Kesenian Betawi Masih Dinanti
Kesenian Betawi masih menarik bagi publik meski beragam kesenian dari berbagai penjuru dunia membanjiri. Pelestarian seni Betawi menjadi kunci untuk mengenalkan seni ini dari generasi ke generasi.
Betawi erat hubungannya dengan ibu kota Jakarta yang memasuki usia 493 tahun pada 22 Juni 2020. Kesenian yang menjadi ciri khas kemajuan kebudayaan Betawi masih menarik bagi publik meski beragam kesenian dari berbagai penjuru dunia membanjiri.
Meski sudah dinyatakan akan terus dilestarikan oleh pemerintah, kesenian tradisional Betawi yang dipengaruhi budaya yang plural terus bergulat mencari bentuk demi terus berkembang serta tetap dinanti-nanti publik.
Betawi merupakan salah satu suku di Indonesia yang memiliki beragam tradisi unik. Suku Betawi mayoritas penduduknya bertempat tinggal di DKI Jakarta, sebagian lainnya ada di pinggiran kota, seperti Bogor, Bekasi, Depok, dan Tangerang.
Betawi memiliki kesenian tradisional yang unik. Kesenian tradisional Betawi tidak hanya menunjukkan dan menonjolkan tradisi dan istiadat masyarakat Betawi, tetapi juga menunjukkan nilai-nilai estetika dan etika kehidupan masyarakat Betawi.
Kesenian Betawi dipengaruhi budaya masyarakat keturunan China, Arab, dan proses percampuran unsur-unsur budaya dari berbagai etnik lain yang berabad-abad lampau sudah menetap menjadi warga Jakarta.
Kesenian Betawi pada awalnya hanya tumbuh dan berkembang dalam lingkungan kelompok masyarakat Betawi. Dalam perkembangannya, seni Betawai juga hadir mewarnai kesenian masyarakat Indonesia lewat pertunjukan yang tidak hanya dilakukan secara langsung, tetapi juga disiarkan secara digital, baik di televisi maupun media sosial.
Sebanyak 79 persen responden dalam jajak pendapat Kompas mengaku pernah mengikuti atau menonton pertunjukan kesenian Betawi. Sepertiga bagian mengikuti atau menontonnya secara langsung, sedangkan seperempat bagian menikmatinya secara digital, baik lewat televisi maupun media sosial. Sementara itu, ada seperempat bagian lainnya yang menikmati secara digital ataupun secara langsung.
Dari masa ke masa, kesenian Betawi terus berkembang dengan ciri-ciri budaya yang semakin mantap sehingga mudah dibedakan dengan kesenian dari daerah lain di Indonesia. Sebanyak 84,3 persen responden menaruh ketertarikan terhadap kesenian tradisional Betawi. Hanya 14,5 persen responden yang tidak menaruh ketertarikan terhadap kesenian tradisional Betawi.
Daya tarik kesenian tradisional Betawi yang paling banyak disebutkan oleh responden (38,9 persen) ada pada teater yang penuh lelucon. Selain itu, bahasa yang lugas dalam penampilan kesenian Betawi dinilai oleh 29,2 persen sebagai pemikat paling menarik.
Sementara, 18,9 persen tertarik karena musik kesenian Betawi berirama khas, 11,1 persen tertarik oleh gerakan tari yang melenggang-lenggok. Ada pula yang menyebut faktor sejarah dan pakaian adat Betawi yang membuatnya menarik.
Ragam
Kesenian Betawi tumbuh dan berkembang secara spontan dan dengan segala kesederhanaan sehingga digolongkan sebagai kesenian rakyat. Bahkan, tahun 1980-an, seni tari, musik, ataupun ondel-ondel menjadi bagian penting saat menggelar kegiatan sosial di masyarakat Betawi.
Kesenian tradisional Betawi sangat beragam. Seni teater sering kali muncul dalam bentuk lenong. Ada pula seni musik seperti gambang kromong, orkes, dan tanjidor. Selain itu, ada pula seni tari seperti japin, cokek, enjot-enjotan, dan kembang rampe. Dari cabang seni topeng ada topeng Betawi maupun ondel-ondel.
Sekitar sepertiga responden (39,6 persen) saat mendengar kesenian Betawi paling banyak mengarah ke seni topeng, seperti ondel-ondel dan blantek. Sepertiga publik lainnya (32,1 persen) saat mendengar kesenian Betawi langsung teringat seni teater atau lenong.
Sementara 12 persen mengarah ke tari-tarian (yapong, topeng, japin) dan 7,2 persen responden menjawab seni musik Betawi (gambang kromong, tanjidor, orkes, dll), dan 5,7 persen langsung teringat akan lagu-lagu Betawi seperti ”Jali-Jali” dan ”Keroncong Kemayoran”.
Pertunjukan seni yang paling sering disaksikan oleh 39,6 persen responden adalah seni topeng seperti ondel-ondel maupun blantek. Sementara seni teater seperti lenong menempati posisi kedua (34,7 persen). Tari-tarian seperti yapong, topeng, japin paling sering disaksikan oleh 13,8 persen, sedangkan musik Betawi seperti gambang kromong, tanjidor, orkes gambus paling sering disaksikan 4,5 persen responden.
Meski lebih sering disaksikan ternyata tidak serta-merta membuat kesenian tradisional Betawi otomatis paling dinikmati oleh publik. Sebanyak 47,2 persen publik menyatakan lebih menyukai seni teater seperti lenong. Seni teater tradisional Betawi memiliki karakter tersendiri yang kini semakin dapat disinkronisasi dengan seni teater yang berkembang saat ini.
Sebanyak 17,2 persen lebih menyukai tari-tarian (yapong, topeng, japin, dan lainnya), sedangkan 16,2 persen lebih menyukai seni topeng (ondel-ondel, blantek). Sementara 8,9 persen memilih musik Betawi (gambang kromong, tanjidor, orkes gambus, dan rebana), dan 5,1 persen menyatakan lebih menyukai lagu-lagu Betawi (”Jali-jali”, keroncong, dan lainnya).
Eksistensi
Keyakinan publik akan eksistensi kesenian tradisional Betawi di masa mendatang cukup tinggi. Lebih dari separuh responden menilai kesenian tradisional Betawi tidak akan punah. Sementara, 26,2 persen menyatakan akan punah.
Keyakinan ini muncul karena publik menaruh keyakinan pada pemerintah, secara khusus Pemprov DKI Jakarta yang tidak akan membiarkan kepunahan terjadi. Namun, sebagian responden menilai upaya pelestarian sudah memadai, sementara sebagian responden lainnya menilai belum memadai.
Pelestarian kesenian memang tidak mudah, tetapi dengan keberadaan peraturan yang mendukung tentu akan sangat mendukung eksistensi kesenian Betawi tetap lestari. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2015 sebagai payung hukum dan kebijakan untuk melestarikan budaya Betawi yang menjadi modal awal melahirkan kembali budaya Betawi.
Perda ini mengatur tentang tumbuh kembangnya pelestarian budaya Betawi serta untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Jakarta terhadap pelerstariannya. Pemprov DKI juga menerbitkan Peraturan Gubernur 2018 tentang Kurikulum Muatan Lokal yang menjadi wadah agar generasi penerus makin dekat dan mencintai budaya Betawi.
Sayangnya, promosi kesenian Betawi dinilai oleh 59,1 persen belum memadai. Berbagai upaya mempromosikan kebudayaan Betawi lewat festival dan pertunjukan dinilai belum optimal. Sejak Perda Nomor 4 Tahun 2015 disahkan, masih banyak yang menganggap perda tersebut hanya hiasan sehingga kewajiban untuk pengelola jasa perhotelan dan wisata untuk melakukan pertunjukan kesenian Betawi masih sering tidak dilakukan.
Upaya pelestarian oleh pemerintah yang paling utama dilakukan saat ini, menurut 67,4 persen responden, adalah mengadakan pentas kesenian Betawi secara rutin di akhir pekan, mengadakan pertunjukan secara virtual (25 persen). Selain itu, publik juga menilai pemberian dukungan materi dan nonmateri terhadap komunitas yang ada, meregenerasi para seniman, dan mengadakan sosialisasi tidak kalah penting.
Pekerja seni tradisional juga membutuhkan perhatian khusus. Eksistensi kesenian tradisional Betawi sangat tergantung dari kerja mereka. Bantuan bagi pekerja seni tradisional Betawi dinilai publik belum optimal. Lebih dari separuh responden (59,1 persen) menilai upaya pemerintah membantu para pekerja seni tradisional Betawi belum memadai.
Padahal, bantuan yang paling dibutuhkan oleh pekerja seni tradisional saat ini yang paling penting menurut 34,2 persen publik adalah dana kemudian wadah berekspresi (30,4 persen), promosi (22,6 persen), dan perlindungan hak cipta (10,2 persen).
Pada akhirnya, kesenian Betawi menolak tergerus perubahan zaman yang kemudian berakhir menjadi sejarah hanya dapat diceritakan pada generasi selanjutnya di masa depan. Sudah saatnya kesenian tradisional Betawi kembali menunjukkan eksistensinya dengan terus berinovasi. (LITBANG KOMPAS)