Di tengah pandemi korona, masyarakat dunia, termasuk warga Jabodetabek, keranjingan dengan aktivitas bersepeda. Sebagian warga sudah menggunakan sepeda untuk mobilitas sehari-hari.
Oleh
Yohanes Advent Krisdamarjati
·5 menit baca
Di tengah pandemi korona, masyarakat dunia, termasuk warga Jabodetabek, keranjingan dengan aktivitas bersepeda. Sebagian warga sudah menggunakan sepeda untuk mobilitas sehari-hari. Seperti apa wajah para pesepeda setia yang berkomuter di wilayah Ibu Kota ini?
urvei Badan Pusat Statistik (BPS) tentang komuter Jabodetabek pada 2019 menunjukkan, 3,2 juta orang dari 29 juta warga Jabodetabek merupakan penduduk komuter. Komuter yang dimaksud adalah seseorang yang melakukan suatu kegiatan bekerja ataupun lainnya di luar kota tempat tinggal dan secara rutin pergi pulang pada hari yang sama.
Moda transportasi yang paling banyak digunakan oleh warga komuter untuk pergi-pulang tempat kegiatan sejauh ini adalah sepeda motor dan transportasi umum. Namun, di luar itu, terdapat 7.651 orang di Jabodetabek yang menggunakan sepeda sebagai alat transportasi.
Publikasi Statistik Komuter Jabodetabek 2019 yang diterbitkan BPS juga menggambarkan domisili para pesepeda. Terdapat pula informasi tujuan dan jarak tempuh yang dikayuh setiap hari. Untuk wilayah DKI Jakarta, pesepeda terbanyak, yakni 1.427 orang, berasal dari Jakarta Barat. Adapun pesepeda wilayah Bodetabek paling banyak berasal dari Kabupaten Bogor, yakni 2.012 orang.
Jumlah pesepeda ini memang kurang dari 1 persen warga komuter. Sebagai perbandingan lain, jumlah warga yang memilih berjalan kaki untuk menuju tempat berkegiatan masih jauh lebih banyak, yakni 32.000 orang.
Minimnya penggunaan sepeda sebagai moda transportasi utama setidaknya dapat dilihat dari dua penyebab, yaitu jauhnya jarak yang harus ditempuh warga komuter dan waktu tempuh untuk mencapai tujuan. Data survei memperlihatkan jarak tempuh satu dari tiga komuter sejauh hingga 20 kilometer untuk sampai ke tempat kegiatannya. Dapat dibayangkan jika dalam satu hari pergi pulang warga komuter tersebut harus menempuh jarak 40 kilometer.
Jauhnya jarak yang harus ditempuh berkorelasi dengan waktu tempuh yang harus dilalui para komuter. Sebanyak 34,6 persen komuter menghabiskan waktu berangkat rata-rata 1 jam perjalanan. Bukan hanya jarak dan waktu tempuh, komuter Jabodetabek juga harus menghadapi kemacetan parah di perjalanan. Karena itu, tidak mengherankan jika moda transportasi sepeda hanya dipakai oleh jauh lebih sedikit orang jika dibandingkan dengan pengguna moda transportasi lain, termasuk angkutan umum.
Tembus kemacetan
Di balik minimnya penggunaan sepeda sebagai moda transportasi, wilayah Jabodetabek menyimpan potensi pesepeda. Potensi pertama adalah kepemilikan sepeda. Data menunjukkan bahwa kepemilikan sepeda warga komuter di Jabodetabek tergolong cukup tinggi, sebanyak 51 persen warga memiliki sepeda.
Potensi pesepeda Jabodetabek juga terlihat dari jarak yang bisa ditembus para pesepeda. Berdasarkan data BPS, paling banyak pesepeda menempuh jarak 10-19 kilometer. Pesepeda yang berada di kelompok ini sebanyak 3.737 orang. Kelompok lainnya, yakni 3.203 orang, menempuh kurang dari 10 kilometer, sedangkan mereka yang menembus 20-29 kilometer sebanyak 711 orang.
Kecepatan laju pesepeda komuter di perkotaan 15-22 km per jam. Jika diandaikan para komuter menempuh jarak 20 kilometer, waktu perjalanan yang dibutuhkan sekitar satu jam.
Menurut penulis Cartlon Reid di majalah Forbes, pesepeda di perkotaan lebih cepat sampai ketimbang pengguna mobil dan sepeda motor. Riset dilakukan Reid dengan memantau data pergerakan kurir makanan Deliveroo yang menggunakan sepeda, sepeda motor, dan mobil. Target waktu mengantar makanan dalam waktu maksimal 30 menit dapat dicapai dengan menggunakan sepeda.
Hal itu terjadi karena sepeda terbebas dari jalur satu arah, kemacetan lalu lintas, lampu lalu lintas, dan dapat melalui gang-gang sempit. Bahkan, pesepeda bisa memanfaatkan jalur pedestrian untuk berkendara jika terpaksa. Ketika melewati lampu lalu lintas, pesepeda dapat ikut menyeberang bersama pejalan kaki. Kurir pesepeda juga tak membuang waktu mencari tempat parkir. Pengantar makanan dapat berhenti di depan pintu gedung untuk berjumpa dengan pelanggan.
Keunggulan sepeda dalam menembus kemacetan untuk mengantar barang dimanfaatkan oleh Westbike Messenger. Layanan jasa antar barang yang bermarkas di Jakarta Barat ini sudah tersedia di Jakarta, Bandung, Surabaya, Lampung, dan Medan.
Menumbuhkan budaya bersepeda dapat menjadi titik awal menciptakan cara hidup sehat melalui sepeda. Keberhasilan menumbuhkan budaya sepeda dapat terlihat dari kesuksesan Belanda menanamkan kultur sepeda dalam mobilitas warga. Pembudayaan karakter bersepeda di Belanda dilakukan melalui pendidikan dan pembudayaan sejak usia dini.
Carlton Reid dalam buku Bike Boom mengusulkan upaya melanggengkan budaya bersepeda yang dapat diterapkan di Indonesia. Reid mengemukakan gagasan bahwa keberhasilan menjadikan sepeda sebagai moda transportasi urban ditentukan oleh tiga pihak.
Mereka adalah masyarakat yang konsisten bersepeda serta pemerintah yang tanggap dalam membuat kebijakan, menyediakan fasilitas, dan memberi payung hukum yang jelas. Ahli tata ruang kota berperan merancang dan membangun lanskap mobilitas perkotaan berbasis transportasi ramah lingkungan.
Laris manis
Pemprov DKI Jakarta menambah jalur sepeda yang telah ada dengan jalur tambahan temporer (pop-up bike lane). Jalur ini dibatasi dengan blokade traffic cone di sisi kiri jalan Sudirman-Thamrin selebar 1,5 meter. Jalur temporer terpasang untuk kedua arah ruas jalan sepanjang 7 kilometer.
Minat warga bersepeda meningkat saat penerapan pembatasan sosial. Survei yang dilakukan Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) menyebutkan, angka pesepeda naik 1.000 persen selama masa PSBB.
Angka penjualan sepeda juga melonjak. Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Sepeda Indonesia Eko Wibowo Utomo, penjualan sepeda naik 300-400 persen dari kondisi normal (Kompas, 19 Juli 2020).
Di toko daring, sejak Maret hingga Juni 2020, Bukalapak mencatat peningkatan transaksi penjualan sepeda hingga 156 persen dibandingkan dengan kondisi biasanya. Sepeda gunung dan sepeda lipat paling banyak dicari. Tren peningkatan juga terjadi di toko daring Tokopedia dan Blibli.
Kondisi pandemi yang kita hadapi sekarang membuka mata bahwa perlu ada perbaikan dan cara hidup baru, termasuk dalam hal mobilitas perkotaan. Dengan bersepeda, masyarakat perkotaan dapat berkomuter dengan lebih efisien, ramah lingkungan, dan yang terpenting, kebugaran raga dan jiwa bisa selalu terjaga. (LITBANG KOMPAS)