Publik menilai agenda reformasi yang sudah berjalan 22 tahun belum tuntas. Sebagian agenda sudah dijalankan, tetapi ketidakpuasan masih membayangi perjalanan reformasi.
Oleh
Topan Yuniarto/ Litbang Kompas
·5 menit baca
KOMPAS/EDDY HASBY
Mahasiswa se-Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi mendatangi Gedung MPR/DPR, Mei 1998, menuntut reformasi dan pengunduran diri Presiden Soeharto. Sebagian mahasiswa melakukan aksi duduk di atap Gedung MPR/DPR.
”Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai presiden, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998,” ucap Presiden Soeharto saat mengundurkan diri dari jabatannya (Kompas, 22 Mei 1998). Tampuk pimpinan kepresidenan akhirnya berlanjut di tangan BJ Habibie.
Dalam pidato pelantikannya sebagai presiden, BJ Habibie memahami aspirasi masyarakat yang menuntut upaya peningkatan kehidupan politik yang sesuai zaman. Masyarakat menuntut reformasi menuju pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme serta kehidupan ekonomi yang lebih adil.
Sepekan sebelum Soeharto mundur, terjadi gelombang unjuk rasa di sejumlah kota yang dilakukan mahasiswa, didukung cendekiawan dan tokoh masyarakat.
Ketidakpuasan 22 tahun silam masih terasa hingga hari ini. Setidaknya hal ini tergambar dari hasil jajak pendapat Kompas, awal Mei. Masih ada ketidakpuasan publik terhadap proses reformasi, baik di bidang politik, hukum, ekonomi, maupun birokrasi pemerintahan.
JB SURATNO
Pada 15 Januari 1998, Direktur Pelaksana IMF Michel Camdessus dengan bersidekap menyaksikan Presiden Soeharto meneken memorandum IMF. Soeharto akhirnya bersedia melaksanakan reformasi ekonomi demi total pinjaman 4 miliar dollar AS, menyusul anjloknya nilai rupiah hingga Rp 11.700 pada 7 Januari 1998, atau tiga hari setelah pengumuman RAPBN berdasarkan kurs Rp 4000 per dollar AS.
Cita-cita membangun politik yang bersih dan berintegritas, seperti harapan reformasi, tampaknya belum sesuai harapan. Sebanyak 65,5 persen responden menyatakan ketidakpuasannya terhadap reformasi di bidang politik.
Masih tingginya ketidakpuasan ini mengindikasikan bahwa berbagai perubahan di bidang politik yang dilakukan selama ini dinilai responden belum benar-benar memberikan manfaat signifikan bagi kesejahteraan rakyat. Padahal, politik demokratis sejatinya menjadi alat menyejahterakan masyarakat.
Upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN juga tidak bisa dilepaskan dari proses elektoral pengisian jabatan publik. Namun, pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah langsung, sebagai salah satu capaian reformasi, masih diwarnai politik uang. Kepentingan politik yang tidak dikelola dengan cara-cara beretika melahirkan praktik politik yang jauh dari cita-cita reformasi 1998.
ARSIP HARIAN KOMPAS
Seorang mahasiswa jatuh tergeletak dikerubungi pasukan antihuru-hara yang berusaha membubarkan aksi unjuk rasa menuntut Presiden Soeharto mundur, di depan Kampus Trisakti, Grogol, 12 Mei 1998.
Jika pada masa Orde Baru publik tidak bisa memilih langsung presiden, kepala daerah, dan anggota legislatif, kini publik bisa menentukan secara langsung siapa yang akan mereka anggap bisa mewakili aspirasinya. Apresiasi ini disampaikan 70,4 persen responden.
Pemilihan kepala daerah berbiaya tinggi menimbulkan ongkos politik yang terlalu ”mahal”. Kondisi ini menjerumuskan politisi atau kepala daerah dalam godaan korupsi. Rentetan kasus korupsi kepala daerah yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi sinyal dari fenomena ini.
Meski praktik politik biaya tinggi cenderung seiring sejalan dengan demokrasi elektoral langsung, publik memberikan apresiasi terhadap proses pelaksanaan pemilu yang dinilai lebih baik dibandingkan dengan era Orde Baru. Jika pada masa Orde Baru publik tidak bisa memilih langsung presiden, kepala daerah, dan anggota legislatif, kini publik bisa menentukan secara langsung siapa yang akan mereka anggap bisa mewakili aspirasinya. Apresiasi ini disampaikan 70,4 persen responden.
Selain pelaksanaan pemilu langsung, aspek politik lainnya yang cukup mendapatkan apresiasi positif dari publik adalah terkait pembuatan undang-undang, kontrol DPR terhadap pemerintah, dan peran partai politik. Meskipun angka apresiasi pada ketiga sektor ini tak terlalu menonjol, setidaknya memberikan gambaran bahwa lembaga legislatif telah berusaha menjalankan agenda reformasi. Hal ini berbeda jauh ketika era Orde Baru saat lembaga legislatif seakan hanya sekadar menjadi stempel bagi rezim penguasa.
Korupsi
Hampir senada dengan bidang politik, reformasi di bidang hukum juga masih menyisakan ketidakpuasan. Ketidakpuasan ini disuarakan 81,6 persen responden. Isu korupsi menjadi perhatian publik ketika berbicara soal reformasi di bidang hukum. Meskipun sejak 2002 sudah dibentuk KPK, kasus korupsi masih terus berulang. Pelaku korupsi yang ditangani KPK sebagian besar merupakan pejabat publik yang berasal dari proses pencalonan dalam partai politik, seperti anggota DPR/DPRD, gubernur, serta bupati dan wali kota.
Reformasi di bidang hukum juga masih menyisakan ketidakpuasan. Ketidakpuasan ini disuarakan 81,6 persen responden.
Korupsi juga masih terjadi dalam dunia peradilan. Praktik mafia peradilan dan jual-beli perkara belum bisa sepenuhnya diatasi pada era reformasi. Sejumlah aparat peradilan, seperti hakim dan panitera, tak lepas dari jerat KPK dengan dugaan suap menangani perkara.
ANTARA/RIVAN AWAL LINGGA
Tersangka kasus suap, mantan panitera PN Jakarta Utara, Rohadi, memasuki gedung saat akan menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis (27/10/2016). Rohadi kembali mengajukan gugatan praperadilan yang ketiga kalinya atas penetapan tersangka dirinya oleh KPK.
Komitmen negara menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia masa lalu juga menjadi pekerjaan rumah bangsa terkait supremasi hukum. Sebut saja soal penyelesaian kasus Semanggi I dan II dengan korban jiwa dari mahasiswa sebagai bagian dari aksi reformasi, sampai hari ini masih gelap proses penyelesaiannya.
Sementara itu, di bidang ekonomi, publik menyatakan tidak puas dengan reformasi yang dijalankan selama ini. Ketidakpuasan itu disuarakan 65 persen responden. Hanya 28,7 persen responden merasa puas. Berbagai terobosan sebenarnya telah dilakukan pemerintah untuk mengikis kesenjangan ekonomi dan membuka lapangan kerja seluasnya.
Namun, upaya itu tampaknya dipandang publik belum cukup. Hal itu makin tampak saat terjadi pandemi Covid-19 akibat virus korona baru. Jutaan masyarakat miskin serta warga terdampak pandemi memerlukan bantuan sosial. Hal ini memberikan indikasi reformasi ekonomi masih memiliki pekerjaan rumah yang tidak ringan. Apalagi dampak pandemi Covid-19 makin membuat tantangan pemerintah lebih berat dalam mendorong ekonomi yang berkeadilan.
Reformasi birokrasi
Pekerjaan rumah lainnya yang juga harus digarap pemerintah adalah terkait reformasi birokrasi. Sebagai salah satu amanat reformasi, upaya ini masih dinilai belum maksimal. Sebanyak 64,9 persen responden menyatakan tidak puas dengan pencapaian reformasi di sektor ini. Sasaran reformasi birokrasi adalah menciptakan birokrasi yang bersih dan akuntabel, efektif dan efisien, serta berkualitas.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Para aparatur sipil negara (ASN) mengikuti upacara Hari Ulang Tahun Ke-47 Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (29/11/2018). Kegiatan tersebut dihadiri oleh Presiden Joko Widodo yang bertindak sebagai inspektur upacara.
Upaya menciptakan reformasi birokrasi tentu tidak mudah dengan budaya birokrasi yang belum seirama dengan tuntutan perubahan. Fenomena ego sektoral, misalnya, sampai kini masih terjadi sehingga sedikit banyak menjadi ganjalan bagi upaya menciptakan birokrasi yang ideal. Pada akhirnya, menegakkan kembali cita-cita reformasi akan selalu menghadapi benturan beragam kepentingan.
Jalan terjal akan selalu menghadang upaya untuk menuntaskan agenda reformasi. Tidak bisa dimungkiri, penuntasan janji-janji reformasi masih akan tetap menjadi agenda besar bangsa ini. Kolaborasi masyarakat sipil, termasuk mahasiswa, tetap harus menjadi energi yang siap mengawal dan mengontrol jalannya penuntasan janji reformasi tersebut.