Salah satu sarana hiburan yang banyak diakses pada masa pandemi ialah layanan “video on demand” atau VoD. Beberapa penyedia layanan VoD internasional merasakan dampak positif tersebut.
Oleh
Debora Laksmi Indraswari
·5 menit baca
KOMPAS/ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menerima bingkisan dari Managing Director Netflix Asia Pasific Kuek Yu-Chuang, Januari 2020, di Kantor Kemendikbud, Jakarta.
Aktivitas daring meningkat sejak masyarakat dianjurkan beraktivitas di rumah selama pandemi Covid-19. Kebutuhan layanan hiburan secara daring, seperti video on demand, turut melonjak.
Untuk mencegah meluasnya penularan Covid-19, negara-negara di dunia membatasi pergerakan penduduk dan menutup wilayah. Kebijakan ini membuat kegiatan yang tadinya dilakukan di ruang publik beralih di rumah, mulai dari bekerja, sekolah, hingga mencari hiburan. Lembaga riset Pew Research Center mencatat, sembilan dari sepuluh penduduk dunia, atau sekitar 7,1 miliar orang, yang tinggal di negara dengan pembatasan wilayah, tidak dapat berpergian dengan bebas.
Meskipun beberapa negara telah melonggarkan atau membuka kembali wilayah mereka untuk aktivitas publik, masih banyak warga yang memilih beraktivitas dari rumah. Salah satu penyebabnya adalah kemunculan kluster-kluster penularan baru Covid-19 dan kasus impor akibat pelonggaran.
Masyarakat pun mengandalkan fasilitas daring untuk beraktivitas. Tak mengherankan, pemanfaatan layanan daring untuk bekerja, bersekolah, ataupun menikmati hiburan meningkat.
KOMPAS/A TOMY TRINUGROHO
Tampilan di layar monitor layanan video on demand milik Amazon, Prime Video, Senin (15/6/2020), di Jakarta.
Peningkatan aktivitas daring diikuti bertambahnya pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan daring, salah satunya layanan hiburan. Survei Mckinsey and Company pada 20-22 Mei 2020 terhadap 715 responden di Indonesia mencatat, pengeluaran untuk hiburan meningkat cukup tinggi selama pandemi. Sebanyak 37 persen responden mengeluarkan uang lebih banyak untuk sarana hiburan di rumah.
Salah satu sarana hiburan yang banyak diakses adalah layanan video on demand atau VoD. Layanan yang mulai marak sejak 2016 itu merupakan sistem penyedia konten video daring dengan mekanisme pembayaran berlangganan. Salah satu daya tariknya, pengguna memiliki kebebasan untuk menentukan apa yang ingin dilihatnya.
Peluang saat pandemi
Beberapa penyedia layanan VoD di tingkat dunia merasakan dampak positif di tengah pandemi. Netflix yang menguasai pasar VoD berbayar menerima lebih dari 15,7 juta pengakses baru dalam tiga bulan pertama tahun 2020. Angka ini menambah jumlah pelanggan Netflix yang sebelumnya telah mencapai 182,8 juta akun di lebih dari 190 negara.
Disney+ yang baru beroperasi tujuh bulan ikut merasakan keuntungan dari pembatasan sosial (lockdown). Sedikitnya 22 juta pelanggan baru mengakses layanan ini hanya beberapa minggu setelah diluncurkan di Inggris dan beberapa negara Eropa lainnya pada Maret 2020. Layanan itu kini memiliki lebih dari 50 juta pelanggan.
Netflix yang menguasai pasar VoD berbayar menerima lebih dari 15,7 juta pengakses baru dalam tiga bulan pertama tahun 2020.
Layanan Disney+ tersedia untuk 17 negara. Disney+ yang menyediakan film dan pertunjukkan dari Disney, Marvel, Pixar, National Geographic, dan Simpsons Universe sangat membantu orangtua yang ingin menyediakan hiburan bagi anak-anak mereka selama di rumah.
Peningkatan jumlah pengguna baru VoD juga didorong penutupan fasilitas hiburan publik, seperti bioskop. Beberapa film yang seharusnya dirilis di bioskop beralih diluncurkan lewat layanan digital. Film animasi Trolls World Tour sukses meraup 100 juta dollar AS setelah tiga minggu dirilis di platform digital. Awalnya film ini akan dirilis di bioskop pada 10 April silam.
Penutupan bioskop menyebabkan Universal Pictures yang memproduksi Trolls World Tour beralih merilis film tersebut secara digital ketimbang menunda peluncurannya. Kini Trolls World Tour dapat dinikmati melalui layanan Amazon Prime Video, Apple TV, Xfinity, VUDU, Google Play, Fandango Now, dan Youtube.
Film The Lovebirds milik Paramount, yang seharusnya dirilis di bioskop pada 3 April, diubah penayangannya ke layar digital. Paramount bekerja sama dengan Netflix untuk menampilkan film ini.
Statista memprediksi, tahun ini, di seluruh dunia tercapai angka 2,4 miliar pengguna layanan VoD. Jumlah itu sudah disesuaikan dengan dampak dari Covid-19. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 2,14 miliar pengguna. Pada 2024, pengguna layanan VoD diprediksi 2,8 miliar pengguna atau 36,8 persen penduduk bumi.
Peningkatan pengguna layanan VoD juga terjadi di Indonesia. Pada 2017, ada 42,6 juta pengguna VoD. Pada tahun ini, jumlahnya diperkirakan bertambah menjadi 59,8 juta pengguna, sedangkan pada 2024, mereka yang memanfaatkan layanan VoD bertambah menjadi 77,1 juta pengguna.
Penyedia layanan VoD tentunya bersaing. Mereka pun melakukan promosi lewat tawaran pemakaian gratis selama jangka waktu tertentu. Setelah masa gratis selesai, pengguna akan memutuskan berlangganan atau tidak. Amazon Prime Video, misalnya, menyediakan masa percobaan layanan gratis selama 30 hari.
Konten berkualitas
Persaingan memikat pelanggan baru juga dilakukan dengan menyediakan konten-konten yang menarik. Salah satu strategi yang dilakukan penyedia layanan VoD adalah memproduksi serial atau film sendiri. Beberapa di antaranya bahkan mampu masuk nominasi hingga memenangi berbagai penghargaan.
Netflix, misalnya, pada Academy Awards, Februari 2020, berhasil mengantar sejumlah produksinya masuk dalam 24 nominasi. Dua penghargaan Oscars mampu diraihnya, yaitu kategori Aktris Pendukung Terbaik (Laura Dern dalam film Marriage Story) dan Film Dokumenter Terbaik (American Factory).
Salah satu strategi yang dilakukan penyedia layanan VoD adalah memproduksi serial atau film sendiri.
Untuk masuk dalam nominasi ajang penghargaan itu, dibutuhkan biaya besar. Netflix diperkirakan mengeluarkan uang 70 juta dollar AS, jumlah yang besar berdasarkan standar Hollywood guna menghasilkan dan memasarkan film-filmnya agar meraih nominasi.
Penyedia layanan VoD harus menyediakan sendiri konten juga karena sebagian perusahaan pembuat film, animasi, atau serial kini beralih mengembangkan platform VoD sendiri. Netflix pada tahun lalu harus memproduksi sendiri film animasi karena film yang ditayangkannya milik Disney. Padahal, sejak November 2019, Disney merilis platform VoD baru, yaitu Disney+.
Tidak semua penyedia layanan VoD mampu bersaing dan bertahan. Pada saat Netflix dan raksasa penyedia VoD lainnya berjaya, HOOQ yang melayani pengguna di Asia harus ditutup per 30 April 2020. Biaya konten dan operasional yang besar, kian banyaknya penyedia VoD, serta pertumbuhan bisnis yang kurang maksimal menjadi penyebabnya. Sebanyak 50 juta penggunanya di lima negara ternyata tak menjamin keberlangsungannya.
Di era pandemi, para penyedia VoD memiliki tantangan baru, yakni harus menunda produksi konten. Para penyedia layanan VoD harus kreatif agar tetap dapat menghadirkan konten berkualitas guna memikat pelanggan baru.