Berubah demi Bertahan Saat Pandemi
Banyaknya PHK menurunkan daya beli. Kondisi ini membuat produsen mengubah haluan jenis usaha. Ada pula yang beralih menjual produknya secara daring.
Pandemi Covid-19 membuat situasi ekonomi berubah tiba-tiba. Tantangan berat harus dihadapi pelaku usaha. Selain pembatasan sosial yang membuat masyarakat tak leluasa berbelanja, banyaknya pemutusan hubungan kerja turut menurunkan daya beli.
Ada yang mengubah haluan jenis usaha, ada pula yang beralih menjual produknya secara daring. Pergeseran jenis produk dan bentuk penjualan tiba-tiba harus dilakukan demi tetap bertahan.
Situasi ekonomi masyarakat tiba-tiba tampak suram kala pandemi Covid-19 melanda. Jumlah pekerja yang telah dirumahkan dan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat terdampak Covid-19 sudah menembus 2 juta orang.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan per 20 April 2020, terdapat 2.084.593 pekerja dari 116.370 perusahaan yang dirumahkan dan terkena PHK akibat terimbas pandemi korona ini. Adapun rinciannya, di sektor formal, 1.304.777 pekerja dirumahkan dari 43.690 perusahaan. Sementara yang terkena PHK mencapai 241.431 orang dari 41.236 perusahaan.
Tidak seperti krisis ekonomi 1998 yang memukul korporasi besar dan sektor keuangan, Covid-19 meluluhlantakkan semua sektor ekonomi dan pelaku bisnis, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pada krisis ekonomi 1998, sektor informal tidak terganggu, bahkan menjadi katup pengaman.
Dampak Covid-19 terhadap ekonomi Indonesia makin berat. Optimisme konsumen pada Maret 2020 melemah dari bulan sebelumnya. Berdasarkan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia (BI), penurunan optimisme konsumen terlihat dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan Maret sebesar 113,8 atau lebih rendah dari 117,7 pada Februari 2020.
Menurunnya persepsi konsumen disebabkan keterbatasan lapangan kerja seiring menurunnya Indeks Kondisi Ekonomi pada Maret 2020 sebesar 103,3. Angka ini menurun 2,2 poin dari bulan Februari 2020.
Sementara Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK) juga turut menurun sebesar 5,5 poin menjadi 124,3, terutama akibat menurunnya ekspektasi konsumen terhadap kegiatan usaha pada enam bulan mendatang.
Pandemi Covid-19 ini telah meluluhlantakkan hampir semua sektor ekonomi, dunia transportasi, dan pariwisata, termasuk juga bisnis turunannya, seperti hotel, destinasi wisata, rumah makan, pemandu wisata, dan bisnis perjalanan wisata.
Namun, setelah dua bulan sejak diumumkan adanya korban Covid-19 di Indonesia, semua sektor pun terdampak dan berusaha untuk bertahan. Masyarakat menjadi lebih fokus berbelanja untuk kebutuhan primer, seperti makanan dan alat kesehatan, daripada kebutuhan sekunder dan tersier.
Survei Konsumen Bank Indonesia juga menunjukkan, keyakinan konsumen untuk membeli durable goods tercatat sebesar 109,9 atau lebih rendah dari 112,3 pada bulan sebelumnya.
Selama masa pandemi ini terjadi pergeseran kebutuhan dalam masyarakat. Mereka cenderung mengesampingkan hal-hal sekunder. Penurunan pembelian terutama terjadi untuk barang elektronik, seperti televisi, komputer, dan telepon genggam.
Pandemi Covid-19 ini telah meluluhlantakkan hampir semua sektor ekonomi.
Masyarakat kian memilih untuk belanja daring seiring dengan peningkatan jumlah kasus Covid-19. Survei Konsumen saat pandemi Covid-19 yang dilakukan oleh AC Nielsen juga menunjukkan adanya beragam pergeseran dalam pilihan konsumsi.
Sebanyak 50 persen konsumen menyatakan akan mengurangi aktivitas hiburan di luar rumah dan 30 persen konsumen merencanakan untuk lebih sering berbelanja secara daring.
Arahan pemerintah untuk tetap berada di rumah bahkan mendorong konsumen untuk memasak sendiri. Survei AC Nielsen menyebut, 49 persen konsumen menjadi lebih sering memasak di rumah.
Akibatnya, terjadi kenaikan penjualan bahan pokok, seperti telur naik 26 persen, daging naik 19 persen, daging unggas naik 25 persen, serta buah dan sayur meningkat 8 persen. Produk bumbu masak dan farmasi menunjukkan pertumbuhan penjualan tertinggi di segmen ritel, masing-masing 44 persen dan 48 persen.
Pandemi Covid-19 juga membuat konsumen lebih memperhatikan kesehatan. Sebanyak 44 persen konsumen mengaku menjadi lebih sering mengonsumsi produk kesehatan dan 37 persen lebih sering mengonsumsi minuman bervitamin.
Di sisi lain, anjloknya pendapatan di berbagai sektor memaksa sebagian pelaku usaha dengan cepat mengubah haluan bisnis. Namun, sebagian lagi berupaya melakukan berbagai terobosan dalam memasarkan produk. Segala upaya dilakukan demi mampu bertahan di masa pandemi.
Berubah haluan
Pandemi Covid-19 yang belum diketahui kapan akan berakhir ini membuat sebagian pelaku usaha akhirnya mengubah haluan. Adapu sebagian lainnya melakukan berbagai cara tersendiri untuk memastikan kepercayaan pelanggan sehingga bisnis dapat tetap berjalan. Ide-ide kreatif pun dihadirkan untuk melayani konsumen yang harus melakukan berbagai kegiatan di rumah.
Ada yang melihat peluang untuk lebih produktif pada layanan pesan antar. Salah satunya menggunakan aplikasi daring, seperti GoFood. GoFood bekerja sama dengan mitranya untuk menjaga bersama kepercayaan pelanggan, terutama saat pandemi Covid-19.
Takoyaki Ichi, misalnya, menggunakan safety seal untuk kemasan makanan. Takoyaki Ichi bahkan memberikan hand sanitizer sebagai bonus dari pembelian paket dua kotak Takoyaki atau Okonomiyaki.
Sementara itu, Hoka-Hoka Bento mengingatkan pembeli dengan menuliskan pesan untuk membuang pembungkus lapisan pertama paket makanan yang diterima dari pengemudi GoFood sebelum membawanya ke dalam rumah.
Permintaan makanan beku pun meningkat. Pasalnya, setelah dianjurkan bertahan di rumah, masyarakat ingin memasak sendiri makanannya, tetapi tetap bervariasi. Selain camilan, makanan beku juga jadi primadona karena dapat disimpan lama.
Berbagai UKM ataupun restoran yang harus tutup karena PSBB membuat pilihan paket-paket makanan beku yang dapat langsung dipanaskan, digoreng atau dipanggang, oleh konsumen. Mulai dari produk nugget, risol, donat, bakso plus iga sapi lengkap dengan bumbu, paket daging steik berikut bumbu dan sayur serta kentang, paket mi udon, dan lain sebagainya.
Sebut juga Es Teler 77. Restoran yang menyajikan minuman es teler dan aneka makanan khas Nusantara ini menjadi salah satu pelaku usaha yang beralih memasarkan produk-produk makanan beku (frozen food), makanan siap masak, serta makanan siap santap. Bahkan, penjualan makanan beku dan siap saji tersebut sudah dimulai sejak 23 Maret 2020.
Kebiasaan masyarakat yang mulai bergeser dengan melirik produk-produk minuman sehat membuat pelaku usaha beralih dengan memproduksi sendiri jus buah, susu, empon-empon, bahkan menjadikannya sebagai bonus saat berbelanja produk utama.
Bukalapak bahkan mengantisipasi peningkatan pembelian produk sembako dengan memperluas pilihan produk tersebut di laman e-commerce-nya. Ragam produk, baik yang dijual satuan maupun paket, berisi sembako memenuhi laman e-commerce tersebut.
Menurunnya order pakaian, sepatu, dan tas bahkan mendorong para pengusaha produk tersebut menggerakkan tenaga penjahitnya mengubah haluan untuk membuat masker dari kain.
Sebut saja apa yang dilakukan Tzeza Leathermade di Bandung, penjahit kebaya di Bali, bahkan produsen batik pun ikut memproduksi masker dari batik. Sementara komunitas yang merupakan para penjahit di Malang beralih membuat alat pelindung diri berupa baju hazmat bagi tenaga medis.
Dalam bidang kesehatan ada ketakutan untuk konsultasi kesehatan ke rumah sakit karena rumah sakit sedang fokus menangani wabah Covid-19. Masyarakat menghindari risiko tertular Covid-19.
Masyarakat kian sadar berperilaku hidup sehat, menjaga jarak, dan sebisa mungkin tidak ke rumah sakit. Namun, konsultasi dan pemeriksaan jarak jauh sering kali harus dilakukan pada saat sakit mendera.
Masyarakat dipaksa mengadopsi gaya baru berobat, yaitu secara virtual baik untuk konsultasi maupun pemesanan resep obat lewat telemedicine dan virtual health. Layanan ini bisa diakses antara lain di KlikDokter dan HaloDoc.
Normal baru
Covid-19 menjadi momentum terbentuknya kebiasaan yang mungkin menjadi kenormalan baru. Sebelum Covid-19, transaksi secara daring hanya salah satu pilihan.
Namun, saat ini, mempromosikan dan menjual produk melalui platform daring menjadi keharusan agar mampu mempertahankan bisnis karena publik semakin terbiasa berbelanja secara daring.
Melalui webinar, seminar daring, ada yang membahas perilaku konsumen dan masyarakat secara umum selama pandemi. Salah satu kesimpulan yang muncul, jika masa sulit akibat wabah Covid-19 berlangsung lama hingga lebih dari setahun, mungkin hal ini dapat mengubah kepribadian ataupun gaya hidup seseorang, bahkan masyarakat.
Memakai masker kain setiap keluar rumah, rajin cuci tangan, menjaga jarak fisik, serta menghindari kerumunan dipercaya akan menjadi sesuatu yang normal dilakukan meski wabah Covid-19 berakhir. Demikian halnya dengan aktivitas bekerja, belajar, beribadah, dan berbelanja dari rumah. Ini juga mungkin menjadi kenormalan baru di tengah masyarakat.
Sementara bagi pelaku usaha, kejelian melihat peluang bisnis di saat krisis menjadi kunci untuk mampu bertahan, bahkan kesempatan mendulang keuntungan. Namun, pelaku usaha saat ini tidak hanya dituntut untuk mampu menyediakan apa yang dibutuhkan konsumen semata.
Pelaku usaha yang mampu menunjukkan kepedulian, empati, kepada mereka yang terdampak akibat Covid-19 serta tenaga medis akan tetap mendapatkan kepercayaan dan tidak akan ditinggalkan. (LITBANG KOMPAS)