Fakta Kontradiktif Kaum Perempuan
Peran kaum perempuan dalam ruang sosial, ekonomi, ataupun politik di negeri ini terus meluas. Namun, di tengah peningkatan kualitas tersebut, hasil survei menunjukkan kaum perempuan justru cenderung makin konservatif.
Peran kaum perempuan dalam ruang sosial, ekonomi, ataupun politik di negeri ini terus meluas. Namun, di tengah arus peningkatan kualitas tersebut, hasil survei menunjukkan jika kaum perempuan justru cenderung makin konservatif.
Kondisi meningkatnya kualitas dan peran kaum perempuan tak tersangkalkan lagi. Berbagai indikator menguatkan kesimpulan tersebut. Dalam satu dasawarsa terakhir, misalnya, hasil-hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, peran kaum perempuan dalam berbagai lingkup aktivitas kehidupan ekonomi ataupun politik di negeri ini terus membesar.
Jika perhitungan Indeks Pembangunan Gender (IPG) dijadikan standar, kesenjangan kualitas pembangunan perempuan dibandingkan dengan laki-laki yang selama ini terbangun makin hari sudah terus mengecil.
Berdasarkan indikator Umur Panjang dan Sehat, Derajat Pengetahuan dan Standar Hidup Layak, sejak 2010 hingga 2019, upaya peningkatan kualitas kaum perempuan tampak lebih besar dibandingkan laki-laki. Hasilnya, sekalipun belum tampak setara ataupun masih timpang, jarak perbedaan di antara kualitas perempuan dan laki-laki menjadi makin tergerus (Grafik 1).
Terjadi penurunan proporsi kalangan perempuan yang berorientasi sikap moderat, baik dari sisi kehidupan sosial maupun politiknya.
Indikator lainnya pun menunjukkan hasil yang paralel. Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) yang dibangun berdasarkan skor indeks partisipasi peran perempuan dalam ekonomi ataupun politiknya pun menunjukkan peningkatan. Dalam perekonomian, kurun satu dasawarsa terakhir terjadi peningkatan kontribusi perempuan dalam pendapatan.
Tidak hanya itu, dalam distribusi jabatan ataupun pengambilan keputusan jenis pekerjaan, hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan BPS juga menunjukkan sudah semakin banyak (30,63 persen) pula kaum perempuan yang menduduki jabatan ”manajer”. Jumlah tersebut signifikan meningkat dibandingkan periode sebelumnya.
Baca juga : Kesetaraan yang Masih Berjarak
Bukan pemandangan yang langka pula jika di dalam arena politik, kiprah perempuan sepanjang dua dasawarsa (1999-2019) menjadi semakin membesar. Dalam jabatan sebagai anggota legislatif, misalnya, hasil Pemilu 2019 menunjukkan sudah 20,5 persen anggota DPR yang dilantik berasal dari kaum perempuan. Padahal, pada periode Pemilu 1999 baru di bawah 10 persen saja (Grafik 2).
Di balik capaian peningkatan kualitas dan peran kaum perempuan, terdapat pula sisi kontradiksi. Mencermati hasil survei nasional berkala Litbang Kompas, misalnya, terungkap jika orientasi kaum perempuan di negeri ini justru cenderung menjadi makin konservatif. Sebaliknya, terjadi penurunan proporsi kalangan perempuan yang berorientasi sikap moderat, baik dari sisi kehidupan sosial maupun politiknya.
Memilih bertahan
Kecenderungan kaum perempuan yang berorientasi sikap konservatif, baik sosial maupun politik, merujuk pada suatu pola penyikapan yang mereka ekspresikan terhadap berbagai persoalan-persoalan sosial ataupun politik yang dihadapinya. Dalam survei ini, setiap responden yang dikaji dikatakan bersikap ”konservatif” ditandai kecenderungan mereka untuk bertahan dengan kondisi yang ada, dan enggan mengambil risiko untuk berubah.
Di dalam konstruksi survei, setidaknya terdapat lima indikator yang digunakan. Jika setiap responden menyatakan sikapnya terlalu berlebihan dalam mempersepsi ancaman (over-perceiving), terlalu curiga pada hal-hal baru atau yang tidak familiar (over-suspicious), terlalu percaya pada otoritas atau institusi yang mapan (over-trusting), terlalu berlebihan dalam menghukum pelanggar aturan (over-punish), dan terlalu melindungi apa pun yang telah dimiliki (over-protective), itu berarti dia semakin konservatif.
Baca juga : Ekonomi Pariwisata Sesudah Wabah Virus Korona
Pada sisi yang sebaliknya, dinyatakan cenderung tergolong ”moderat” jika responden permisif dalam setiap persoalan. Dalam arti, dikatakan moderat jika mereka tidak menutup rapat-rapat berbagai kemungkinan perubahan.
Kecenderungan responden bersikap konservatif ataupun moderat akan diekspresikan dalam berbagai persoalan sosial dan politik. Secara sosial dikategorikan sebagai konservatif, misalnya, ditandai makin tinggi derajat penolakan mereka terhadap keberadaan pihak yang berbeda dari sisi identitas sosial dengannya.
Begitu pula dikatakan konservatif dalam politik jika responden cenderung memegang teguh apa yang sudah menjadi sikap politiknya. Ketika dihadapkan dalam pilihan seorang pemimpin, misalnya, mereka cenderung memilih pemimpin yang berpengalaman dalam pemerintahan ketimbang pemimpin yang menawarkan ide baru penyelesaian masalah.
Berdasarkan ketiga hasil survei, kecenderungan masyarakat di negeri ini bersikap konservatif terus meningkat. Pada survei di Oktober 2018, misalnya, hanya terdapat 19,4 persen yang konservatif. Namun pada dua survei selanjutnya menunjukkan peningkatan. Hingga pada survei Oktober 2019, sudah terdapat 24,7 persen responden cenderung bersikap konservatif (Grafik 3).
Jika dikaji dari sisi jenis kelamin, tampak jika kaum perempuan cenderung lebih banyak yang berorientasi konservatif dibandingkan dengan laki-laki. Merujuk pada survei pada Oktober 2018, misalnya, dari total responden yang tergolong konservatif, 52,4 persen kaum perempuan. Sisanya (47,0 persen), kaum laki-laki. Sebaliknya, mereka yang berorientasi moderat lebih banyak terdapat pada kaum laki-laki ketimbang perempuan.
Menariknya, selain menjadi yang terbesar, orientasi sikap yang cenderung konservatif pada perempuan ini semakin bertambah pula. Dan sebaliknya, kecenderungan sikap moderat semakin menurun dari waktu ke waktu.
Merujuk pada hasil survei pada Oktober 2018, misalnya, sudah ada 20,3 persen kaum perempuan yang tergolong konservatif. Pada saat yang sama, kaum konservatif pada laki-laki sebesar 21,3 persen. Akan tetapi, hasil survei pada Maret 2019 menunjukkan sudah 24,2 persen perempuan yang cenderung bersikap konservatif. Begitu pula pada survei Oktober 2019, terdapat 24,9 persen yang bersikap konservatif.
Berbanding terbalik
Peningkatan kaum konservatif berbanding terbalik dengan mereka yang berorientasi moderat. Jika pada survei awal terdapat 39,1 persen kaum perempuan yang cenderung moderat, survei periode terakhir sudah menurun, menjadi 33,8 persen.
Di balik pergerakan arus konservatisme tersebut, terdapat pula bagian terbesar responden perempuan lainnya yang berorientasi sikap ”campuran”. Kalangan demikian merupakan gabungan dari setiap responden perempuan, yang di satu pihak secara politik bersikap moderat tetapi secara sosial cenderung konservatif. Ataupun sebaliknya, di satu sisi cenderung bersikap moderat dalam persoalan sosial, tetapi beralih menjadi konservatif pada politik. Jika dikaji, kaum perempuan yang bersikap demikian cenderung tidak berubah, dalam porsi yang relatif sama (Grafik 4).
Membandingkan segenap perubahan yang tecermin dalam hasil survei, secara jelas menunjukkan jika arus orientasi sosial dan politik masyarakat, khususnya kaum perempuan, tengah berubah belakangan ini.
Orientasi mengalir dari mereka yang sebelumnya bersikap moderat menjadi cenderung lebih konservatif. Perubahan demikian tampaknya menjadi kontradiktif, terutama jika dikaitkan dengan arus peningkatan kualitas dan peran yang dijalankan kaum perempuan di negeri ini.
Persoalannya, apakah dengan kecenderungan peningkatan sikap konservatisme semacam ini dalam ruang kekuasaan dan peran yang semakin besar mereka raih, kaum perempuan secara efektif dapat mewujudkan harapan penyetaraan peran? (Litbang Kompas)