Bisnis Bus Wisata Menolak Mati
Pandemi turut mengubah lanskap bisnis bus pariwisata dengan cara kreatif, lincah berinovasi memanfaatkan perubahan pola aktivitas manusia.
Di tengah menurunnya minat orang melancong akibat pandemi, pengusaha bus pariwisata tetap enggan berdiam diri. Pada era adaptasi kebiasaan baru, berbagai promosi dan inovasi paket wisata dibuat agar bisnis ini terus berjalan.
”Coffee on The Bus”
”Ngopi Sultan”
”Matas Bus”
Tiga rangkaian kata di atas merupakan paket wisata baru yang ditawarkan sejumlah perusahaan otobus (PO) belum lama ini. Slogan pertama milik PO Rejeki Transport yang beroperasi di Yogyakarta sejak 27 Juni 2020. Sementara ”Ngopi Sultan” milik PO Juragan 99 ada di Malang dan ”Matas Bus” singkatan dari ”makan di atas bus” milik Rumah Makan (RM) Niki Eco ada di Purwokerto.
Meski berbeda istilah, ketiganya mengusung konsep yang sama. PO sengaja memodifikasi kabin bus pariwisatanya hingga menjadi seperti kafe atau rumah makan. Di dalam bus terdapat 24 hingga 30 bangku berhadap-hadapan lengkap dengan mejanya. Dengan konfigurasi bangku seperti itu, penumpang dapat menikmati hidangan yang disajikan PO sembari wisata keliling kota.
Selama perjalanan, seorang pemandu wisata akan menceritakan sejarah dan informasi penting setiap ikon kota yang dilewati bus. Bahkan, di salah satu obyek wisata, bus sengaja berhenti cukup lama agar penumpang dapat berfoto ria. Contohnya pemberhentian sejenak di Yogyakarta International Airport (YIA) dalam paket wisata PO Sumber Alam dari Purworejo.
Harga paket wisata yang ditawarkan relatif terjangkau, yaitu antara Rp 35.000 dan Rp 75.000 per orang setiap kali perjalanan. Tinggi rendahnya harga itu tergantung hari perjalanan dan rute yang ditempuh. Contohnya ”Maer Bus Cafe” yang diusung PO Duane Putra di Wonosobo yang mematok harga Rp 40.000 pada hari kerja dan Rp 50.000 ketika akhir pekan.
Harga itu sudah termasuk menu makan dan minum unik serta bervariasi yang ditawarkan. Selain kopi dan makanan kecil, ada juga PO yang menyediakan jamu beras kencur dan jajanan pasar. Sajian unik ini dapat ditemukan di ”Waroeng on The Bus” miliki PO Putra Jaya di Semarang. Jamu untuk memperkuat imun tubuh menjadi sajian yang menarik selama masa pandemi ini.
Paket wisata semacam ini kini sedang menjadi tren dan sudah bermunculan di banyak kota. Selain Yogyakarta, Malang, Purwokerto, Purworejo, Wonosobo, dan Semarang, hingga akhir Juli 2020, inovasi ini juga ditemukan di Solo, Wonogiri, Pekalongan, Pati, Lamongan, Gresik, dan Batu. Semua ini berkat inisiasi PO itu sendiri ataupun kerja sama antara PO dan pihak ketiga.
Misalnya ”Dream BUZ Cafe” yang diusung PO Dreamliner bekerja sama dengan agen perjalanan wisata Noura Tours di Pati, Jawa Tengah. Sama halnya dengan pasokan beragam kopi di ”Coffee on The Bus” PO Rejeki Transport oleh merek Kopiku. Kerja sama seperti ini ibarat simbiosis mutualisme yang akan dapat saling membangkitkan di antara keduanya.
Baca juga: Bus Pariwisata, Teman Setia Berwisata
Inovasi cerdas
Selain kafe di dalam bus, ada juga inovasi paket wisata lain yang juga terbilang cerdas. Salah satunya adalah ”Gowes Explore Kota Jogja” yang diusung PO Efisiensi yang berkantor pusat di Kebumen, Jawa Tengah. Di tengah hobi bersepeda yang sedang meledak, PO ini membuka layanan dengan memanfaatkan bus besar berbagasi tinggi untuk mengangkut hingga 20 sepeda.
Melalui paket wisata ini, pesepeda dapat lebih nyaman menyalurkan hobi mereka. Sebab, sebelumnya, untuk menuju titik awal bergowes, pesepeda beserta sepedanya diangkut menggunakan truk. Menggunakan bus besar berpendingin udara, layanan ini diberangkatkan setiap hari Minggu dari tiga lokasi, yaitu Purwokerto, Kebumen, dan Cilacap, menuju Yogyakarta.
Selain paket wisata baru nan unik, promosi juga berulang kali dilakukan PO wisata dari berbagai lokasi. Contohnya ”Ngetrip Selooo” yang dilakukan PO Sistrans Jogja dan PO Haryo Trans Kudus pada Minggu, 19 Juli 2020. Mengajak komunitas pencinta bus dan kereta, dua unit bus dari dua PO itu melakukan simulasi wisata di masa adaptasi kebiasaan baru.
Di sepanjang acara, protokol kesehatan tetap diberlakukan. Mulai dari cek suhu tubuh sebelum masuk armada bus, penumpang menggunakan masker, dan membatasi penumpang separuh dari kapasitas bangku. Perjalanan satu hari itupun dimulai dari Yogyakarta, Magelang, Ambarawa, Bawen, Salatiga, Kertasura, mampir di obyek wisata Tebing Breksi, dan kembali ke Yogyakarta.
Sebelumnya, hal serupa juga dilakukan oleh Ikatan Pengusaha Bus Otobus Bandung (IPOBA) pada Selasa, 7 Juli 2020. Diramaikan hingga 50 bus pariwisata, konvoi dimulai dari Bandung, melewati Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, dan tujuan akhir di Pangandaran. Acara ini dilaksanakan untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat kepada otobus wisata dan pengelola wisata.
Dua hari sebelumnya konvoi bus juga diselenggarakan berbagai PO wisata di wilayah pantura Jawa Tengah. Konvoi 60 bus itu diawali dari SPBU Cangkring di Demak, melewati Banyumanik, Ambarawa, menuju Taman Kyai Langgeng dan Candi Borobudur di Magelang. Bus-bus itu hanya membawa sedikit penumpang, seperti tour leader, awak bus, biro perjalanan, dan pelaku wisata lainnya.
Di sejumlah lokasi pemberhentian, audiensi dilakukan panitia sebagai bentuk ngudarasa para pegiat wisata yang terpukul selama masa pandemi. Contohnya audiensi di Taman Kyai Langgeng yang turut dihadiri pengelola obyek wisata dan Wakil Wali Kota Magelang Windarti Agustina. Melalui acara itu diharapkan mereka dapat kembali melakukan kegiatan wisata di era normal baru.
Baca juga: Dunia Usaha Lakukan Inovasi
Pukulan berat
Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi pergeseran proposi armada antara bus antarkota antarprovinsi (AKAP) dan bus pariwisata. Jumlahnya PO bus semakin banyak.
Kementerian Perhubungan mencatat, data tahun 2014 jumlahnya mencapai 1.422 PO dengan total 19.834 unit bus. Angka ini terus meningkat hingga tahun 2018 menjadi 1.666 PO dengan 24.679 bus.
Kondisi ini justru berbeda dengan tren PO AKAP. Dari tahun ke tahun, tidak sedikit PO AKAP yang justru menutup bisnisnya. Terlihat dari tahun 2014 masih ada 925 PO AKAP dengan 22.544 bus.
Di tahun itu, total jumlah armada bus AKAP masih lebih banyak dari PO wisata. Namun, jumlahnya terus menyusut hingga tahun 2018 menjadi 612 PO AKAP dengan 16.353 bus.
Tidak sedikit PO yang telah lama berkecimpung di divisi AKAP juga membuka layanan bus pariwisata. Contohnya PO Nusantara asal Kudus yang memiliki bus pariwisata bernama Symphonie. Selain itu, ada juga PO Ramayana di Muntilan, PO Safari Dharma Raya di Temanggung, PO Budiman di Tasikmalaya, dan PO Sinar Jaya di Bekasi dengan Bus Star Busnya.
Baca juga: Laju Panjang Bisnis Bus AKAP
Maraknya PO wisata ini tidak lepas dari fokus Pemerintah Indonesia terhadap pariwisata sebagai satu satu prioritas pembangunannya. Salah satunya penetapan 10 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) sebagai destinasi ”Bali Baru” sejak tahun 2016. Maka, tidak salah jika arahan kebijakan ini menjadi potensi bisnis yang menarik bagi pegiat industri wisata.
Di lapangan, geliat pariwisata juga terlihat di berbagai lokasi di Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2013, usaha obyek daya tarik wisata (DTW) komersial di Indonesia masih sebanyak 1.759. Kemudian, tahun 2018, jumlahnya meroket menjadi 2.896 usaha. Jenis wisata yang paling banyak menjamur adalah wisata tirta, DTW buatan, dan DTW alam.
Namun, ketika industri wisata sedang ramai-ramainya, pandemi Covid-19 datang dan menghamtam banyak pelaku usaha di dalamnya. Diketahui, sejak 11 Maret 2020, WHO menaikkan status Covid-19 menjadi pandemi. Setelah itu, disusul sejumlah kebijakan Pemerintah Indonesia yang membatasi mobilitas warga dan juga penutupan obyek-obyek wisata.
Ribuan PO wisata terpukul. Sejak saat itu, banyak penyewa bus membatalkan pemesanannya dan puluhan ribu bus pariwisata berhenti beroperasi. Roda bisnis terhenti dan tidak sedikit awak bus dirumahkan. Menurut catatan pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, hingga akhir April 2020, sudah ada 2.428 pengemudi dan asisten pengemudi bus pariwisata yang terkena pemutusan hubungan kerja.
Namun, di balik kondisi yang memilukan itu, optimisme kebangkitan pariwisata Nusatara masih ada. Terlebih ketika pemerintah akan membuka kembali kawasan pariwisata alam secara bertahap mulai 22 Juni 2020. Meski pengelola obyek wisata harus memenuhi sejumlah persyaratan, seperti harus berada di zona hijau atau kuning dan kapasitas tampung hanya 50 persen dari kondisi normal.
Optimisme itu juga ditunjang minat masyarakat Indonesia yang sangat gemar piknik. Hasrat untuk kembali berwisata pasti sangat besar. Walau demikian, perlu diingat bahwa potensi penyebaran Covid-19 masih belum usai. Maka dari itu, sangat penting adanya kesadaran setiap individu akan adaptasi kebiasaan baru, adaptasi terhadap protokol kesehatan sebagai proteksi diri.
Menengok besarnya minat warga dan banyaknya DTW yang dimiliki Indonesia, tidak salah jika PO wisata menolak mati. Inovasi paket wisata dan promosi yang telah dibuat di berbagai kota sudah selayaknya diapresiasi dan terus didukung. Sebab, kehadiran PO wisata menjadi salah satu sendi vital bergeraknya industri pariwisata Nusantara. (LITBANG KOMPAS)