Rawat Warisan Bangsa lewat Permainan Tradisional Anak
Permainan tradisional di Indonesia bertahan melintas masa yang menjadi modal sejarah. Perlu dirawat untuk kepentingan generasi masa depan bangsa
Oleh
Dedy Afrianto
·5 menit baca
Anak dan permainan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Selain sebagai perangsang tumbuh dan kembang anak, permainan juga dapat menjadi medium untuk mewarisi nilai-nilai luhur bangsa. Jamaknya permainan tradisional di Indonesia yang telah bertahan melintas masa tentu menjadi modal sejarah yang perlu dirawat pada generasi yang berbeda.
Keberagaman budaya yang dimiliki oleh Indonesia turut bermuara pada banyaknya jenis permainan tradisional. Menurut catatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada tahun 2018 terdapat 766 permainan tradisional di Indonesia. Hampir setiap daerah memiliki permainan khas yang menemani masa bermain anak.
Permainan tradisional yang kini telah dikenal oleh Indonesia tidak muncul dengan tiba-tiba. Sebagian di antaranya telah ada di Indonesia sejak zaman autokrasi, sementara beberapa di antaranya dikenal berkat relasi dagang yang dilakukan oleh beberapa kerajaan Indonesia dengan bangsa lain.
Tarik tambang, misalnya, jenis permainan ini telah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Jejak permainan ini terekam dalam Kakawin Nagarakrtagama. Tarik tambang menjadi salah satu permainan yang ditampilkan dalam pesta yang dihadiri oleh rakyat.
Catatan sejarah panjang juga terselip di balik permainan congklak. Permainan ini diperkirakan berasal dari Timur Tengah dan mulai dikenal di Indonesia seiring kontak dagang yang terjadi antara pedagang di Nusantara dan para pedagang Arab berabad-abad silam. Hingga kini, congklak menjadi permainan tradisional yang dikenal pada sebagian besar wilayah di Indonesia dengan nama yang beragam.
Di Sulawesi Selatan terdapat permainan gasing yang telah dikenal sekitar abad ke-17 atau sekitar tahun 1600-an. Permainan gasing ini diperkirakan berasal dari Sumatera sebelum di bawa ke Sulawesi. Artinya, gasing telah dikenal sebagai permainan di tanah Andalas jauh sebelum abad ke-17.
Warisan permainan tradisional yang terus dirawat dan bersisian dengan liku sejarah bangsa menjadi faktor pendorong banyaknya jenis permainan pada setiap wilayah. Permainan ini mengalami metamorfosis sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing. Walakin, selayaknya permainan tradisional, tata cara permainan masih dilakukan sesuai dengan norma pada suatu wilayah.
Bagi daerah yang memiliki keelokan alam, permainan tradisional identik dengan bahan baku yang juga berasal dari alam. Di daerah Papua, misalnya, terdapat permainan bokhasu khave atau lengkuas hutan.
Permainan ini dimainkan oleh anak-anak berusia 10-13 tahun dalam bentuk regu dengan memanfaatkan pohon lengkuas sebagai tombak dalam permainan. Jika anak dalam regu terkena tombak, anggota regu dinyatakan gugur. Permainan ini bermanfaat bagi masyarakat sekitar untuk melatih penggunaan tombak dalam berburu.
Sementara di daerah Maluku, permainan tradisional juga berkembang sesuai karakteristik daerah bahari. Salah satunya adalah permainan lalavoar atau menangkap ikan dengan memanfaatkan jaring laba-laba serta pelampung dari kelopak bunga kelapa yang telah kering. Permainan ini dilakukan oleh anak usia 7-12 tahun yang diiringi dengan syair dari daerah setempat. Permainan akan dihentikan saat ikan telah tertangkap.
Permainan tradisional juga terdapat di daerah perkotaan, seperti DKI Jakarta. Dulu, Jakarta merupakan wilayah yang memiliki banyak ruang bermain bagi anak. Saat itulah banyak permainan tradisional lahir, salah satunya permainan kuda bisik. Permainan ini dulu sering dilakukan oleh masyarakat Betawi.
Permainan kuda bisik adalah tebak nama anggota dari tim lawan. Bagi yang kalah, tim itu harus dihukum dengan cara menggendong tim lawan. Permainan ini membutuhkan ruang untuk berbaris bagi anggota tim sebelum membisikkan nama yang harus ditebak oleh tim lawan.
Selain permainan khas, pada beberapa daerah terdapat kesamaan tipe permainan tradisional. Sepak tekong, misalnya, ragam permainan ini dikenal di beberapa wilayah, seperti Sumatera Barat dan Jawa Timur. Prinsipnya sama, yakni terdapat pemain yang menjaga tekong dan bersembunyi.
Permainan gasing juga ditemukan pada beberapa daerah di Indonesia. Di Sulawesi Selatan, permainan ini dikenal dengan nama maggasing dengan bahan utama gasing yang terbuat dari kayu berkualitas. Permainan serupa ditemukan pada daerah seperti Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.
Persamaan juga ditemukan pada jenis permainan engklek. Permainan melompati setiap kotak dengan aturan tertentu dikenal di hampir semua wilayah Indonesia dengan nama yang berbeda, seperti tengge-tengge di Gorontalo, gili-gili di Merauke, dan cak lingking di Bangka (Alif, 2015).
Interaksi para leluhur bangsa melalui jalur perdagangan laut menjadi salah satu faktor pendorong adanya kesamaan permainan yang dikenal antarwilayah. Selain itu, migrasi penduduk dengan berbagai penyebab juga turut mendorong persebaran permainan tradisional ke daerah lainnya.
Permainan tradisional memiliki banyak warisan nilai yang sesuai dengan karakteristik bangsa. Warisan itu tentu perlu dirawat melalui permainan yang serupa. Selain untuk melestarikan budaya, anak-anak juga dapat belajar beberapa nilai, seperti gotong royong, toleransi, dan interaksi sosial yang sesuai dengan norma yang diwarisi oleh setiap daerah.
Semangat gotong royong salah satunya dapat ditemukan pada jenis permainan yang harus dilakukan secara tim. Tarik tambang, misalnya, anak dapat memahami semangat bekerja sama melalui jenis permainan ini.
Selain itu, semangat gotong royong juga dapat dipupuk melalui permainan tradisional yang memerlukan kerja sama tim dalam menghasilkan peralatan yang dibutuhkan. Permainan gonde di Kabupaten Sambas adalah salah satunya. Permainan ini membutuhkan bola dari anyaman daun kelapa sehingga anak dapat bekerja sama dalam mencari daun kelapa dan mengolahnya sebagai bahan baku permainan.
Semangat toleransi dalam relasi sosial juga dapat dipupuk melalui permainan tradisional. Nilai-nilai itu dapat diperoleh melalui permainan yang bersifat kompetisi, seperti logok dari Sumbawa, matembing dari Bali, dan totor gala dari Bengkulu. Anak dapat belajar memahami dan menghargai kemenangan dan kekalahan dari permainan ini, baik secara tim maupun individu.
Permainan tradisional juga dapat merangsang perkembangan kecerdasan bagi anak. Kecerdasan kinestetik hingga logika dapat dikembangkan melalui beragam jenis permainan pada setiap daerah.
Permainan gobak sodor dan lompat tali dapat memberi manfaat pada perkembangan kecerdasan kinestetik bagi anak. Dalam permainan ini, anak diharuskan untuk aktif sehingga dapat menjadi stimulus guna merangsang kegiatan fisik anak.
Kecerdasan logika juga dapat dikembangkan melalui permainan congklak dan kelereng. Sebab, melalui permainan ini anak dituntut untuk berpikir secara tepat dan cepat sebelum memutuskan suatu hal dalam permainan.
Semua manfaat permainan tradisional tentu dapat dirasakan jika permainan itu dilakukan pada ruang yang cukup bagi anak-anak di setiap daerah. Oleh sebab itu, ruang bermain menjadi hal yang sangat dibutuhkan guna merawat generasi bangsa agar tetap dapat tumbuh optimal sekaligus melestarikan budaya melalui permainan tradisional. (LITBANG KOMPAS)