Menggugat Manfaat Kartu Prakerja
Program Kartu Prakerja di masa pandemi Covid-19 menimbulkan polemik di masyarakat. Dua persoalan yang mengemuka adalah transparansi pengadaan dan efektivitas program berkaitan dengan momentum peluncurannya.
Ada idiom yang mengatakan bahwa lebih baik memberikan alat pancing daripada memberikan ikan. Konsep inilah yang kiranya ingin diwujudkan pemerintah melalui program Kartu Prakerja. Keputusan ini diambil alih-alih memberikan bantuan sosial atau uang tunai yang dapat disalahgunakan atau habis digunakan dalam waktu singkat.
Meski demikian, sejak munculnya program ini, datang pula polemik terkait pemilihan tender yang disinyalir tidak sesuai dengan aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Masalahnya, perencanaan pemilihan tender atau aplikator penyedia pelatihan sudah dicanangkan pada 2019 lalu dan saat itu Covid-19 belum menjadi pandemi di Indonesia. Berdasarkan rencana tersebut, program ini diharapkan akan mulai berjalan pada Januari 2020.
Lalu, muncul delapan mitra aplikator, yaitu Ruangguru, MauBelajarApa, HarukaEdu, PijarMahir, Sekolah.mu, Sisnaker, Tokopedia, dan Bukalapak yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai penyelenggara pelatihan daring Kartu Prakerja sebagai pembuka program ini. Sementara itu, ada juga empat mitra aplikator (BNI, OVO, Gopay, dan Linkaja) sebagai penyedia dompet digital untuk transaksi dana selama program ini berjalan.
Polemik dibuka dengan keberadaan Staf Khusus Presiden, Adamas Belva Syah Devara, yang kala itu juga menjabat sebagai pendiri dan CEO Ruangguru. Kini, Belva sudah mengundurkan diri dari jabatan Staf Khusus Presiden demi menghindari adanya polemik konflik kepentingan. Walau demikian, polemik transparansi pengadaan masih bergulir.
Kejanggalan transparansi pengadaan barang dan jasa coba dijawab dengan landasan peraturan meskipun masih menyisakan tanda tanya. Peraturan Kartu Prakerja ini didasari oleh Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja melalui Program Kartu Prakerja yang terbit pada 28 Februari 2020.
Selain itu juga ada dua peraturan lainnya yang semakin menguatkan terbitnya program ini. Pertama, Peraturan Menteri Keuangan No 25/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penganggaran, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Kartu Prakerja yang ditetapkan pada 24 Maret 2020. Kedua, Peraturan Menteri Perekonomian No 3/2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja yang terbit pada 27 Maret 2020.
Kemudian, pada 31 Maret 2020 terbit Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau (Perppu) No 1/2020 sebagai solusi perekonomian di tengah situasi krisis karena pandemi. Jika dicermati, Peraturan Menteri Keuangan No 25/PMK.05/2020 dan Peraturan Menteri Perekonomian 3/2020 menjadi mendesak untuk dikeluarkan setelah muncul Perppu No 1/2020 tersebut. Dalam perppu tersebut termuat unsur kedaruratan yang memungkinkan diterapkannya kebijakan-kebijakan pemerintah terkait situasi krisis ekonomi.
Narasi urgensi inilah yang kemudian menjadikan semua terlihat wajar jika program Kartu Prakerja dan para mitranya langsung mengudara di tengah situasi pandemi. Namun, jejak penetapan surat perjanjian dan publikasi lainnya kedelapan mitra pelatihan daring dan keempat mitra transaksi dana tersebut sulit ditemukan.
Hingga saat ini, dalam arsip lelang barang dan jasa tidak dapat ditemukan adanya dokumentasi pengadaan program Katu Prakerja yang memuat alur pendaftaran, seleksi, dan penentuan tender.
Ketidakjelasan alur pengadaan ini jelas memicu polemik lantaran anggaran yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ini tidaklah sedikit. Pemerintah mengalokasikan Kartu Prakerja dengan anggaran sebesar Rp 20 triliun. Alokasi ini memiliki porsi sekitar 4,9 persen dari total keseluruhan anggaran pemerintah untuk penanganan pandemi yang sebesar Rp 405,1 triliun.
Sejak munculnya program ini, datang pula polemik terkait pemilihan tender yang disinyalir tidak sesuai dengan aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Dari jumlah anggaran sebesar Rp 20 triliun itu, sebanyak Rp 19,88 triliun digunakan untuk manfaat dan insentif kepada masyarakat yang nominalnya masing-masing Rp 3,55 juta untuk 5,6 juta peserta yang mendaftar di prakerja.go.id dan dipilih acak sesuai sistem Kartu Prakerja. Sisanya digunakan untuk operasional program.
Menjawab polemik ini, Direktur Komunikasi Manajemen Pelaksana Prakerja Panji Winanteya Ruky menjelaskan bahwa pemilihan perusahaan penyelenggara pelatihan sebenarnya terbuka.
Namun, di awal pembuka program ini, dicoba delapan mitra pelatihan yang nantinya akan dievaluasi lagi. Dengan kata lain, pemerintah masih terbuka kerja sama dengan platform pelatihan daring yang lain dan akan diseleksi dengan manajemen pelaksana yang terbentuk pada 17 Maret 2020.
Momentum krisis
Selain persoalan transparansi pengadaan barang dan jasa, momentum Kartu Prakerja ini juga dinilai kurang tepat bila diterapkan pada situasi krisis karena pandemi ini. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) Mirah Sumirat menilai, keputusan pemerintah mengeluarkan program Kartu Prakerja dapat dikatakan terlalu dipaksakan. Hal ini kurang tepat dalam menghadapi persoalan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dialami oleh para buruh yang sekarang menganggur.
Hal senada disampaikan peneliti Intitute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus. Sebab, program ini seharusnya melewati masa uji coba, bukan menjadi solusi mengatasi permasalahan sosial. Masa uji coba yang dimaksud tentu saja bukan saat pandemi dan krisis ekonomi seperti saat ini.
Beberapa sektor ekonomi saat ini sedang mati suri sehingga jaminan ketersediaan lapangan pekerjaan tidak ada. Hal ini akan kontradiktif jika disandingkan dengan kemungkinan masyarakat yang sudah mengikuti berbagai pelatihan daring dan mengantongi sertifikat elektronik. Perihal ketersediaan lapangan kerja inilah yang masih menjadi pertanyaan besar setelah pandemi usai dan masih meninggalkan kesulitan ekonomi.
Seperti yang diketahui, ratusan ribu perusahaan terdampak dan terpaksa merumahkan atau melakukan PHK terhadap para pekerjanya. Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian Tenaga Kerja, hingga 20 April 2020 terdapat 116.370 perusahaan terdampak pandemi.
Sebanyak 84.926 perusahaan atau 73 persen merupakan sektor formal. Sementara 31.444 perusahaan atau 27 persen merupakan sektor informal. Dari sisi tenaga kerja, para pekerja sektor formal yang dirumahkan hingga PHK tercatat sebanyak 1.546.208 orang.
Benturan antara ketersediaan lapangan pekerjaan ini dan jumlah pengangguran nampaknya kurang terjawab oleh Kartu Prakerja. Jika merujuk kembali ke Perpres No 36/2020, konsep Kartu Prakerja dalam Poin A (Bagian Menimbang) menyebutkan bahwa program ini dalam rangka perluasan kesempatan kerja, peningkatan produktivitas, dan daya saing bagi angkatan kerja, perlu diberikan pengembangan kompetensi kerja.
Maka, program ini memang lebih tepat ditujukan bagi angkatan kerja yang belum bekerja atau baru lulus sekolah karena sangat berguna bagi pembekalan kompetensi diri sebelum memasuki dunia kerja.
Bagi pekerja yang diberhentikan atau dirumahkan, bantuan tunai untuk memperpanjang hidup lebih dibutuhkan untuk saat ini. Belum lagi deretan program pelatihan yang belum tentu sinkron dengan kebutuhan industri kerja yang tersedia nantinya. Sinkronisasi antara pelatihan dan lapangan pekerjaan yang tersedia memang sudah menjadi persoalan menahun mengatasi pengangguran di Indonesia.
SDM unggul
Data terakhir pada Kamis, 16 April 2020, tercatat sebanyak 5.965.048 akun yang mendaftar dari gelombang pertama dan kedua. Sementara itu, yang sudah melakukan verifikasi NIK sebanyak 3.294.190 akun. Menanggapi antusiasme ini, manajemen pelaksana dan platform akan fokus menambah jumlah dan variasi jenis ataupun lembaga pelatihan.
Keterbukaan pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa tentu sangat diperlukan agar tidak menimbulkan kecurigaan masyarakat yang kemudian membangun narasi-narasi di ruang publik. Ini dapat menjadi pembelajaran penting ketika ingin menjalankan program-program lainnya baik dalam situasi normal maupun darurat.
Baca juga : Distopia Menjemput Pekerja Saat Pandemi
Lagi pula, gagasan e-government yang sudah lama dicanangkan seharusnya memungkinkan keterbukaan pemerintah baik secara sikap maupun praktik serba daring yang dapat diakses publik.
Keputusan pemerintah untuk tidak langsung memberikan bantuan tunai tentu sudah dipertimbangkan secara matang sebelumnya. Selain karena bantuan tunai sifatnya sementara, jaring pengaman seperti ini juga rentan pada praktik korupsi yang terselubung dalam selimut birokrasi. Tentu saja hal ini dapat diantisipasi dengan memberikan pembekalan atau ”kail” sehingga masyarakat dapat memperoleh pembekalan untuk keberlanjutan roda ekonomi rumah tangga.
Sebagai upaya pengembangan sumber daya manusia, program Kartu Prakerja memberikan angin segar peningkatan sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Terlebih pembangunan manusia di Indonesia masih di bawah sejumlah negara ASEAN.
Indeks Pembangunan Manusia 2019 yang diterbitkan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) menempatkan kualitas manusia Indonesia di peringkat ke-111 dari 189 negara. Peringkat itu di bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
Namun, dalam situasi krisis seperti saat pandemi Covid-19, upaya pemerintah dalam memberdayakan masyarakat perlu dilakukan dari sisi daya tahan krisis. Berpijak dari penanganan krisis ekonomi 1998, titik berat program pemerintah dalam menghadapi krisis adalah menjaga keterjangkauan harga pangan, menjaga daya beli masyarakat terutama warga miskin, serta mengupayakan pemeliharaan akses kesehatan dan pendidikan masyarakat.
Jika peluncuran Kartu Prakerja tidak dilakukan pada situasi krisis seperti saat ini, boleh jadi strategi ini akan lebih relevan dan efektif. Pertimbangan utama program ini adalah pengembangan kompetensi angkatan kerja di Indonesia sehingga melahirkan sumber daya manusia yang unggul dalam dunia kerja. Meskipun demikian, tetap harus digarisbawahi bahwa SDM unggul yang memiliki ”alat pancing” juga membutuhkan ”kolam” untuk mendapatkan ”ikan” untuk hidup sehari-hari. (LITBANG KOMPAS)
Baca besok : Evaluasi Segera Kartu Prakerja