Pandemi Menguat, Penduduk Miskin Meningkat
Persentase penduduk miskin yang meningkat di sebagian besar provinsi sedikit banyak menunjukkan keterkaitan dengan Covid-19 yang tak kunjung mereda.
Persentase penduduk miskin yang meningkat di sebagian besar provinsi sedikit banyak menunjukkan keterkaitan dengan Covid-19 yang tak kunjung mereda. Pandemi Covid-19 mengubah pola mobilitas penduduk yang akhirnya berdampak langsung pada perekonomian.
Sampai dengan September tahun lalu, tercatat 9,22 persen dari seluruh penduduk di Indonesia hidup dalam kategori miskin. Pada September 2019, sebanyak 16 provinsi mencatatkan jumlah kemiskinan di atas angka nasional. Ada tiga provinsi di Pulau Jawa dan empat provinsi di Pulau Sumatera yang memiliki persentase penduduk miskin di atas persentase nasional.
Sementara itu, persentase penduduk miskin secara nasional pada Maret 2020 tercatat 9,78 persen. Ini berarti ada kenaikan 0,56 persen penduduk miskin sepanjang September 2019-Maret 2020. Ada 15 provinsi mencatat persentase penduduk miskin di atas besaran nasional.
Baca juga : Mencegah Memburuknya Kemiskinan
Tujuh di antara provinsi yang mencatatkan persentase di atas nasional ada di wilayah Jawa dan Sumatera. Publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) itu juga menunjukkan, sekitar 62 persen dari total 34 provinsi mencatat kenaikan persentase penduduk miskin.
Sejalan dengan itu, data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 hingga 19 Juli 2020 menunjukkan besarnya proporsi kasus kumulatif virus korona di sejumlah provinsi, khususnya wilayah Pulau Jawa dan Sumatera.
Potret persoalan
Lantas, apakah indikasi persoalan yang bisa ditarik dari profil dan komparasi data penduduk miskin dan kasus kumulatif Covid-19 tersebut? Paling tidak, data penduduk miskin sepanjang September 2019-Maret 2020 dapat mengindikasikan dua potret persoalan. Problem pertama tampak secara eksplisit, yakni terjadinya peningkatan kemiskinan.
Baca juga : Kemiskinan dan Jurang Ketimpangan Kian Dalam
Adapun persoalan kedua muncul jika menilik lebih jauh perubahan persentase penduduk miskin di masing-masing provinsi. Sandingan data persentase penduduk miskin September 2019-Maret 2020 di 34 provinsi menunjukkan bahwa kenaikan penduduk miskin terjadi di provinsi-provinsi yang merupakan kutub perekonomian nasional.
Sementara itu, data proporsi kumulatif kasus Covid-19 per provinsi turut memperkuat gambaran persoalan ekonomi yang muncul karena pandemi tersebut. Tercatat 5 provinsi di Jawa dan 2 provinsi di Sumatera masuk dalam 10 besar kasus kumulatif Covid-19 tertinggi, sejalan dengan gambaran perubahan penduduk miskin dalam dua periode pendataan terakhir.
Jika diamati lebih jauh, peningkatan persentase penduduk miskin dan kasus kumulatif Covid-19 di masing-masing provinsi juga menunjukkan hubungan yang cukup kuat. Analisis korelasi menggunakan dua variabel, yakni perubahan persentase penduduk miskin dan proporsi kasus kumulatif Covid-19 menunjukkan kecenderungan tersebut.
Tercatat korelasi yang dihasilkan dari dua variabel itu bernilai 0,63. Secara statistik, nilai korelasi yang dihasilkan dapat dikatakan termasuk kategori kuat. Korelasi bernilai positif dari dua variabel itu juga dapat diartikan bahwa penduduk miskin akan semakin bertambah seiring dengan meningkatnya kasus Covid-19 secara kumulatif.
Dampak ekonomi
Peta persoalan yang dapat ditarik dari data penduduk miskin dan kasus Covid-19 sedikit banyak kemudian dapat menjelaskan bagaimana perekonomian nasional terdampak cukup serius. Hal ini dapat dipahami dengan menjadikan pandemi Covid-19 sebagai acuan awal perubahan pola aktivitas masyarakat. Perubahan pola aktivitas masyarakat menjadi penting dicermati karena berdampak pada perubahan pola konsumsi.
Baca juga : Waspadai Lonjakan Kemiskinan dan Pengangguran
Sektor konsumsi masyarakat, hingga triwulan I-2020, masih mencatat andil besar dalam perekonomian. Data BPS menunjukkan, sektor konsumsi rumah tangga memberikan andil separuh lebih (58,14 persen) terhadap produk domestik bruto (PDB) di triwulan I-2020. Sementara pertumbuhan PDB dari konsumsi rumah tangga turun 1,97 persen sepanjang triwulan IV-2019 hingga triwulan I-2020.
Menurunnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut dipengaruhi berubahnya perilaku masyarakat sejak pandemi Covid-19. Berdasarkan publikasi BPS, 15 Juli 2020, mobilitas penduduk di tempat perdagangan ritel dan rekreasi menurun hampir 40 persen sepanjang April-Mei 2020. Mobilitas penduduk juga menurun cukup banyak di pusat perekonomian lain, yaitu tempat berbelanja kebutuhan sehari-hari.
Tercatat pergerakan penduduk ke tempat berbelanja kebutuhan harian sempat menurun 21 persen di bulan April dan 12 persen pada Mei 2020. Dalam skala regional, pandemi yang menonjol di sejumlah provinsi di Jawa dan Sumatera juga mencerminkan problem kelesuan di kutub pertumbuhan ekonomi. Pulau Jawa, sampai dengan triwulan I-2020, masih menopang 59,14 persen dalam total nilai PDB. Adapun kontribusi Pulau Sumatera terhadap pembentukan PDB berada di urutan terbesar kedua, yakni mencapai 21,4 persen.
Baca juga: Tekan Laju Angka Kemiskinan dari Imbas Covid-19
Warga berbelanja aneka pernak-pernik akuarium di Pasar Hewan Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (5/7/2020). Masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19 masih berlaku di DKI Jakarta hingga 16 Juli. Namun aktivitas masyarakat, khususnya di pasar tradisional, masih belum sepenuhnya mematuhi sejumlah aturan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19.Kewaspadaan ke depan
Potret penduduk miskin yang terus meningkat, khususnya di provinsi-provinsi pusat perekonomian, patut menjadi catatan serius yang layak diwaspadai bersama. Layak dipahami, berbicara mengenai kemiskinan bukanlah sebatas persoalan angka dan cara menurunkannya. Ada faktor lain yang perlu dicermati dalam melihat kemiskinan, yaitu menyangkut problem kedalaman dan keparahan kemiskinan.
Mengacu data BPS, indeks kedalaman kemiskinan naik dari 1,50 pada September 2019 menjadi 1,61 pada Maret 2020. Indeks kedalaman kemiskinan itu mengukur rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Peningkatan angka indeks ini mengindikasikan rata-rata pengeluaran pada kelompok penduduk miskin yang semakin menjauhi garis kemiskinan.
Sementara itu, indeks keparahan kemiskinan juga meningkat. Sepanjang periode yang sama, indeks keparahan kemiskinan naik dari 0,36 menjadi 0,38.
Indeks keparahan kemiskinan mencerminkan penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Meningkatnya nilai indeks keparahan menunjukkan bahwa pengeluaran di antara penduduk miskin semakin timpang. Hal lain yang juga penting dilihat dalam kaitan dengan persoalan kemiskinan tak hanya gambaran ketimpangan pendapatan antarpenduduk miskin.
Sebanyak sembilan provinsi menghadapi persoalan ganda serius, yakni peningkatan kemiskinan dan ketimpangan.
Kesenjangan pengeluaran penduduk secara keseluruhan yang diukur melalui rasio Gini juga harus dilihat. Sepanjang September 2019-Maret 2020, rasio Gini juga mencatat kenaikan dari 0,380 menjadi 0,381. Dengan kata lain, pengeluaran penduduk sepanjang periode tersebut semakin timpang. Adapun potret rasio Gini di masing-masing provinsi juga memperkuat pertimbangan pentingnya mewaspadai problem kemiskinan ini.
Rasio Gini menunjukkan peningkatan di 11 provinsi sepanjang September 2019-Maret 2020. Padahal, kesebelas provinsi tersebut juga tercatat sebagai provinsi yang mengalami kenaikan persentase penduduk miskin. Semua provinsi di Jawa mencatatkan kenaikan persentase penduduk miskin sekaligus kenaikan rasio gini. Adapun tiga dari 10 provinsi di Sumatera juga mencatat kenaikan dari dua indikator tersebut.
Pada akhirnya, sebanyak sembilan provinsi menghadapi persoalan ganda serius, yakni peningkatan kemiskinan dan ketimpangan. Sementara itu, enam dari 10 provinsi yang mencatat kumulatif kasus Covid-19 terbanyak kini juga bergulat dengan naiknya besaran penduduk miskin sekaligus ketimpangan pengeluaran.
Melihat fakta yang ada, pemerintah idealnya mampu menerapkan strategi yang tepat sesuai dengan kondisi di masing-masing provinsi. Ada provinsi yang menghadapi dua problem ganda terkait naiknya kemiskinan dan beban ketimpangan. Ada juga provinsi yang menghadapi tiga persoalan besar, yaitu dua problem terkait ketimpangan dan kemiskinan ditambah dengan banyaknya kasus Covid-19 di wilayah tersebut. (LITBANG KOMPAS)