”Good Economics for Hard Times” dan Upaya Ekonom Menjawab Masalah
Menghadapi situasi yang berat, seperti krisis ekonomi, dibutuhkan pemikiran ekonomi yang jernih. Kuncinya, menurut Banerjee dan Duflo, ketelitian menggunakan pemikiraan ekonomi disertai dengan kehati-hatian empiris.
Ketelitian pemikiran ekonomi disertai dengan kehati-hatian empiris dapat memberikan perspektif mendalam tentang bagaimana mengatasi masalah besar yang dialami masyarakat dunia. Peraih Nobel Ekonomi 2019, Abhijit V Banerjee dan Esther Duflo, mempersembahkan wawasannya untuk mewujudkan dunia yang lebih humanis.
Munculnya masalah-masalah yang berkaitan dengan perekonomian global membuat masyarakat bersandar pada pemikiran dan kajian para ekonom. Ancaman resesi ekonomi dunia akibat pandemi seperti saat ini sudah pasti membutuhkan pandangan dari ahli ekonomi dunia.
Namun, kepercayaan publik tersebut dalam beberapa dekade terakhir mengalami perubahan. Masyarakat global mulai kehilangan kepercayaan terhadap ekonom.
Berdasarkan jajak pendapat YouGov pada 2017, ekonom adalah salah satu bidang keahlian yang paling tidak dipercaya di Inggris. Persentase kepercayaan terhadap ekonomi hanya sedikit di atas politisi.
Begitu pula hasil jajak pendapat di Amerika Serikat pada musim gugur 2018. Dari sekitar 10.000 warga AS, hanya 25 persen yang percaya kepada ekonom. Defisit kepercayaan ini digambarkan oleh fakta bahwa pandangan ekonom sering kali berbeda dengan masyarakat.
Jurang perbedaan ini dicontohkan tampak pada fenomena penurunan kinerja pertumbuhan ekonomi global. Prediksi para ekonom terhadap kinerja ekonomi sering kali kurang sesuai.
Majalah The Economist pernah menghitung seberapa jauh perkiraan tingkat pertumbuhan ekonomi dunia oleh Dana Moneter Internasional (IMF). Selama dua tahun sejak prediksi 2012 hingga 2014, rata-rata perkiraan kesalahan prediksi mencapai 2,8 poin persentase.
Faktor lainnya penyebab menurunnya kepercayaan kepada ekonom adalah para ahli ekonomi tersebut hampir tidak pernah memberikan ruang untuk menjelaskan alasan rumit di balik hasil kajian atau kesimpulannya. Hal semacam inilah yang berkontribusi pada minimnya pandangan masyarakat terhadap kajian yang dilakukan para ekonom.
Munculnya fenomena itu membuat dua ekonom dari Massachusetts Institute of Technology, AS, Abhijit V Banerjee dan Esther Duflo, mencermati defisit kepercayaan tersebut. Keduanya mencari jurang perbedaan pandangan antara para ekonom dan masyarakat. Bagi mereka, ada titik pembeda yang membuat pemikiran ekonom dapat berbeda.
Banerjee dan Duflo melihat dunia merupakan tempat yang rumit dan tidak pasti. Karena itu, hal yang dibagikan ekonom bukanlah kesimpulan, melainkan hanya menafsirkan data, sisanya merupakan bagian dari ketidakpastian atau dinamika yang terjadi.
Perbaikan kondisi
Buku Good Economics for Hard Times karya Banerjee dan Dulfo menjadi gambaran upaya para ekonom untuk mempertahankan profesinya. Karena itu, buku ini diterbitkan untuk membagikan keahlian-keahlian ekonom seraya membuka kembali dialog tentang topik kajian yang banyak disorot publik saat ini.
Secara umum, Banerjee dan Duflo berbicara tentang kecepatan penyesuaian dalam konteks politik dan sosial, institusi, individu, kepercayaan, serta manfaat dan biaya ekonomi. Kritiknya terhadap keadaan dunia saat ini dilakukan agar dapat memperbaiki kondisi manusia ke depan. Penggunaan data dapat membuka pandangan yang lebih luas tentang dinamika manusia.
Melalui buku ini, penulis berharap dapat membantu mengurangi polarisasi masyarakat dan membangun desain kebijakan berdasarkan bukti yang kuat dan analisis yang cermat. Ketika ekonomi sedang tidak berjalan dengan baik, masyarakat menjadi semakin terpolarisasi dalam hal kepercayaan tentang politik dan kebijakan publik. Pendapat tentang masalah tertentu sulit diubah dengan analisis logis ketika seseorang sudah memegang suatu kepercayaan atau paradigma tertentu.
Ada banyak polarisasi yang beredar di masyarakat, sebagian di antaranya dimunculkan oleh kebohongan dan layak untuk digugat. Banerjee dan Duflo mengumpulkan dan menjelaskan fakta di balik isu-isu kontroversial. Masalah bersakala besar yang berimplikasi ekonomi yang diangkat dalam buku ini seperti imigrasi, globalisasi, ketimpangan, pertumbuhan ekonomi yang melambat, perubahan iklim yang semakin cepat.
Metode acak terkendali (randomized control trials) dalam ekonomi pembangunan yang digunakan dalam buku ini menjadi instrumen yang dapat menjelaskan banyak pemikiraan yang menjadi kontroversi di masyarakat. Dalam pandangan Banerjee dan Duflo, kekhawatiran publik terhadap ekonom yang terjadi selama ini salah tempat.
Kedua penulis memeriksa dan meneliti berdasarkan bukti dan statistik yang tersedia dengan menggabungkan studi teoritis dan empiris. Dicermati, fenomena seperti apa yang benar dan apa yang gagal diprediksi para ekonom. Selanjutnya, penulis membandingkan hasil penelitian dengan solusi buku teks yang diajarkan di perguruan tinggi.
Gugatan pengetahuan
Melalui bukti-bukti faktual yang dikumpulkan, dipadukan dengan pengetahuan puluhan tahun yang terdapat dalam buku teks pelajaran, Banerjee dan Duflo coba menguraikan pandangan para ekonom. Salah satunya adalah pengetahuan tentang migrasi penduduk dunia.
Migrasi selama ini dipandang selalu merugikan penduduk lokal, membuat upah menjadi lebih rendah, dan menyebabkan banyak pekerjaan menjadi hilang. Namun, pandangan tersebut tidak didasarkan pada fakta-fakta ekonomi, tetapi berdasarkan keyakinan yang salah.
Banerjee dan Duflo membuktikan bahwa pasar tenaga kerja tidak terdegradasi sesuai dengan asumsi yang beredar di masyarakat. Berdasarkan temuan keduanya, tidak didapati bukti bahwa arus besar dari migran yang berketerampilan rendah menyingkirkan eksistensi penduduk lokal.
Rujukan teori yang ditelusuri dari buku ajar membenarkan jika upah menurun karena pasokan tenaga kerja meningkat. Namun, di sisi lain, perekonomian akan mengalami penyesuaian. Ketika penyesuaian terjadi, beberapa parameter ikut berubah.
Salah satunya adalah adanya upah yang lebih rendah dan keuntungan yang lebih tinggi akan menghasilkan investasi baru yang diiringi oleh peningkatan permintaan tenaga kerja. Alasan lainnya adalah masuknya pekerja baru berupah rendah yang handal dapat membuat perusahaan tidak tertarik dalam mengadopsi teknologi automatisasi.
Selain itu, para pendatang baru ini bukan hanya pekerja, melainkan juga konsumen. Mereka berbelanja konsumsi makanan dan keperluan lainnya. Hal tersebut menciptakan pekerjaan dan sebagian besar pekerjaan diperuntukkan bagi orang berketerampilan rendah. Reaksi baru pada pasar tenaga kerja ini akan meniadakan penurunan upah, bahkan menyediakan lapangan pekerjaan.
Demikian juga yang terjadi dengan fenomena perdagangan bebas. Menurut teori, perdagangan bebas akan menguntungkan semua negara yang terlibat dalam perdagangan atau biasa disebut dengan The Gains from Trade.
Bahasan The Pains from Trade yang diulas dalam bab ketiga buku ini mengingatkan bahwa ada dampak negatif dari perdagangan bebas dunia. Bukan hanya keuntungan seperti yang cenderung dipikirkan oleh banyak ekonom.
Perdagangan bebas telah menciptakan dunia yang tidak stabil. Meskipun perdagangan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menghilangkan pekerjaan yang terkonsentrasi. Modal dan tenaga kerja tidak dapat dialokasikan kembali dengan mudah seperti yang diasumsikan.
Bagi masyarakat yang berada di tempat dan waktu yang tepat akan tumbuh menjadi kaya. Selebihnya, pekerjaan dapat tiba-tiba menghilang ke tempat yang baru. Bahkan, perdagangan dapat menimbulkan kerusakan di negara miskin. Karena itu, Banerjee dan Duflo tegas menyebutkan bahwa manfaat perdagangan bebas relatif kecil.
Hal lain yang disorot publik selain migrasi dan perdagangan bebas adalah prediksi pertumbuhan ekonomi. Menurut Banerjee dan Duflo, hampir tidak mungkin membuat prediksi spesifik di bidang ini. Hal itu karena ekonom tidak memiliki data yang jelas terkait apa yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Tidak heran jika, prediksi pertumbuhan ekonomi disebut menjadi bidang yang sangat menyedihkan bagi ekonom.
Banerjee dan Duflo juga menggugat pemikiran beberapa ekonom yang mengatakan, pemotongan pajak merupakan satu cara yang pasti untuk meningkatkan ekonomi. Hasil kajian keduanya tidak menemukan ada bukti bahwa reformasi pajak besar-besaran yang dilakukan di bawah kepemimpinan Presiden AS Ronald Reagen atau pemotongan pajak di era Presiden Bush dapat meningkatkan pertumbuhan dalam jangka panjang.
Humanis
Buku ini merupakan karya pemenang Nobel Ekonomi 2019. Publikasi ini melengkapi buku yang diterbitkan sebelumnya. Buku sebelumnya, Poor Economics: A Radical Rethinking of The Way to Fight Global Poverty, yang terbit pada 2011, berfokus pada negara-negara miskin. Sementara, Good Economics for Hard Times berfokus pada kebijakan di negara-negara maju dan berkembang.
Buku yang berisi sembilan bab tematik tersebut terbit sebulan setelah pasangan suami istri tersebut memenangkan hadiah Nobel di bidang ekonomi pada Oktober 2019. Bersama Michael Kremer, profesor dari Harvard University, ketiganya meraih Nobel Ekonomi 2019.
Melalui buku terbarunya, Banerjee dan Duflo mempersembahkan wawasannya untuk mewujudkan dunia yang lebih humanis. Menurut dia, jika kajian ekonomi dilakukan dengan benar, maka masalah besar yang paling sulit saat ini dapat terpecahkan.
Ulasan kedua penulis menjadi refleksi dan ajakan bagi seluruh ekonom untuk melakukan kajian ekonomi tanpa pamrih dan berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan agar dapat menghindarkan dunia dari polarisasi. Keterbelahan ini terbukti membuat sekat-sekat pemikiran yang malah menghambat penyelesaian masalah-masalah besar ekonomi, terlebih di saat krisis melanda.
Ketelitian pemikiran ekonomi disertai dengan kehati-hatian empiris dapat memberikan perspektif mendalam tentang bagaimana mengatasi masalah besar terkait perekonomian dunia yang sedang terjadi.
Baca juga: Nobel tentang Kaum Papa
Hari-hari ini negara-negara dunia sedang menghadapi perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Sebagian negara, seperti Singapura dan Korea Selatan, bahkan harus berjuang keras keluar dari resesi ekonomi. Pemikiran dan kajian ekonom dunia tentu sangat dibutuhkan untuk membantu dunia meningkatkan kembali kinerja ekonomi global.
Menyamakan persepsi antara ekonom, masyarakat, dan pelaku bisnis dibutuhkan sebagai kolaborasi pemulihan perekonomian dunia. Kuncinya adalah teliti menggunakan data dan pemikiran ekonomi. Ketelitian tersebut harus disertai dengan kehati-hatian empiris agar perspektif yang dihasilkan para ekonom dapat terus digunakan untuk menjawab persoalan besar yang sedang dihadapi masyarakat dunia. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: ”Bank 4.0” dan Peta Baru Industri Perbankan