Harapan Pengobatan Virus Korona
Hingga 28 April 2020, terdapat 944.593 pasien dinyatakan sembuh dari Covid-19. Keberhasilan pengobatan penyakit yang disebabkan virus korona menjadi harapan bagi dunia menghadapi pandemi.
Dunia masih terus berjuang menghadapi wabah yang disebabkan virus korona baru atau SARS-CoV-2. Hingga 28 April 2020, jumlah kasus positif Covid-19 mencapai 3.106.700 kasus. Amerika Serikat, Spanyol, Italia, Perancis, dan Jerman menjadi lima negara dengan kasus tertinggi.
Keberhasilan pengobatan penyakit yang disebabkan virus korona menjadi harapan bagi dunia. Data Worldometer menyebutkan, hingga 28 April 2020 terdapat 944.593 pasien dinyatakan sembuh dari Covid-19. Jika membandingkan data pasien sembuh tersebut dengan jumlah kasus tanpa orang dalam perawatan yang mencapai 1.159.238 kasus, tingkat kesembuhan pasien korona mencapai 81 persen.
Dalam catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sudah ada 87 jenis pengobatan di sejumlah negara untuk menyembuhkan pasien korona. Sebanyak 12 obat di antaranya telah digunakan kepada pasien positif, selebihnya masih tahap pengujian laboratorium.
Penggunaan obat merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menekan jumlah kasus positif dan kematian. Akan tetapi, terhitung hampir lima bulan setelah kasus pertama diumumkan di China, belum ada obat yang memiliki lisensi untuk pengobatan infeksi virus korona.
Mengingat virus SARS-CoV-2 merupakan spesies baru dari kelompok human coronavirus, pemberian obat untuk pasien positif menggunakan alternatif pengobatan virus lainnya, seperti influenza, HIV, malaria, dan hepatitis. WHO menunjukkan ada 12 jenis pengobatan yang telah digunakan. Dua di antara obat tersebut juga digunakan di Indonesia, yaitu klorokuin dan avigan.
Klorokuin adalah obat yang memiliki lisensi untuk infeksi malaria, sementara avigan digunakan untuk infeksi influenza. Keberhasilan dua obat tersebut di China menjadi alasan kuat negara lain menggunakannya. Menyikapi wabah yang terus meluas, Indonesia turut menyiapkan sedikitnya 2 juta obat avigan dan 3 juta obat klorokuin.
Pemerintah China mengklaim klorokuin terbukti mampu menghentikan penyebaran virus korona di dalam tubuh secara aman. Tubuh pasien mampu menerima pengobatan hydroxychloroquine dengan baik.
Sementara avigan merupakan obat virus yang dikembangkan oleh Toyama Chemical Jepang untuk melawan virus jenis RNA. Penggunaan obat tersebut di China menunjukkan hasil yang signifikan, di mana status negatif pasien positif virus korona membutuhkan waktu hanya empat hari dibandingkan tanpa avigan (11 hari). Implikasi lainnya, paru-paru pasien membaik hingga 91 persen.
Selain dua jenis obat tersebut, ada pula remdesivir yang dikembangkan oleh Gilead Sciences. Remdesivir tadinya digunakan untuk mengatasi wabah ebola. Akan tetapi, masih diperlukan beberapa tahapan pengujian klinis untuk menilai tingkat keberhasilan obat tersebut dalam menangani pasien korona.
Kriteria obat
Prosedur pembuatan obat untuk infeksi virus korona melalui berbagai tahapan, termasuk penentuan kriteria prioritas yang wajib dipenuhi. WHO bersama puluhan peneliti dunia bekerja dalam sebuah tim besar untuk menghasilkan obat yang efektif. Semua tahapan tertuang dalam WHO R&D Blueprint Novel Coronavirus: WHO Working Group–Therapeutics Prioritization for Covid-19.
Ragam peneliti tergabung dalam tim perumusan obat untuk infeksi virus korona, mulai dari kepala bagian anti-infeksi dan vaksin, peneliti biostatistik dan obat tropis, hingga bagian hukum.
Instansi yang terlibat pun tersebar di banyak tempat, seperti European Medicines Agency di Belanda, Biomedical Advanced Research and Development Authority, US Department of Health and Human Services, dan University of Witwatersrand di Afrika Selatan.
Sebuah obat tidak dihasilkan dengan cara dan prosedur yang sederhana. Pendekatan lintas disiplin dibutuhkan agar obat bisa bekerja dengan efektif. Saat sebuah produk pengobatan selesai, pendekatan hukum diperlukan untuk merumuskan orisinalitas produk dan izin produksi serta distribusi ke berbagai lokasi.
Dokumen penelitian obat untuk infeksi virus korona memuat kriteria yang jelas. Penentuan kriteria obat terbagi dalam tiga kelompok, yaitu kriteria wajib, prioritas, dan tambahan. Kriteria wajib berisikan tiga hal, yaitu keberhasilan praklinis pada primata nonmanusia, profil keamanan dari studi nonklinis, dan kualitas produksi.
Kriteria prioritas memiliki jumlah yang lebih banyak, meliputi data efektivitas obat menggunakan dosis, rasionalitas dosis berdasarkan karakteristik tubuh manusia, jumlah kasus berhasil (minimal 5.000 kasus berhasil menggunakan obat), hingga tantangan dan rantai administrasi produk.
Sementara kriteria tambahan memuat tiga poin, yaitu informasi spesifik terkait pelatihan penggunaan obat oleh tenaga medis, metode penyimpanan dan masa berlaku obat dalam berbagai kondisi, serta kebutuhan administrasi dan pengawasan produk.
Penemuan vaksin
Harapan lain dalam penanganan wabah Covid-19 terlihat dari perkembangan vaksin. Hingga 23 April 2020, telah ada 7 calon vaksin yang masuk fase uji klinis dan 77 calon lainnya masih fase praklinis.
Jumlah penelitian vaksin tersebut meningkat dari 4 April 2020, yaitu 62 calon vaksin. Perkembangan penelitian vaksin ini juga melampaui pengembangan vaksin untuk penyakit SARS dan MERS.
WHO mencatat tujuh pengembang vaksin yang berhasil masuk tahap uji klinis berasal dari China, Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman. Salah satu tipe vaksin adalah Adenovirus Type 5 Vector, yang dikembangkan CanSino Biological Inc/Beijing Institute of Biotechnology. Vaksin tersebut bahkan sudah menjalankan fase 2 uji klinis pada 10 April 2020.
Vaksin yang telah masuk fase 2 uji klinis dikembangkan dengan tujuan untuk evaluasi keamanan dan imunogenitas penerima. Setidaknya ada delapan kriteria penerima calon vaksin dalam fase 2, seperti penduduk usia lebih dari 18 tahun dan indeks massa tubuh ideal. Seluruh syarat diberlakukan karena target peserta uji klinis adalah orang sehat.
Calon vaksin terbaru lain yang baru saja masuk uji klinis pada 23 April 2020 bertipe ChAdOx1 dan dikembangkan oleh University of Oxford di Inggris. Sementara vaksin bertipe mRNA, di bawah tanggung jawab BioNTech/Fosun Pharma/Pfixer dari Jerman, telah memiliki izin melakukan uji klinis, tetapi belum memulai pengujian fase 1 uji klinis.
Pengembangan vaksin tidak selalu dimulai dari awal, sebab kemiripan karakteristik virus baru memungkinkan peneliti melakukan penyesuaian dengan vaksin-vaksin yang sudah terlebih dahulu dikembangkan untuk virus lain.
Calon vaksin untuk wabah Covid-19 banyak dikembangkan melalui vaksin-vaksin lain untuk virus yang telah mewabah sebelumnya. Calon vaksin tipe Adenovirus Type 5 Vector memiliki kesamaan platform dengan ebola. Sementara tipe DNA Plasmid Vaccine Electroporation Device berasal dari pengembangan vaksin virus lain, seperti HIV, zika, dan hepatitis B.
Metode pengembangan yang menggunakan platform virus lain untuk memproduksi vaksin SARS-CoV-2 menjadi salah satu cara paling efektif untuk memotong durasi pembuatan vaksin. Pada umumnya, durasi produksi vaksin bisa mencapai waktu hingga satu dekade.
Partisipasi dunia
Upaya penanggulangan wabah Covid-19 membutuhkan kerja sama dunia, salah satunya melalui program Covid-19 Response Fund. Program ini merupakan penggalangan dana dari berbagai negara dan institusi internasional untuk pembiayaan riset laboratorium hingga pengadaan alat pelindung diri bagi tenaga medis.
Hingga 24 April 2020, total dana yang masuk ke WHO mencapai 402,93 juta dollar AS. Sementara dana tambahan yang akan diterima dari donatur sebesar 274,79 juta dollar AS. Sedikitnya 25 negara ikut menyumbang, ditambah lembaga internasional, seperti Central Emergency Response Fund (CERF), OPEC Fund for International Development (OFID), dan United Nations Development Programme (UNDP) Multi-Partner Trust Fund.
Sudah ada 87 jenis pengobatan di berbagai negara untuk menyembuhkan pasien korona. Sebanyak 12 obat di antaranya telah digunakan kepada pasien positif.
Rencana strategis kesiapsiagaan dan respons WHO melalui penggalangan dana terhadap wabah Covid-19 mencakup tiga hal, yaitu koordinasi lintas wilayah untuk memitigasi risiko, peningkatan kesiapan negara secara berkelanjutan, dan percepatan penelitian serta pengembangan medis.
Sebagai implementasinya, WHO bersama Kementerian Kesehatan Angola mengoperasikan kendaraan karavan spesialis kesehatan publik ke berbagai daerah. Tujuan program tersebut ialah meningkatkan kapasitas penanggulangan wabah melalui pelatihan profesional meliputi manajemen kasus, komunikasi risiko, pengawasan epidemiologis, logistik, dan biosafety.
Sementara kerja sama WHO dengan Covid-19 Crisis Cell dari Universitas Basrah di Irak berhasil meningkatkan kapasitas laboratorium sehingga mampu mempercepat pengujian kasus-kasus yang diduga infeksi virus korona.
Baca juga : Kapan Vaksin Korona Akan Tersedia?
Bantuan lain diberikan ke Haiti berupa penyediaan alat tes infeksi dan pelatihan diagnosis laboratorium serta deteksi penyakit. Perdana Menteri Haiti Joseph Jouthe menegaskan komitmen pendanaan untuk penguatan layanan kesehatan darurat dan isolasi kasus Covid-19 di negaranya.
Kolaborasi global hingga perkembangan pesat vaksin dan obat untuk virus korona memunculkan harapan besar penduduk dunia yang tengah berjuang di tengah wabah. Di luar upaya mencegah penularan melalui pembatasan sosial berskala besar hingga karantina wilayah, penelitian vaksin dan obat menjadi gambaran kerja sama dunia menghadapi wabah Covid-19. Dari sisi masyarakat, peran aktif dengan disiplin melakukan pembatasan fisik dibutuhkan untuk mempercepat berlalunya pandemi. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Mengapa Harus Membayar Berita Daring?