi.
Mereka yang masuk ke dalam kategori pendapatan rendah dan menengah ke bawah mendapatkan bantuan bulanan. Bantuan yang berbentuk tunai ini dibayarkan ke masyarakat Malaysia selama bulan April hingga Juni.
Besaran dari bantuan ini beragam. Ragam besaran bantuan langsung tunai itu didasarkan pada jumlah pendapatan bulanan dan jumlah anggota rumah tangga. Bantuan paling besar diberikan kepada keluarga dengan pendapatan di bawah 4.000 ringgit, setara dengan Rp 14 juta. Keluarga yang termasuk ke dalam golongan tersebut berhak mendapatkan bantuan 1.600 ringgit, setara dengan Rp 5,6 juta.
Keluarga dengan pendapatan bulanan di atas 4.000 ringgit hingga 8.000 ringgit, setara dengan Rp 14 juta-Rp 28 juta, juga berhak untuk mendapat bantuan bulanan. Besaran bantuan yang diberikan kepada keluarga yang termasuk ke dalam kategori ini sebesar 1.000 ringgit atau setara dengan Rp 3,5 juta.
Warga Malaysia yang masih belum berkeluarga pun mendapatkan jatah bantuan bulanan. Serupa dengan bantuan untuk rumah tangga, besaran BLT bagi individu ini juga disesuaikan dengan banyaknya pendapatan bulanan.
Masyarakat yang memiliki pendapatan di bawah 2.000 ringgit, setara dengan Rp 7 juta, berhak untuk mendapat BLT sebesar 800 ringgit, setara dengan Rp 2,8 juta. Sementara mereka yang memiliki pendapatan antara 2.000 ringgit dan 4.000 ringgit, setara dengan Rp 7 juta-Rp 14 juta, berhak mendapat bantuan senilai 500 ringgit, atau setara dengan Rp 1,7 juta.
BLT ini masih diluar bantuan tunai lain yang diberikan kepada masyarakat tertentu. Warga Malaysia yang merupakan pekerja medis serta pegawai negeri yang harus bekerja setiap hari (polisi, tentara, pemadam kebakaran, dan lain-lain).
Pekerja medis mendapat tambahan insentif 400-600 ringgit, atau setara dengan Rp 1,4 juta-Rp 2,1 juta, setiap bulannya. Sementara beberapa jenis pegawai negeri mendapat insentif tambahan sebesar 200 ringgit atau setara dengan Rp 700.000 tiap bulannya.
Selain BLT, Pemerintah Malaysia juga mengeluarkan beberapa kebijakan fiskal untuk meredam efek pandemi. Beberapa kebijakan tersebut meliputi pinjaman kepada UMKM hingga sebesar 300.000 ringgit (Rp 1,05 miliar), pembangunan infrastruktur, dan menyuntikkan dana sebesar 1 miliar ringgit (Rp 3,5 triliun) ke sektor agrikultur, perikanan, dan peternakan. Tidak hanya itu, UMKM hingga perusahaan besar pun diberikan paket keringanan pajak pendapatan.
Jaminan sosial Singapura
Serupa dengan Malaysia, Singapura juga menjadikan jaminan sosial menjadi salah satu bagian penting kebijakan ekonomi mereka di kala pandemi. Bahkan, sepertiga dari total anggaran Pemerintah Singapura untuk stimulus ekonomi (48 miliar dollar Singapura atau setara dengan Rp 514 triliun) digelontorkan sebagai jaring pengaman sosial.
Setidaknya, 15,1 miliar dollar Singapura (setara dengan Rp 161 triliun) diberikan kepada pekerja dengan pendapatan yang termasuk ke dalam golongan menengah ke bawah. Pekerja dan buruh yang memiliki penghasilan di bawah 4.600 dollar Singapura (setara dengan Rp 49 juta) berhak mendapatkan tambahan penghasilan sebesar 3.000 dollar Singapura (setara dengan Rp 32 juta) sebanyak satu kali.
Skema bantuan kepada para pekerja informal dibuat berbeda di Singapura. Bagi pekerja informal dan freelance, Pemerintah Singapura akan memberikan bantuan 1.000 dollar Singapura (setara dengan Rp 10 juta) setiap bulannya. Bantuan ini akan terus diberikan kepada mereka selama sembilan bulan semenjak April silam.
Serupa dengan Malaysia, Singapura juga melakukan berbagai kebijakan fiskal di luar kebijakan jaminan sosial. Beberapa di antaranya insentif dan keringanan pajak bagi perusahaan dan UMKM serta fasilitas pinjaman untuk UMKM. Utamanya, stimulus ini diberikan di beberapa sektor yang paling terdampak, seperti industri penerbangan, pariwisata, dan restoran (F&B).
Dari kedua negara tersebut, dapat dilihat bahwa kesejahteraan sosial menjadi titik berat dari upaya pemerintah dalam menyelamatkan ekonomi. Pemerintah Malaysia dan Singapura sadar betul akan pentingnya membentengi masyarakat dari kerasnya hantaman ekonomi akibat pandemi Covid-19. Dengan jaring sosial yang semakin besar dan luas, pemerintah kedua negara tersebut dapat menjamin bahwa rakyatnya tetap bisa bertahan hidup di tengah guncangan ekonomi.
Selain itu, kebijakan jaring pengaman sosial ini juga menjadi bagian yang penting dalam upaya pemerintah dalam menangani peningkatan kasus Covid-19. Meski memiliki kebijakan yang berbeda, Pemerintah Malaysia dan Singapura sama-sama sepakat dalam hal pentingnya pembatasan sosial yang ketat. Ketatnya pembatasan sosial tersebut sudah barang tentu akan membuat tekanan ekonomi baik dari sisi perusahaan (produksi) ataupun dari sisi masyarakat (permintaan).
Di satu sisi, dengan kebijakan keringanan pajak dan insentif, perusahaan di kedua negara tersebut terbantu sehingga tidak perlu sampai memecat karyawan mereka. Apalagi, ketika kegiatan ekonomi terpaksa dihentikan akibat kebijakan intervensi sosial yang ketat oleh pemerintah. Di sisi lain, masyarakat yang penghasilannya terpengaruh mendapatkan suntikan pendapatan yang membuat mereka bisa bertahan hidup sembari menjaga turunnya jumlah permintaan dalam negeri.
Upaya Pemerintah Indonesia
Pemerintah Indonesia sebetulnya juga telah mengeluarkan kebijakan ekonomi untuk merespons tekanan akibat pandemi. Semenjak Maret lalu, Presiden Joko Widodo mengeluarkan sembilan kebijakan ekonomi. Kesembilan kebijakan tersebut menyasar beberapa hal, seperti insentif usaha, UMKM, perlindungan sosial, dan pembiayaan korporasi.
Dalam pembagiannya, insentif usaha, UMKM, dan perlindungan sosial menjadi beberapa hal yang menjadi prioritas. Perlindungan sosial mendapat jatah anggaran yang paling banyak dengan total anggaran sebesar Rp 203,9 triliun. Sementara UMKM dan insentif usaha dijatah sebesar Rp 123,4 triliun dan Rp 120,6 triliun.
Namun, jika dibandingkan, upaya Pemerintah Indonesia kalah sigap dibandingkan dengan negara tetangga. Hal ini terlihat dari eksekusi anggaran yang baik. Dari total Rp 695 triliun anggaran penanganan Covid-19, baru 20 persen yang terealisasi hingga Juli.
Tidak hanya itu, beberapa program jaring pengaman sosial yang sebetulnya cukup mendesak, seperti BLT bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, juga direncanakan baru terlaksana pada September mendatang.
Sialnya, lambatnya implementasi kebijakan pemerintah ini juga dibarengi oleh keputusan yang kurang tepat sasaran. Selain tidak tepat sasaran, program pemerintah bahkan ditengarai sarat akan kepentingan. Salah satu kebijakan pemerintah yang dikritik habis-habisan ialah penyaluran bantuan tunjangan tunai melalui Kartu Prakerja.
Alih-alih dapat meningkatkan kompetensi para penganggur seraya memberikan bantuan tunai bagi pengusaha UMKM dan pekerja yang terkena PHK, program kartu Prakerja justru terendus bermasalah oleh KPK. Pada akhir Juni lalu, KPK menemukan ada potensi konflik kepentingan dan kerugian negara dalam program ini yang melibatkan platform digital mitra Kartu Prakerja dan penyedia pelatihan. (LITBANG KOMPAS)