Saat pembatasan sosial dikurangi atau diperlonggar, kegiatan apa yang paling ingin dilakukan oleh warga? Berwisata atau bertemu kerabat?
Oleh
Susanti Agustina S
·4 menit baca
Kuatnya budaya kekeluargaan di Indonesia membuat publik merindukan silaturahmi secara langsung yang tidak dapat dilakukan selama masa pembatasan sosial berskala besar. Silaturahmi dan berwisata menjadi keinginan terbesar yang hendak dilakukan jika pembatasan sosial berakhir.
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia memaksa publik Indonesia melakukan adaptasi terhadap berbagai aktivitas sosial. Sejumlah hal yang biasanya dilakukan harus disesuaikan dengan aturan-aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Selama PSBB berlangsung, terlihat publik melakukan beberapa kebiasaan baru. Jajak pendapat Kompas pada 16-23 Mei 2020 menunjukkan, imbauan pemerintah untuk melakukan segala aktivitas di rumah diikuti sebagian besar responden.
Aktivitas yang dilakukan di rumah antara lain beribadah, berolahraga, dan berbelanja. Khusus soal belanja, selain melalui dalam jaringan (daring), sebagian responden mengaku masih pergi berbelanja ke pasar, baik pasar tradisional maupun modern. Perilaku belanja online cukup tinggi. Responden yang sebelumnya tak pernah berbelanja secara daring sekarang memilih cara itu.
Seiring rencana penerapan normal baru yang mulai disosialisasikan oleh pemerintah, hal itu ditandai dengan pelonggaran pembatasan sosial secara bertahap. Toko, pasar, mal, perkantoran, rumah ibadah, sekolah, dan universitas akan dibuka secara bertahap dengan tetap menerapkan aturan protokol Covid-19.
Masyarakat tetap wajib patuh menjalankan protokol kesehatan dan kebersihan secara ketat karena selama vaksin belum ditemukan, virus Covid-19 akan tetap ada dan terus menjadi ancaman. Mencuci tangan dengan sabun, memakai masker, menjaga jarak, dan menerapkan pola hidup sehat harus menjadi kebiasaan baru setelah fase normal baru diberlakukan.
Hingga 31 Mei, 102 pemerintah kota/kabupaten yang tersebar di 23 provinsi diberi kewenangan menerapkan tatanan normal baru oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Pemerintah pusat berpesan kepada 102 pemerintah kota/kabupaten tersebut bahwa keberhasilan penerapan normal baru tergantung dari kedisiplinan masyarakat.
Silaturahmi
Silaturahmi menjadi kegiatan yang paling banyak dinantikan untuk bisa dilakukan publik pada saat PSBB berakhir. Silaturahmi kepada keluarga, kerabat, dan teman menjadi aktivitas yang disebutkan oleh 42,7 persen responden.
Silaturahmi adalah tradisi saling mengunjungi saudara, kerabat, dan sahabat agar hubungan tidak terputus. Relasi sosial menjalin interaksi merupakan salah satu kebutuhan manusia yang menimbulkan rasa aman dan bahagia.
Mudik yang biasanya dilakukan saat Idul Fitri untuk bersilaturahmi dengan keluarga tertunda akibat penerapan PSBB. Budaya silaturahmi tatap muka dan jabat tangan yang kental di Indonesia kini dipaksa berubah. Sebagian besar responden dalam jajak pendapat menyatakan sejauh ini belum puas dengan silaturahmi secara daring (online) yang dilakukan saat Idul Fitri lalu akibat kebijakan PSBB. Aktivitas silaturahmi secara fisik sangat dirindukan terutama oleh kalangan milenial dewasa (berusia 31-40 tahun), generasi X (41-52 tahun), dan baby boomers (>53 tahun). Meskipun sebagian besar berkeinginan untuk bisa bersilaturahmi, hal itu tak mudah untuk langsung dilakukan karena tetap harus mematuhi protokol kesehatan. Silaturahmi tatap muka harus tetap menjaga jarak, yang berarti tanpa jabat tangan, apalagi berpelukan.
Rencana terbesar kedua setelah silaturahmi adalah berwisata. Sebanyak 13,5 persen publik berharap bisa segera kembali berlibur ke tempat wisata, baik di dalam maupun luar negeri. Harapan untuk segera berwisata ini diungkapkan paling banyak oleh generasi milenial muda (<30 tahun), diikuti generasi milenial matang (31-40 tahun).
Mudik yang biasanya dilakukan saat Idul Fitri untuk bersilaturahmi dengan keluarga tertunda akibat penerapan PSBB.
Keinginan kelompok milenial muda untuk bepergian wisata ini terlihat menonjol dibandingkan dengan kelompok usia di atasnya. Adapun kelompok usia generasi di atas milenial muda cenderung sama kuat antara pergi berwisata dan kegiatan religius.
Kota Yogyakarta, Denpasar, Bandung, Malang, Jakarta, Medan, Lampung, dan Kendari menjadi beberapa kota yang paling banyak disebut akan dikunjungi setelah PSBB berakhir. Sementara itu, tempat wisata, seperti Pantai Kuta, kawasan Puncak Bogor, Dunia Fantasi Ancol, Candi Borobudur, Danau Toba, dan Gunung Bromo, menjadi tempat favorit yang disebut-sebut hendak segera dikunjungi.
Salah satu faktor utama yang memicu minat untuk berwisata setelah PSBB adalah masyarakat sudah jenuh dengan kondisi akibat pandemi. Ketika aturan PSBB benar-benar dilonggarkan, generasi milenial berkeinginan besar untuk kembali melakukan kegiatan wisata.
Peluang emas ini harus dimanfaatkan oleh industri pariwisata. Penerapan protokol keamanan dan kebersihan, higienitas, serta saluran penjualan yang lebih menyesuaikan dengan karakter pelanggan menjadi kunci untuk bangkit menyambut gelombang wisatawan. Sepanjang protokol kesehatan dijalankan dan dipatuhi, sektor pariwisata diharapkan kembali bergairah.
Selain aktivitas bepergian, aktivitas ibadah di masjid, gereja, dan tempat ibadah lain juga dirindukan sebagian responden, termasuk perjalanan ibadah, seperti ziarah, umrah, dan naik haji.
Pada akhirnya, pelonggaran PSBB di satu sisi akan menjadi jawaban atas kerinduan yang selama ini tertahan untuk menjalin silaturahmi dan beraktivitas di luar. Namun, di sisi lain, kedisiplinan masyarakat menjalankan protokol kesehatan menjadi kunci agar pelonggaran pembatasan sosial tak membuka peluang gelombang baru pandemi yang tentu tidak kita hendaki.