Bom Waktu Ketimpangan Rasial di AS
Di balik diskriminasi rasial di AS, terdapat persoalan laten ketimpangan sosial dan ekonomi antara ras kulit hitam dan kulit putih yang setiap saat dapat meledak.
Gelombang unjuk rasa mengguncang Amerika Serikat menyusul tewasnya warga kulit hitam, George Floyd, akibat tindakan seorang polisi kulit putih. Muncul tiga seruan dari aksi unjuk rasa tersebut, yaitu perbaikan prosedur penanganan pihak-pihak yang melanggar hukum, pembenahan mendasar di tubuh kepolisian, serta penghapusan diskriminasi rasial di AS.
Berulangnya kasus kematian warga kulit hitam oleh polisi menjadi akar gugatan penanganan kasus hukum dan pembenahan mendasar di tubuh kepolisian. Sebelum Floyd, sejumlah kasus serupa terjadi. Agustus 2014, pecah kerusuhan rasial di Ferguson, Missouri, yang dipicu oleh tewasnya warga kulit hitam, Michael Brown, setelah ditembak beberapa kali oleh seorang petugas polisi.
Kasus lain adalah tewasnya seorang warga kulit hitam, Freddie Gray, di tahanan polisi pada April 2015 dengan cedera tulang belakang setelah sepekan dalam penjara. Kematian Gray memicu kemarahan warga kota Baltimore, Maryland, yang mengecam penggunaan kekerasan oleh polisi kepada warga minoritas.
Ketegangan rasial juga melanda Chicago, Amerika Serikat, pada November 2015, dipicu beredarnya tayangan video yang memperlihatkan polisi memberondong remaja kulit hitam. Berikutnya, gelombang unjuk rasa dan kerusuhan akibat kasus serupa muncul di kota Charlotte, Negara Bagian North Carolina, pada September 2016. Demonstrasi terjadi setelah petugas polisi menembak mati seorang pria kulit hitam bernama Keith Lamont Scott.
Selain gugatan pembenahan di tubuh kepolisian, terus berulangnya perilaku kurang manusiawi terhadap warga kulit hitam juga memunculkan seruan penghentian diskriminasi rasial di AS. Berkaca dari kasus tersebut, gugatan penghapusan diskriminasi rasial seharusnya juga menjawab permasalahan laten ketimpangan sosial dan ekonomi antara ras kulit hitam dan kulit putih di AS.
Ketimpangan ekonomi
Ketimpangan ekonomi antara warga kulit putih dan kulit hitam di AS terlihat dari jumlah kekayaan rumah tangga, pendapatan, tingkat pengangguran, dan kemiskinan.
Pertama, dari sisi kekayaan. Dilihat dari segi kekayaan rumah tangga, keluarga warga kulit putih memiliki kekayaan hampir sepuluh kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan keluarga warga kulit hitam di AS.
Pada 2016, menurut Bank Sentral AS Federal Reserve, rata-rata keluarga kulit putih di AS memiliki harta sebanyak 171.000 dollar AS. Sementara keluarga kulit hitam di AS hanya memiliki kekayaan sebanyak 17,6 ribu dollar AS. Hal ini bisa terjadi karena rendahnya kepemilikan properti dan lebih kecilnya harta warisan yang diturunkan kepada keluarga kulit hitam di AS.
Ketimpangan berikutnya juga terjadi dalam hal pendapatan. Pada 2018, menurut Biro Sensus AS, pendapatan rumah tangga tahunan warga kulit hitam di negara tersebut hanya berkisar di angka 41.000 dollar AS. Angka ini tertinggal sekitar 60 persen dari pendapatan rumah tangga tahunan warga kulit putih di AS yang berkisar di angka 71.000 dollar AS.
Rendahnya pendapatan keluarga warga kulit hitam di AS juga diperparah oleh tingkat pengangguran di golongan masyarakat tersebut. Walau mengalami penurunan yang signifikan dalam satu dekade, tingkat pengangguran warga kulit hitam masih nyaris dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan warga kulit putih di AS.
Menurut Departemen Ketenagakerjaan AS, per Februari 2020 tingkat pengangguran warga kulit putih di negara itu berada di angka 3,1 persen. Adapun tingkat pengangguran warga kulit hitam di AS berada di kisaran 5,8 persen di waktu yang sama.
Pandemi Covid-19 menyingkap kerentanan lapangan pekerjaan di AS. Menurut Departemen Ketenagakerjaan AS, tingkat pengangguran di AS berada di level tertinggi sepanjang satu dekade dengan angka 14,2 persen bagi warga kulit putih di negara tersebut.
Angka ini semakin parah pada golongan masyarakat kulit hitam yang berada di kisaran 16 persen. Walau ketimpangan tingkat pengangguran menyempit, masa pandemi ini kian menunjukkan bahwa posisi masyarakat kulit hitam di AS cenderung lebih rentan jika dibandingkan dengan warga kulit putih.
Dari keempat variabel yang digunakan dalam melihat persoalan ketimpangan ekonomi berdasar ras di AS, kemiskinan menjadi variabel yang paling ekstrem. Menurut Biro Sensus AS, secara umum tren kemiskinan di AS bergerak positif dari 14,8 persen pada 2014 menjadi 11,8 persen pada 2018.
Namun, jika dilihat dari perbandingan antar-ras, warga kulit hitam menjadi golongan masyarakat dengan tingkat kemiskinan tertinggi. Pada tahun tersebut, tingkat kemiskinan warga kulit putih berada di kisaran angka 8 persen.
Angka ini melonjak lebih dari dua kali lipat di golongan masyarakat kulit hitam yang memiliki tingkat kemiskinan sebesar nyaris 21 persen. Bahkan, tingkat kemiskinan masyarakat kulit hitam di AS lebih parah dibandingkan dengan ras minoritas lain, seperti masyarakat Hispanik dan Asia dengan tingkat pengangguran sebesar 17,6 persen dan 10,1 persen.
Belum sejahtera
Walaupun praktik pemisahan penduduk berdasarkan ras telah dihapus dari peraturan perundangan AS lebih dari 65 tahun silam, nyatanya diskriminasi rasial masih terjadi di negara tersebut. Praktik yang masih berulang di kehidupan bermasyarakat AS ini mengakibatkan adanya ketimpangan dalam hal kesejahteraan. Gambaran tersebut terlihat dari timpangnya akses perumahan, pendidikan, dan kesehatan.
Dihapusnya regulasi Fair Housing Act pada 1968 menandai usainya era redlining atau perbedaan peraturan perumahan dan pinjaman rumah berdasarkan ras. Namun, dalam praktiknya, keadilan hak perumahan bagi masyarakat kulit hitam di AS masih menjadi persoalan.
Hal ini salah satunya diakibatkan oleh sulitnya menghilangkan prasangka pelaku usaha industri perumahan, termasuk juga pihak perbankan, yang cenderung mendorong adanya segregasi terhadap hunian yang mereka jual serta fasilitas pinjaman rumah. Bagi banyak pelaku industri properti AS, warga kulit hitam kerap dianggap tidak mampu untuk membayar sewa atau cicilan.
Diskriminasi dalam hal hunian ini tertangkap oleh laporan bertajuk ”Defending Against Unprecedented Attacks on Fair Housing” yang dikeluarkan oleh lembaga National Fair Housing Alliance (NFHA) di AS pada 2019. Menurut laporan tersebut, terdapat lebih dari 31.000 laporan diskriminasi.
Jumlah ini menjadi catatan terbanyak semenjak NFHA mengeluarkan laporan pertama pada 1995. Namun, angka itu hanya mencatat sebagian kecil kasus diskriminasi perumahan di AS yang diperkirakan rata-rata terjadi sebanyak 4 juta kasus tiap tahun.
Meskipun tidak spesifik mengacu pada ras kulit hitam sebagai minoritas, laporan ini menunjukkan bahwa masyarakat kulit hitam menjadi golongan masyarakat kedua paling rentan setelah orang-orang difabel dalam hal diskriminasi perumahan.
Perbedaan akses terhadap perumahan ini membuat ketimpangan dalam hal kepemilikan rumah. Menurut asosiasi agen penjual perumahan AS National Agency of Realtors (NAR) dalam kurung waktu 2016 hingga 2019, tingkat kepemilikan rumah masyarakat kulit putih di AS mencapai angka 71 persen.
Nilai tersebut jauh lebih rendah dalam kategori masyarakat kulit hitam yang hanya menyentuh angka 41 persen. Selaras dengan temuan NFHA, penelitian NAR menunjukkan bahwa faktor yang menghambat kepemilikan rumah dari masyarakat kulit hitam di AS disebabkan oleh sulitnya mendapatkan pinjaman rumah dari bank.
Akses pendidikan
Sulitnya akses terhadap perumahan ini juga merembet ke persoalan lain seperti pendidikan. Menurut laporan dari Center for Education and Civil Rights (CECR) pada 2019, terdapat 50 persen pelajar di sekolah dengan mayoritas pelajarnya berkulit hitam atau berasal dari golongan hispanik yang berasal dari keluarga miskin.
Hal ini tidak terjadi di sekolah yang memiliki pelajar dari golongan kulit hitam dan hispanik dengan persentase kecil. Hal serupa juga ditemukan oleh lembaga Kids Count Data Center yang melaporkan bahwa 28 persen dari anak-anak dari golongan masyarakat kulit hitam hidup di bawah garis kemiskinan. Hal ini berbanding jauh dengan persentase dari golongan masyarakat kulit putih dengan angka sebesar 4 persen.
Sekolah yang banyak menampung anak-anak kulit hitam ini pun memiliki kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan sekolah yang lebih sedikit menampung anak-anak dari golongan masyarakat tersebut. Hal ini disebabkan rendahnya pendanaan yang diterima oleh sekolah-sekolah tersebut.
Pada 2016, laporan dari lembaga EdBuild menunjukkan bahwa sekolah-sekolah dengan populasi pelajar kulit hitam yang besar menerima pendanaan 23 milliar dollar AS lebih sedikit jika dibandingkan dengan sekolah dengan sedikit populasi pelajar kulit hitam. Hal ini sempat memicu protes hingga aksi mogok kerja dari guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut.
Selain perumahan dan pendidikan, kesehatan juga menjadi ganjalan dalam isu ketimpangan kesejahteraan masyarakat kulit putih dan kulit hitam di AS. Menurut Biro Sensus AS, hanya 5,4 persen dari penduduk kulit putih di AS yang tidak memiliki perlindungan asuransi kesehatan.
Angka ini meningkat hampir dua kali lipat pada golongan masyarakat kulit hitam dengan persentase penduduk tanpa perlindungan asuransi sebesar nyaris 10 persen.
Maka, tidak heran apabila warga kulit hitam menjadi salah satu golongan masyarakat yang paling rentan di tengah pandemi Covid-19. Menurut Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat atau CDC, sebanyak 23 persen dari korban meninggal akibat Covid-19 di AS berasal dari golongan kulit hitam.
Kurang harmonis
Sekalipun upaya penanggulangan ketimpangan sosial dan ekonomi terus diupayakan oleh Pemerintah AS, hingga saat ini masih terdapat beberapa indikator yang menempatkan warga kulit hitam belum sejahtera dan menyisakan problem ketimpangan serta relasi antarwarga.
Lembaga survei Gallup mengeluarkan sebuah jajak pendapat pada awal tahun 2020 yang mengamati hubungan antar-ras di negara tersebut. Secara umum, persepsi publik terhadap hubungan masyarakat antar-ras di AS mengalami penurunan selama dua dekade terakhir.
Pada 2001, ketika ditanya apakah mereka puas dengan hubungan masyarakat antar-ras di AS, 44 persen responden dari survei tersebut menyatakan bahwa mereka puas dan 48 persen lainnya menyatakan tidak puas.
Tingkat kemiskinan masyarakat kulit hitam di AS lebih parah dibandingkan dengan ras minoritas lain.
Tingkat kepuasan terhadap relasi ras warga tersebut mengalami penurunan pada Januari 2020. Sebanyak 36 persen dari responden yang menyatakan puas dan lebih dari 58 persen dari responden menyatakan tidak puas.
Jika dilihat lebih rinci, terdapat seperempat responden yang mengaku sangat tidak puas dengan hubungan antar-ras di AS. Adapun mereka yang mengaku sangat puas dengan hubungan antar-ras di AS hanya berada di angka 7 persen.
Tren serupa juga terjadi dalam hal perlakuan terhadap masyarakat kulit hitam. Pada 2001, ketika diberi pertanyaan mengenai seberapa puas mereka terhadap perlakuan yang diterima oleh warga kulit hitam, sebanyak 61 persen dari responden mengaku puas dan 37 persen mengaku tidak puas.
Sebagaimana tingkat kepuasan terhadap relasi antar-ras, respons kepuasan publik juga mengalami penurunan pada aspek perlakuan terhadap warga kulit hitam. Responden yang merasa puas terhadap perlakuan yang setara menurun menjadi 34 persen.
Berkebalikan dengan tingkat kepuasan, responden yang menyatakan tidak puas dengan perlakuan terhadap masyarakat kulit hitam meningkat menjadi 54 persen. Jika dilihat berdasarkan latar belakang ras responden, keresahan masyarakat kulit hitam di AS semakin terlihat. Lebih dari separuh responden kulit hitam (62 persen) menyatakan sangat tidak puas terhadap perlakuan yang mereka terima.
Baca juga : Kepolisian Minneapolis Diusulkan untuk Dibubarkan
Minimnya aspek kesejahteraan warga kulit hitam serta perlakuan yang diskriminatif dalam bidang pendidikan dan kesehatan membuat ketimpangan rasial di AS menjadi problem sosial yang dapat meledak setiap saat. Situasi ini diperburuk dengan temuan jajak pendapat yang memberikan sinyal adanya hubungan antar-ras di AS yang kian kurang harmonis.
Berulangnya kasus ketidakadilan dan diskriminasi rasial seperti yang dialami George Floyd menjadi gambaran nyata relasi sosial yang timpang. Karena itu, upaya mencegah kembalinya peristiwa rasial juga harus diikuti dengan perbaikan ketimpangan sosial bagi warga kulit hitam.
Upaya menghadirkan keadilan sosial mulai dari aturan hingga kebijakan-kebijakan teknis dapat merekatkan kembali keretakan sosial dan mewujudkan harmoni antar-latar belakang masyarakat AS. Dengan demikian, cita-cita luhur Deklarasi Kemerdekaan AS bisa terwujud: menjamin kesamaan perlakuan dan kesempatan bagi tiap warganya. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Mengapa Harus Membayar Berita Daring?