Kicauan Dunia Maya Menyoal Pendidikan Saat Pandemi
Kebijakan pendidikan di Indonesia saat pandemi Covid-19 menimbulkan pro dan kontra di dunia nyata ataupun maya.
Oleh
Susanti Agustina S
·4 menit baca
Kebijakan pendidikan di Indonesia saat pandemi Covid-19 menimbulkan pro dan kontra di dunia nyata ataupun maya. Pro-kontra semakin panas karena penerimaan peserta didik baru secara daring membuat calon peserta didik, khususnya di wilayah DKI Jakarta, mengalami kekecewaan. Salah satu penyebabnya adalah soal zonasi berbasis kategori usia. Bagaimana warganet melihat polemik ini?
Polemik di dunia pendidikan ini semakin diperbincangkan di media sosial, khususnya sejak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim membuat pembelajaran jarak jauh yang dikombinasikan dengan tatap muka, yakni model hibrida secara permanen.
Saat pandemi Covid-19 mulai melanda, berbagai kebijakan dalam pendidikan dikeluarkan untuk beradaptasi dengan situasi saat semua harus dilakukan di rumah. Penerapan pembelajaran jarak jauh, pembatalan ujian nasional, penyesuaian ujian sekolah, dan penerimaan peserta didik baru (PPDB) secara online dikeluarkan oleh Mendikbud. Model pembelajaran yang harus beradaptasi dengan situasi pandemi dinilai tepat meski memiliki banyak hambatan, terutama di wilayah yang masih kesulitan dengan akses internet.
Namun, berbagai kebijakan di bidang pendidikan saat pandemi tidak kebal kritik dari warganet. Sebelumnya, muncul tagar-tagar yang mengkritik kebijakan Mendikbud lewat tagar #NadiemMendengar #MendikbudDicariMahasiswa. Warganet kian ramai saat PPDB online mulai diterapkan. #MendikbudSalahUrus menjadi trending topic di Twitter sejak 7 Juli 2020.
Tagar ini bahkan mencapai 13.000 kicauan (tweet) dalam 20 jam. Sebagian besar warganet memprotes kebijakan Mendikbud pada bidang pendidikan dari sistem zonasi di PPDB, penerapan pembelajaran jarak jauh (PJJ), dan mempertanyakan alokasi uang kuliah tunggal (UKT) di universitas pada semester depan.
Sebelumnya, tagar #4niesPembohongBesar juga menjadi trending topic di Twitter akibat kekecewaan terhadap PPDB jalur zonasi yang dinilai mengutamakan usia. Kebijakan PPDB DKI Jakarta dinilai bertentangan dengan Permendikbud Nomor 44 tentang PPDB, yang seharusnya syarat usia menjadi pilihan terakhir dalam seleksi PPDB.
Dinas Pendidikan DKI Jakarta kemudian membuka PPDB jalur zonasi rukun warga (RW), yang awalnya diharapkan memberikan solusi kepada siswa yang gagal lolos karena terganjal usia. Namun, cara tersebut menciptakan masalah baru. Banyak siswa yang tinggal di dekat suatu sekolah tak dapat mendaftar karena berbeda RW meski jaraknya sangat berdekatan. Bahkan, ada sejumlah RW di Ibu Kota yang dilaporkan tak memiliki sekolah negeri.
Tidak heran, pada akhir Juni lalu para orangtua melakukan demonstrasi di depan Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jakarta Pusat. Tidak sedikit pula yang menyalurkan kekesalan mereka lewat beragam sindiran di akun media sosial.
Model kombinasi
Belum usai keriuhan yang terjadi akibat seleksi usia dalam PPDB jalur zonasi di DKI Jakarta, warganet dan akademisi kembali ramai membahas wacana Mendikbud melakukan model PJJ yang dikombinasi dengan tatap muka secara permanen meski pandemi Covid-19 usai.
Model kombinasi atau sering disebut model hibrida merupakan model penerapan teknologi yang dikombinasikan dengan tatap muka sebagai metode pembelajaran terpadu. Alat bantu pembelajaran tak hanya berupa buku teks, tetapi berbagai platform teknologi yang telah dimanfaatkan selama PJJ di masa pandemi.
Hybrid model dinilai praktisi pendidikan hanya cocok untuk murid-murid SMA yang pada masa lalu masuk kategori favorit karena fasilitas sekolah cukup, fasilitas pribadi (laptop, wi-fi) pun ada. Model ini juga dinilai hanya cocok untuk transfer pengetahuan, tetapi tak cocok untuk transfer keterampilan serta nilai kehidupan. Selain itu, menurut data desa berdasarkan koneksi internet pada 2018, masih ada 16,3 persen desa yang belum mendapatkan sinyal internet.
Warganet menangkap secara berbeda wacana yang digulirkan Mendikbud. Sebagian besar berpikir wacana pembelajaran jarak jauh tanpa tatap muka di kelas hendak dibuat permanen. Warganet pun protes karena berarti membuat beban permanen terkait paket internet yang belum tentu dapat dijangkau oleh mereka yang kurang mampu.
Seperti akun @humanlikee mencuit ”Punten nih pak. Bapak mau permanenkan belajar dari Rumah? Ada beberapa point yang harus Bapak perhatikan, tiap minggu paket internet tolong diperhatikan, Smartphone yang diatas 1jt bapak donasikan kepada pelajar kurang mampu #MendikbudSalahUrus”. Ada pula akun @hamid_planktons yang langsung menilai upaya membuat permanen pembelajaran jarak jauh tidak sesuai dengan prinsip pendidikan yang menghendaki ada transfer nilai-nilai kehidupan di dalamnya. Ia mencuit ”Pendidikan bukan transfer ilmu jika pendidikan adalah transfer ilmu sama saja menyamakan guru dengan buku, pendidikan adalah tempat memanusiakan manusia bukan hanya membagi ilmu. Adab lebih penting dari ilmu dan guru sebagai salah satu peran pentingnya #MendikbudSalahUrus”.
Anggota DPRD DKI Jakarta, Agustina Hermanto, yang dikenal dengan nama Tina Toon turut berkomentar di laman Instagram terkait wacana yang digulirkan Mendikbud. ”Terus Smartphone dan Gadget dan Kuota Internetnya semua dibayarin Mas Menteri??? Kan enggak semua masyarakat orang kaya???? Kan enggak semua masyarakat melek teknologi seperti di kota besar, yang di pelosok-pelosok gimana?”, tulis Tina Toon pada Instagram Stories.
Namun, tagar #MendikbudSalahUrus dinilai tidak tepat oleh netizen yang pro pada wacana yang digulirkan Mendikbud. Salah satunya cuitan @FarhanNazrull ”Baca dulu yang lengkap sebelum mencaci maki, kebanyakan warga Indonesia langsung menyimpulkan dari judulnya saja lalu menyebarkannya. Padahal faktanya tidak seperti itu. Jadi stop bilang #MendikbudSalahUrus”.
Betapapun, evaluasi terpadu terhadap penerapan berbagai kebijakan pendidikan yang diberlakukan saat pandemi Covid-19 harus dilakukan. Evaluasi diperlukan sebelum merancang bentuk baru dalam pendidikan yang lebih adaptif, tetapi sesuai dengan kondisi siswa di Indonesia baik perkotaan maupun pedesaan.