Membaca Skenario Pariwisata Indonesia
Kunjungan wisatawan yang menurun dan menyusutnya sektor pariwisata adalah konsekuensi yang harus ditanggung akibat Covid-19. Dalam kondisi ketidakpastian, memproyeksikan situasi pariwisata ke depan menjadi hal penting.
Terpuruknya dunia pariwisata saat tidak diketahui sampai kapan berlangsung. Pada pertengahan April lalu, setidaknya sudah ada 180 destinasi dan 232 desa wisata di Indonesia ditutup.
Seiring dengan itu, laporan bulanan Badan Pusat Statistik (BPS) serta publikasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menunjukkan penurunan wisatawan asing sejak Februari 2020. Kunjungan turis asing bulan kedua di tahun 2020 hanya 800.000 orang. Sementara kunjungan turis asing di bulan-bulan sebelumnya bisa menjadi di atas satu juta wisatawan.
Sebulan kemudian, angka kunjungan turis asing ke Indonesia bahkan hanya tersisa sekitar 470.000 orang. Angka tersebut setara dengan kunjungan wisatawan asing pada tahun 2010. Akibat pandemi Covid-19, kunjungan wisatawan asing mundur hingga 10 tahun ke belakang.
Kondisi itu berdampak secara langsung pada keberlangsungan karyawan di sektor usaha akomodasi. Berdasarkan data Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) pada pertengahan April lalu, setidaknya ada 1.642 hotel dan 353 restoran atau tempat hiburan sudah berhenti beroperasi akibat pandemi Covid-19.
Hotel yang berhenti operasi itu tersebar di 31 provinsi di seluruh Indonesia. Terbanyak berada di wilayah Jawa Barat, Bali, Jawa Timur, dan DKI Jakarta.
Suasana lengang terlihat di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, yang ditutup bagi wisatawan selama masa pandemi Covid-19, Senin (6/4/2020). Industri wisata di kawasan itu terhenti selama pandemi Covid-19.
Baca juga: Pukulan Pariwisata Sepanjang Dua Dasawarsa
Dampak
Dalam kondisi ketidakpastian, memproyeksikan situasi pariwisata ke depan menjadi hal penting. Analisis ini sangat diperlukan sebagai dasar pijakan menyelamatkan perekonomian.
Salah satu upaya mengkaji dampak Covid-19 terhadap pariwisata nasional dilakukan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia. Lembaga ini membagi kejadian pandemi korona ini dalam dua skenario.
Pertama, jumlah kasus berkisar 60.000-an dan diproyeksikan puncak wabah ini terjadi pada pertengahan Mei. Pandemi mulai menurun angka penularannya diperkirakan pada akhir Juni.
Skenario kedua, jumlah kasus diperkirakan lebih dari 100.000 orang. Puncak pandemi diperkirakan terjadi pada awal Juni dan mulai berakhir pada akhir Agustus-September 2020.
Pada skenario kedua ini diasumsikan tidak ada kebijakan untuk mengurangi interaksi antarmasyarakat. Kegiatan berjalan seperti biasanya dan tanpa adanya pencegahan.
Dari dua skenario tersebut terlihat sejumlah proyeksi untuk beberapa indikator pariwisata di Indonesia. Pada skenario pertama jumlah penumpang turun sekitar 62 persen dari jumlah tahun 2019 yang berkisar 16,5 juta orang. Artinya, jumlah penumpang akan turun lebih dari 10 jutaan orang. Pada skenario kedua, jumlah penumpang turun lebih drastis lagi, yakni hingga 86 persen atau lebih dari 14 juta orang.
Baca juga: Mereka Pilih Merugi Ketimbang Terinfeksi
Turunnya penumpang penerbangan internasional ini berimbas pada berkurangnya jumlah turis asing yang datang. Pada skenario pertama, jumlah kedatangan para wisatawan mancanegara akan turun sekitar 43 persen dari jumlah kedatangan tahun 2019 yang berkisar 16,3 juta orang.
Pada skenario pertama ini diperkirakan jumlah wisatawan berkurang sekitar 7 jutaan orang. Pada skenario kedua, diperkirakan akan terjadi pengurangan jumlah turis asing hingga 60 persen atau hampir 10 juta orang.
Berkurangnya arus turis internasional itu juga diikuti dengan anjloknya kunjungan dari wisatawan domestik. Dengan asumsi skenario pertama, diperkirakan para wisatawan lokal ini akan berkurang sekitar 33 persen atau sekitar 90 juta orang.
Pada skenario kedua, kedatangan wisatawan asing terpuruk hingga kisaran 50 persen atau mencapai 137 juta orang. Angka kunjungan ini menurun sangat signifikan karena pada tahun sebelumnya angka kedatangan para turis lokal dalam setahun lebih dari 270 juta orang. Artinya, pada tahun sebelumnya setiap turis domestik mengunjungi lebih dari satu obyek wisata di Indonesia.
Fenomena berkurangnya angka kunjungan tersebut berdampak signifikan bagi sejumlah industri pendukung pariwisata. Setidaknya ada 4 sektor yang terdampak secara langsung, yakni penyedia akomodasi dan makan-minum; transportasi dan pergudangan; perdagangan; dan jasa lainnya seperti hiburan, seni, serta rekreasi.
Dari keempat sektor ini, usaha penyedia akomodasi dan makan-minum terpukul paling telak. Kontribusi sektor ini dalam keseluruhan bisnis pariwisata mencapai 65 persen per tahun, mengindikasikan perputaran uang di usaha ini sangat besar.
Baca juga: PHRI: Sampai 2 April 2020, 1.139 Hotel Tutup Sementara
Pertumbuhan pariwisata
Dalam proyeksi LPEM FEB UI, ketika pandemi korona nanti sudah berakhir, produk domestik bruto (PDB) sektor akomodasi dan makan-minum tidak akan tumbuh dengan cepat. Ada dua macam skenario yang disodorkan, yakni skenario pertama berupa perlambatan menengah dan skenario kedua yang perlambatannya lebih tinggi.
Pada skenario pertama, PDB sektor akomodasi akan melambat sekitar minus 0,39 persen dari kondisi sebelum adanya wabah. Selain itu, jumlah pekerja sektor akomodasi juga menurun sekitar minus 0,42 persen dari kondisi sebelumnya. Pada skenario kedua, PDB sektor akomodasi kian melambat lagi menjadi minus 0,91 persen dan jumlah pekerjanya berkurang lebih banyak lagi sekitar minus 97 persen.
Notasi minus pada proyeksi tersebut mengindikasikan tidak terjadi pertumbuhan yang lebih baik dari kondisi sebelum adanya wabah korona. Sektor usaha berikut serapan tenaga kerjanya masih berupaya merangkak naik seiring dengan membaiknya keadaan.
Dari sisi pendapatan, setidaknya ada empat daerah yang menghasilkan produk domestik regional bruton (PDRB) sektor akomodasi dan makan minum terbanyak di Indonesia. Daerah tersebut adalah Provinsi DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, dan Bali.
Ke-4 provinsi ini pada tahun 2018, memberikan kontribusi dari sektor akomodasinya masing-masing lebih dari Rp 30 triliun. Bahkan, untuk Provinsi Jatim dan DKI Jakarta nilai PDRB sektor akomodasinya mencapi Rp 85 triliun. Secara nasional, bila dirata-rata jumlah PDRB masing-masing provinsi di Indonesia mencapai Rp 10 triliun setahun.
Bergairahnya usaha jasa akomodasi pariwisata tersebut berdampak pada penyerapan jumlah tenaga kerja yang relatif banyak. Sekitar 8,45 juta orang di seluruh Indonesia terlibat dalam bisnis leisure ini. Jika dirinci berdasarkan provinsi, setidaknya ada 3 daerah yang menyerap tenaga kerja sektor akomodasi terbanyak di Indonesia.
Terdiri dari Provinsi Jabar, Jateng, dan Jatim yang menyerap jumlah pekerja masing-masing lebih dari 1 juta orang. Bahkan, di Jabar jumlah pekerjanya mencapai 1,84 juta orang. Daerah seperti Bali dan DKI Jakarta jumlah pekerjanya jauh lebih sedikit dari ketiga provinsi itu, yakni berkisar antara 300.000 dan 500.000 orang.
Hal ini mengindikasikan jika tingkat perputaran uang di Jakarta dan Bali di bisnis akomodasi sangat tinggi. Dengan jumlah pekerja yang lebih sedikit, tetapi menghasilakan pendapatan jasa akomodasi yang tergolong tinggi di Indonesia.
Dalam kondisi pandemi seperti saat ini, sejumlah daerah yang memiliki PDRB sektor akomodasi yang tinggi itu akan sangat terasa dampaknya. Sepinya kunjungan wisatawan menyebabkan sejumlah usaha merugi dan bahkan gulung tikar.
Baca juga: Pariwisata Lesu, Sektor Pendukung Terkena Dampak
Dari 34 provinsi, setidaknya ada 4 provinsi yang akan mengalami penurunan sumbangan sektor akomodasi terbanyak di Indonesia. Daerah tersebut adalah Provinsi DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, dan Bali.
Jika menggunakan skenario pertama, ke-4 daerah ini diperkirakan akan berkurang kontribusi akomodasinya berkisar Rp 100 miliar hingga Rp 300 miliar. Bila menggunakan skenario kedua, nilai berkurangnya kontribusi sektor akomodasi lebih besar lagi, yakni berkisar Rp 280 miliar hingga hampir Rp 800 miliar.
Daerah yang menanggung perlambatan pertumbuhan sektor akomodasi tertinggi pascakorona terjadi di DKI Jakarta dan Jatim. Kedua daerah ini masing-masing diperkirakan akan berkurang nilai kontribusinya berkisar Rp 300 miliar hingga Rp 780 miliar.
Dari sisi tenaga kerja, pascakorona nanti diperkirakan jumlah pekerja sektor akomodasi akan berkurang berkisar 35.000 hingga 82.000 orang. Bila dilihat dari skenario pertama, setidaknya akan ada 7 daerah yang diperkirakan akan mengalami pengurangan jumlah pekerja sektor akomodasi terbanyak di Indonesia.
Daerah tersebut adalah Provinsi Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, Banten, dan Bali. Ke-7 provinsi ini diperkirakan akan kehilangan pekerja setidaknya masing-masing lebih dari 1.300 orang. Terbanyak berada di Jabar, Jateng, dan Jatim yang masing-masing berkisar lebih dari 5.000 orang.
Jika menggunakan skenario kedua, jumlah tenaga kerja yang hilang akan lebih dari 80.000 secara nasional. Akan ada 16 provinsi yang jumlah pengurangan pekerja akomodasinya masing-masing lebih dari 1.000 orang per provinsi. Provinsi tersebut adalah Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Yogyakarta, Jatim, Banten, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan.
Sama seperti skenario pertama, daerah yang diperkirakan mengalami pengurangan jumlah pekerja akomodasi terbanyak berpusat di tiga daerah. Jabar, Jateng, dan Jatim yang masing-masing berkisar lebih dari 11.000 orang. Bahkan, di Jabar diperkirakan akan lebih dari 17.000 orang.
Dalam kondisi seperti ini peranan pemerintah sangat besar untuk melindungi segenap usaha yang terdampak wabah korona. Kebijakan penambahan biaya fiskal untuk penanganan koronan hingga kisaran Rp 400 triliun diharapkan mampu untuk menstimulasi sejumlah usaha yang terdampak wabah ini.
Program jaminan dan perlindungan sosial juga menjadi penting mendukung pekerja pariwisata yang terdampak Covid-19. Sembari itu, pemerintah dapat terus mengembangkan infrastruktur pariwisata. Tujuannya, agar ketika masa pandemi ini berakhir, pariwisata nasional bisa melaju cepat menarik wisatawan. (LITBANG KOMPAS)