”Virtual Tour”, Solusi Wisata Saat Pandemi
Konsep ”virtual tour” memberikan alternatif liburan untuk masyarakat yang sementara waktu tidak bisa bervakansi. Di sisi lain, momen ini strategis untuk promosi obyek wisata di tengah pandemi Covid-19.
Virtual tour atau jelajah virtual menjadi istilah yang makin akrab terdengar saat dunia memasuki fase ”normal baru”. Konsep ini merupakan alternatif liburan untuk masyarakat yang sementara waktu tidak bisa bervakansi. Di sisi lain, momen ini strategis untuk promosi obyek wisata menggunakan virtual tour.
Istilah virtual tour menghangat dibicarakan sejak pembatasan sosial diberlakukan masif di semua negara karena pandemi Covid-19. Konsep ini menghadirkan simulasi dari lokasi sesungguhnya melalui kombinasi foto, video, efek suara, dan teks.
Dalam konteks pariwisata, jelajah visual diharapkan dapat memberikan pengalaman bervakansi meskipun hanya melalui realitas virtual.
Merujuk pada analisis Google Trends, kata kunci ”virtual tour” berada di puncak popularitas (100 poin) pada 22-28 Maret 2020 dalam kurun Juli 2019 hingga Juni 2020.
Popularitas mulai menurun hingga 39 poin pada minggu ketiga Juni 2020. Awalnya, kata kunci ini hanya memiliki popularitas di bawah 20 poin sepanjang Juli 2019 hingga Februari 2020. Selain virtual tour, pengguna juga menelusuri istilah lain, seperti virtual museum tour, virtual tour national parks, dan chester zoo virtual tour.
Popularitas pencarian virtual tour oleh pengguna di seluruh dunia pada Maret hingga Juni tidak bisa dipisahkan dari tertundanya aktivitas berlibur penduduk dunia karena pandemi. Alternatif hiburan mengisi waktu luang perlu dicari demi menjaga kewarasan selama pembatasan sosial di mana-mana.
Sejumlah fitur dapat dimanfaatkan untuk bisa menikmati virtual tour, misalnya melalui Google Arts and Culture atau Webcams. Google Arts and Culture (GAC) merupakan produk inisiatif Google yang diluncurkan sejak 2011 yang memuat koleksi lukisan, patung, serta karya seni lainnya dari museum dan seniman seluruh dunia.
Seiring berjalannya waktu, GAC menghadirkan pengalaman visual yang makin apik dengan resolusi foto yang makin tinggi, video rotasi 360 derajat, tur langsung, dan swafoto untuk menemukan karya yang mirip dengan pengguna. GAC dapat dinikmati melalu aplikasi maupun situs web secara gratis.
Google juga masih membuka kerja sama dengan organisasi, museum, dan seniman untuk melestarikan karya dengan memajangnya secara daring dan dapat diakses secara gratis. Dari Indonesia, koleksi yang terdaftar di GAC sayangnya masih sedikit.
Baru sembilan museum Indonesia yang koleksinya dapat dinikmati di GAC. Beberapa di antaranya adalah koleksi dari Agung Rai Museum of Art (151 koleksi), Museum Nasional Indonesa (101 koleksi), dan Museum Manusia Purba Sangiran (48 koleksi).
Selain GAC, rujukan yang dapat dituju untuk menikmati suasana realtime adalah dengan mengakses webcams yang tersebar di banyak negara. Webcams menyorot monumen bersejarah, pemandangan laut, perbukitan, hingga aktivitas binatang-binatang liar di taman nasional. Tampilan dari webcams bisa diakses, misalnya, melalui situs web seperti skylinewebcams.com, eartcam.com, atau situs web obyek wisata terkait.
Memanfaatkan kamera pengawas juga dilakukan kebun-kebun binatang untuk tetap dekat dengan pengunjung. Penyelenggara kebun binatang Chester di Inggris dan kebun binatang Cincinnati di Amerika Serikat, misalnya, membagikan aktivitas hewan-hewan di sana agar tetap bisa dinikmati masyarakat. Tidak jarang, penyelenggara juga mengadakan jelajah visual secara langsung yang dibagikan di kanal Youtube.
Aktivitas hewan-hewan di kebun binatang mengundang banyak respons positif dan tak jarang menjadi viral. Misalnya saja, dua panda di Ocean Park Hong Kong yang akhirnya kawin setelah sepuluh tahun dijodohkan. The New York Times bahkan menurunkan beritanya berjudul ”Finally, Some Privacy: After 10 Years, Giant Pandas Mate in Shuttered Zoo” (7 April 2020).
Tidak hanya kebun binatang, taman bunga Keukenhof di kota Lisse, Belanda, juga memanfaatkan Youtube untuk mengabadikan momen mekarnya bunga-bunga tulip yang hanya terjadi sepanjang Maret hingga Mei ini. Taman bunga ini mengusung tema ”We will bring Keukenhof to you” dan mengunggah beberapa video langsung dan tunda dengan kombinasi video 360 derajat.
Setiap tahun, taman bunga terbesar di dunia ini menyelenggarakan pameran bunga dengan lebih dari tujuh juta bunga dan lebih dari 800 varietas tulip. Jumlah pengunjung terus naik setiap tahun. Menurut data yang dirilis statista.com, pengunjung pada tahun 2011 berada di kisaran 884.000 orang dan meningkat menjadi hampir dua kali lipat pada 2019 sebanyak 1,5 juta pengunjung.
Apa yang dilakukan kebun binatang atau taman bunga di atas adalah salah satu cara untuk menjaga keterikatan (engagement) dengan wisatawan. Ini merupakan bentuk promosi untuk tetap menjaga ingatan masyarakat meski saat ini belum bisa berkunjung. Lebih baiknya lagi, menyediakan virtual tour juga dapat menggaet calon wisatawan baru.
Pemanfaatan teknologi untuk berwisata secara virtual dapat menjadi tren yang turus naik selama masa transisi ke normal baru. Apalagi jika obyek wisata juga menyediakan konten menarik yang makin mendekatkan pengunjung.
Bisa ditiru
Di Indonesia, istilah virtual tour mencapai puncak popularitas pada 21-27 Juni 2020 setelah terus merangkak naik dari 64 poin pada 19-25 April 2020. Berbeda dengan data dunia, kata kunci virtual tour memiliki popularitas yang cukup tinggi (0-46 poin) pada bulan Juli 2019-Februari 2020. Pengguna yang mencari istilah ini juga mencari kata kunci ”virtual museum tour”.
Memanfaatkan fitur dan teknologi digital dapat ditiru oleh penyelenggara obyek wisata di Indonesa untuk menjaga ingatan masyarakat pada atraksi yang ditawarkan.
Sayangnya, belum banyak obyek wisata yang memilih memanfaatkan fitur atau teknologi yang ada untuk menjalin kedekatan dengan masyarakat. Akun-akun promosi wisata Indonesia seperti Visit Indonesia dan akun sejenis masih menggunakan metode yang biasa untuk mempromosikan atraksi wisatanya.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) saja baru mendukung penyelenggaraan wisata virtual untuk anak-anak. Dalam siaran pers pada 24 Juni 2020, Kemenparekraf memberikan dukungan untuk penyelenggaraan wisata edukasi kreatif virtual bagi anak-anak di Indonesia dengan tajuk Safari Kreasi yang akan dilaksanakan di Borobudur (Jawa Tengah), Danau Toba (Sumatera Utara), dan Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur) oleh salah satu penyelenggara wisata.
Padahal, merujuk pada skenario Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO) dalam pemulihan wisata setelah pandemi, diperkirakan pariwisata global akan memulai awal pemulihan pada Juli, atau September, atau Desember. Seharusnya, momen transisi menuju normal dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk promosi wisata jika tidak mau tertinggal dengan obyek wisata di negara lain.
Promosi wisata menjadi penting, khususnya untuk menjaga jumlah kunjungan wisatawan asing. Wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia setiap bulan berjumlah lebih dari satu juta orang. Seperti halnya di negara lain, kunjungan wisatawan asing di Indonesia menurun.
Menurut data Badan Pusat Statistik, penurunan kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia pada Maret 2020 adalah 64,1 persen dari bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Pada bulan berikutnya, April, kunjungan turun sebesar 87,5 persen.
Setidaknya lebih dari satu juta wisatawan mancanegara potensial diharapkan dapat kembali mengunjungi Indonesia saat situasi pandemi berakhir. Jika langkah ”new promotion” baru di masa ”new normal” ini tidak digalakkan, wisatawan mungkin tidak akan menempatkan Indonesia menjadi top of mind mereka lagi. (LITBANG KOMPAS)