“The Psychology of Pandemics” dan Upaya Menjaga Nalar Tetap Sehat Saat Pandemi
Selain penanganan medis, manajemen psikologis individu ternyata menjadi poin penting keberhasilan melewati pandemi. Analisis psikologis dalam situasi krisis akibat pandemi menjadi topik utama dalam buku ini.
Puluhan wabah telah terjadi permukaan Bumi sejak beberapa abad yang lalu. Bahkan, hingga beberapa dekade mendatang, pandemi masih dianggap sebagai ancaman besar kesehatan masyarakat. Selain penanganan medis, manajemen psikologis individu ternyata menjadi poin penting keberhasilan melewati pandemi.
Kerusakan sosial dan ekonomi akibat pandemi mengancam semua pihak di seluruh dunia. Pengobatan yang efektif tidak selalu tersedia, termasuk vaksin yang belum banyak ditemukan. Padahal, penanganan dari sisi kesehatan tersebut penting dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas.
Selain penanganan medis berupa vaksin dan obat, keberhasilan menuntaskan pandemi juga tidak lepas dari faktor-faktor psikologis. Aspek psikologis manusia menentukan pilihan tindakan rasional yang diambilnya di situasi pandemi.
Keselarasan penanganan medis dengan stabilitas emosi seseorang menjadi titik simpul yang sangat berarti saat situasi krisis. Analisis psikologis dalam situasi krisis akibat pandemi menjadi topik utama dalam buku The Psychology of Pandemics: Preparing for the Next Global Outbreak of Infectious Disease karya ahli psikologi klinis, Steven Taylor.
Buku ini dibuat dengan tujuan untuk mengisi celah penting dalam literatur tentang pandemi. Setidaknya ada empat tujuan utama yang diuraikan dari aspek psikologi pandemi, yaitu menggambarkan reaksi psikologis, faktor kerentanan psikologis, metode penyelesaian masalah psikologis, dan uraian implikasi kebijakan kesehatan masyarakat, termasuk komunikasi risiko.
Ragam tujuan tersebut dikerjakan melalui banyak sumber dari berbagai disiplin ilmu, seperti virologi, epidemiologi, kesehatan masyarakat, sosiologi, sejarah kedokteran, dan psikologi. Semetara subkajian psikologi yang digunakan meliputi psikologi kinis, kesehatan, dan sosial.
Reaksi psikologis
Aspek pertama adalah reaksi psikologis. Reaksi psikologis seseorang di tengah situasi krisis tidak mudah ditebak. Kekeliruan dalam penyampaian sebuah kabar bisa langsung membuat seseorang kehilangan semangat, marah, atau sedih berkelanjutan.
Metode kontemporer penanganan pandemi sebagian besar fokus pada intervensi perilaku dan pendidikan. Keduanya meliputi kepatuhan vaksinasi, perilaku hidup sehat, dan pembatasan sosial, di mana seluruh proses tersebut erat terkait dengan kondisi psikologis seseorang.
Risiko pandemi sangat erat hubungannya dengan cara komunikasi suatu komunitas atau dikenal dengan faktor psikologis sosial.
Di setiap wabah penyakit, ketidakmampuan kontrol diri secara psikologis akan memunculkan ketakutan. Kondisi tersebut menjadi ancaman yang jauh lebih berbahaya di tengah situasi pandemi.
Masyarakat sulit menentukan langkah berikutnya untuk bertahan hidup, termasuk makin lamanya durasi penyembuhan dari infeksi tersebut. Kebingungan masyarakat akan menghasilkan situasi kepanikan yang berujung kerusuhan dan penjarahan.
Pola reaksi psikologis terhadap pandemi sangat kompleks. Ada orang yang mampu bertahan, sementara lainnya menjadi sangat tertekan apabila diperhadapkan dengan peristiwa mengancam, seperti wabah penyakit.
Steven Taylor menegaskan agar penanganan pandemi harus mampu memahami ragam reaksi psikologis masyarakat. Pemahaman tersebut penting untuk memahami akar motivasi dan faktor kerentanan masyarakat.
Kerentanan psikologis
Ketidakpastian situasi pandemi menuai ragam reaksi dari masyarakat. Reaksi muncul sebagai respons terhadap situasi krisis yang sangat ditentukan oleh karakter tiap individu. Dalam hal ini, Taylor melihat karakter individu menentukan tingkat kerentanan psikologisnya.
Kepribadian mengacu pada konstelasi sifat-sifat yang dimiliki oleh seseorang individu yang mendefinisikan bagaimana ia cenderung berpikir, merasakan, dan berperilaku di berbagai macam situasi.
Cara seorang individu mengungkap kepribadian turut menjadi poin penting dalam menilai seberapa rentan kondisi psikologisnya. Individu dengan tingkat kerentanan rendah cenderung bersifat terbuka, ramah, dan suka bersosialisasi, demikian pula sebaliknya.
Kerentanan psikologis juga memicu rangkaian respons negatif lainnya. Taylor memberikan makna respons negatif tersebut dengan istilah negative emotionality atau neuroticism. Istilah tersebut merujuk pada kecenderungan seseorang mudah tertekan.
Kepribadian neuroticism sangat erat hubungannya dengan kecemasan, mudah marah, dan depresi saat diperhadapkan di situasi krisis. Apabila tidak ada penanganan medis atau konsultasi untuk mengontrol kepribadian tersebut, akan memunculkan keresahan di tengah masyarakat.
Dalam pendetailannya di buku ini, Taylor menyebutkan dua turunan sifat dari negative emotionality, yaitu kecemasan dan menghindari bahaya. Secara konseptual, keduanya saling saling memengaruhi.
Seseorang dengan kecemasan akan cenderung memandang dunia sebagai tempat yang berbahaya dan mengancam. Sementara sikap menghindari bahaya berimplikasi pada sikap cenderung takut dan khawatir berlebih.
Penjabaran kerentanan psikologis adalah salah satu parameter prioritas yang menentukan keberhasilan penanganan pandemi. Rencana kebijakan hingga aksi ke lapangan tidak akan berjalan mulus apabila masyarakat tidak stabil secara emosional.
Risiko pandemi
Selain sudut pandang psikologis manusia, topik yang juga menjadi poin penting dalam uraian Taylor adalah kebijakan risiko pandemi, yang membahas seputar strategi komunikasi risiko, hoaks, dan teori konspirasi.
Risiko pandemi sangat erat hubungannya dengan cara komunikasi suatu komunitas atau dikenal dengan faktor psikologis sosial. Kondisi tersebut menentukan seberapa cepat dan validitas suatu informasi melalui jaringan komunikasi. Oleh sebab itu, jaringan komunikasi berpengaruh besar terhadap potensi kegaduhan publik.
Komunikasi publik tertambat erat dengan kajian faktor psikologis sosial yang merujuk pada keyakinan dan ketakutan individu serta komunitas tentang suatu penyakit. Buku ini menjelaskan bagaimana sebuah keyakinan mampu mengendalikan infeksi penyakit melalui sebuah contoh tentang kepercayaan publik akan pentingnya mencuci tangan.
Keyakinan dan ketakutan dipengaruhi oleh platform pengiriman informasi, pengalaman pribadi, dan pembelajaran observasional. Dalam kajian yang lebih detail, dua faktor tersebut mampu menggiring publik dalam balutan rumor, hoaks, dan konspirasi.
Kepungan informasi yang kebenarannya dipertanyakan publik menjadi gambaran jelas betapa pentingnya komunikasi risiko. Tujuan dari komunikasi risiko adalah memberi masyarakat informasi yang terkonfirmasi untuk membuat keputusan rasional.
Keputusan rasional tersebut dibutuhkan masyarakat untuk menjamin kesehatan dan melindungi keselamatan mereka. Perlindungan yang dilakukan masyarakat secara mandiri akan sangat membantu dalam penyelesaian situasi krisis. Di bagian akhir buku ini, turut dijelaskan tentang pentingnya komunikasi risiko untuk membantu masyarakat terhindar dari tindakan irasional dan mampu membuat keputusan logis.
Psikologi krisis
Buku The Psychology of Pandemics ini mengupas banyak tentang faktor psikologis dalam penanganan situasi krisis. Tidak heran, mengingat latar belakang penulisnya, Steven Taylor merupakan seorang profesor dan ahli psikologi klinis di Universitas British Columbia, Vancouver, Kanada.
Buku tersebut merupakan buku terbaru Steven Taylor yang relevan dengan kondisi yang dihadapi masyarakat dunia saat ini. Dampak kesehatan hingga ancaman krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 tidak dimungkiri membawa dampak tekanan emosional dan gangguan sosial bagi masyarakat. Karenanya, faktor psikologis penting dipahami untuk mengelola masalah sosial, seperti rasa takut berlebih, stigmasisasi, hingga xenophobia.
Ulasan penanganan medis melalui urgensi kestabilan emosi seorang individu menjadi daya tarik yang kuat dari buku karya Steven Taylor. Perpaduan imbang antara sisi psikologis dan keberhasilan penanganan wabah mampu menjelaskan banyak hal, mulai dari kepatuhan publik hingga berhasilnya pengobatan.
Riset dan pekerjaan klinisnya fokus pada kajian gangguan kecemasan dan kondisi klinis terkait, termasuk ketakutan dan fobia, kecemasan Kesehatan, gangguan stres pascatrauma, dan gangguan obsesif-kompulsif.
Baca juga: Benarkah Iklim Panas Mampu Menekan Penyebaran Covid-19?
Telah terbit lebih dari 300 publikasi ilmiah dan lebih dari 20 buku. Beberapa buku yang fokus pada gangguan personal, termasuk kecemasan, adalah Understanding and Treating Panic Disorder (2000), Treating Health Anxiety (2004), dan Clinician’s Guide to Posttraumatic Stress Disorder (2017).
Banyak penghargaan yang telah diterima Steven Taylor. Dia memperoleh penghargaan dari Asosiasi Psikolog Kanada, Asosiasi untuk Kemajuan Terapi Perilaku, dan Asosiasi Gangguan Kecemasan Amerika. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: ”The Great Influenza” dan Menguak Wajah Asli Penyebab Wabah