Mewaspadai Rangkaian Peristiwa Kedua Covid-19
China yang sebelumnya melaporkan nol korban meninggal masih juga menghadapi babak baru munculnya ”rangkaian peristiwa kedua” Covid-19.
Saat ini sejumlah negara menghadapi kurva penyebaran Covid-19 yang melandai. Indonesia belum menghadapinya, tetapi angka kesembuhan pasien Covid-19 melampaui angka pasien meninggal dalam tiga hari belakangan.
Wajar jika harapan positif dibangun pada situasi muram dan kecemasan yang terjadi sekarang. Walaupun demikian, data kasus baru Covid-19 yang masih terus bertambah dengan kombinasi penularan yang belum sepenuhnya terpetakan di sebagian negara adalah realitas kekhawatiran yang juga tak bisa ditepikan.
Laporan harian yang dipublikasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan pentingnya mewaspadai rangkaian kedua wabah Covid-19. Laporan situasi Covid-19 harian oleh WHO dipublikasikan pertama kali tanggal 20 Januari 2020. Pada awal laporan informasi dari negara yang terdampak Covid-19 baru mencakup klasifikasi jumlah kasus positif. Laporan tersebut mencakup dua wilayah perwakilan WHO, yaitu kawasan Pasifik Barat dan Asia Tenggara.
Negara di wilayah perwakilan WHO Pasifik Barat yang melaporkan kasus Covid-19 adalah China, Jepang dan Korea Selatan. Di wilayah perwakilan WHO Asia Tenggara, tercatat baru satu negara melaporkan kasus COvid-19 yakni Thailand.
Dalam laporan terakhir badan kesehatan dunia tersebut, jumlah negara yang melaporkan kasus Covid-19 telah mencapai 179 negara. Rinciannya, di wilayah perwakilan WHO Pasifik Barat ada 15 negara melaporkan kasus Covid-19, wilayah perwakilan WHO Eropa sebanyak 53 negara, dan di kawasan Mediterania Timur 21 negara. Pada wilayah perwakilan WHO lainnya, yaitu di Asia Tenggara 10 negara, wilayah Amerika 35 negara, dan kawasan Afrika 45 negara.
Klasifikasi transmisi
Seiring penyebaran Covid-19 yang masih berlangsung cepat dan mewabah di hampir seluruh negara di dunia, WHO pun memodifikasi klasifikasi transmisi penyebaran Covid-19. Klasifikasi laporan Covid-19 dari masing-masing negara tidak hanya sebatas jumlah kasus terkonfirmasi.
Kategori laporan memetakan secara lebih detil transmisi penyebaran COvid-19 di masing-masing negara.
Pada laporan ke-12 tanggal 1 Februari 2020, WHO menambahkan publikasi perkembangan situasi Covid-19 provinsi dan kota di China. Laporan ini masih menunjukkan angka kasus positif Covid-19 seperti laporan-laporan sebelumnya.
Pada 3 Februari 2020, laporan ke-14 WHO mulai memetakan penyebaran Covid-19 pada kasus baru ke dalam tiga kategori. Kategori pertama adalah kasus baru dengan riwayat perjalanan ke Cina. Kedua, adalah kategori kasus-kasus baru dengan kemungkinan transmisi atau dikonfirmasi ada di luar China. Kategori ketiga adalah kasus baru dengan tempat penularan sedang diselidiki.
Klasifikasi transmisi kasus Covid-19 terus menjadi fokus WHO dalam laporan hariannya. Sejak tanggal 19 Februari, Laporan ke-30 WHO membuat klasifikasi transmisi baru. Kategori terbagi menjadi temuan kasus baru dengan kemungkinan tempat pemaparan dari China, berikutnya adalah yang kemungkinannya berasal dari negara lain di luar China, dan klasifikasi ketiga adalah berasal dari dalam negara bersangkutan.
Memasuki laporan harian ke-39 tanggal 28 Februari 2020, WHO semakin memerinci transmisi kasus Covid-19. Ada lima klasifikasi transmisi kasus Covid-19 dalam laporan harian tersebut. Klasifikasi yang pertama adalah tidak ada kasus, kedua kasus sporadis, berikutnya kasus kluster, kemudian transmisi komunitas, dan terakhir adalah menunggu hasil.
Suatu negara melaporkan tidak ada kasus jika tidak menemukan kasus positif Covid-19 di wilayahnya. Adapun kasus sporadis merujuk pada negara/wilayah yang menemukan satu atau lebih kasus positif Covid-19, baik berasal dari luar maupun dalam negara/wilayah bersangkutan.
Sementara itu, kasus kluster merujuk pada munculnya kasus positif Covid-19 yang dapat dikelompokkan. Artinya, kasus Covid-19 di suatu negara/wilayah dapat dikelompokkan baik berdasarkan waktu tertentu, lokasi tertentu, maupun paparan penyakit yang dapat digambarkan polanya secara umum.
Kriteria keempat adalah penularan komunitas. Suatu negara melaporkan kasus Covid-19 dalam kategori ini jika tidak dapat menghubungkan pola penyebaran sejumlah besar kasus yang dikonfirmasi, baik melalui rantai penularan atau dengan meningkatkan tes positif melalui sampel sentinel (pengujian sistematis rutin sampel pernapasan dari laboratorium yang ada).
Klasifikasi terakhir, yaitu menunggu hasil, menunjukkan negara bersangkutan belum bisa menyimpulkan jenis transmisi untuk setiap kasus Covid-19 yang muncul di negaranya. Kelima kriteria ini masih menjadi standar publikasi laporan situasi Covid-19 oleh WHO hingga 18 April 2020.
Baca juga : Mencermati Pergerakan Kasus Covid-19 di Dunia
Memetakan penularan
Penting untuk menjadi catatan, semua data maupun pengklasifikasian yang dipublikasikan dalam laporan situasi harian WHO bukan bersumber dari investigasi badan kesehatan dunia tersebut. Semua data yang masuk dan juga pengklasifikasian transmisi kasus Covid-19 bersumber dari inisiatif masing-masing negara. Setiap negara mendata dan memetakan sendiri kasus Covid-19, kemudian melaporkannya ke WHO.
Inisiatif pelaporan menjadi catatan penting karena hal itu berarti bahwa setiap negara mengakui dan memperhitungkan besar kecilnya ancaman penularan Covid-19 di negaranya. Sejauh ini, publikasi WHO per 17 April 2020 menunjukkan ada 179 negara yang melaporkan data kasus Covid-19 dengan klasifikasi transmisinya. Dari 179 negara, hampir seperempatnya menempatkan klasifikasi transmisi menunggu hasil di negaranya. Sementara itu, lebih kurang 13 persen dari total 179 negara lainnya melaporkan kriteria keempat transmisi Covid-19 di negaranya.
Gabungan klasifikasi transmisi keempat dan kelima ini mencakup hampir empat dari 10 negara yang melaporkan kasus Covid-19 ke WHO. Hal ini menunjukkan, paling tidak hampir empat dari 10 negara tersebut belum bisa memetakan dengan jelas pola penularan Covid-19 di wilayah mereka.
Salah satu negara yang belum menemukan gambaran jelas mengenai pola penularan covid-19 di negaranya adalah Indonesia. Dalam laporan harian WHO 17 April 2020, kasus Covid-19 di Indonesia masuk dalam klasifikasi penularan komunitas.
Di kawasan Asia Tenggara, sejauh ini hanya Indonesia yang melaporkan kasus Covid-19 dalam klasifikasi transmisi komunitas. Masih di Asia Tenggara, Thailand dan Bangladesh melaporkan kasus Covid-19 dalam klasifikasi menunggu hasil. Sementara itu, tujuh negara lainnya di kawasan Asia Tenggara melaporkan klasifikasi transmisi satu dan dua dalam laporannya.
Sementara itu, 9 dari 10 negara yang mencatat kasus Covid-19 tertinggi menempatkan negaranya dalam klasifikasi transmisi empat dan lima. Spanyol, Italia, Jerman, Perancis, Inggris, dan Belgia berada dalam klasifikasi kelima (menunggu hasil). Adapun Amerika Serikat, Iran, dan Turki berada pada klasifikasi penularan komunitas.
Tren kasus baru
Kondisi demikian juga tecermin dalam kurva proyeksi kasus 10 negara paling terdampak Covid-19 dari laman Johns Hopkins University. Kurva kasus Covid-19 di 10 negara umumnya menunjukkan kecenderungan tren yang masih akan terus meningkat.
Laman Johns Hopkins University menampilkan visualisasi estimasi data menggunakan metode penghitungan rata-rata bergerak 5 hari. Metode rata-rata bergerak 5 hari ini dihitung untuk setiap hari dengan rata-rata nilai hari itu, dua hari sebelumnya, dan dua hari berikutnya.
Merujuk analisis Johns Hopkins University hingga 17 April 2020, Sembilan dari 10 negara dengan kasus tertinggi Covid-19 diproyeksikan masih akan mengalami penambahan kasus baru penyakit tersebut. Tercatat hingga 17 April, hanya negara Iran menunjukkan tren menurun dengan penghitungan rata-rata bergerak 5 harian.
Kecenderungan menurunnya kasus baru Covid-19 dapat dijadikan salah satu indikasi bahwa kurva penyakit di Iran akan membentuk garis datar. Artinya, sejauh ini Iran mulai memperlihatkan tanda-tanda kemampuannya mengatasi wabah Covid-19.
Namun, proyeksi kasus Covid-19 di Iran pun masih sangat mungkin berubah. Hal ini juga terjadi di China sebelumnya. Kurva kasus Covid-19 di China yang sudah menunjukkan tren mendatar, kembali diproyeksikan menanjak. Tanggal 17 April 2020 ditemukan 357 kasus baru Covid-19 di China, setelah 13 Maret menunjukkan penambahan terendah yakni hanya 13 kasus baru.
Baca juga : Rangkaian Peristiwa Pertama Covid-19
Rangkaian Kedua
Melihat tren kasus dan klasifikasi penularan kasus sejauh ini, agaknya hampir semua negara di dunia harus bersiap dengan scenario rangkaian kedua penularan Covid-19. Sejumlah argumen berikut menjadi latar belakang munculnya kemungkinan rangkaian peristiwa kedua wabah Covid-19.
Pertama, fase penyebaran Covid-19 di Indonesia masih sangat mungkin terjadi hingga sekarang. Lima hari berselang, pemerintah mulai menguak skala pandemi penyakit tersebut di Indonesia. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 membuka data terkait Covid-19. Tercatat 139.137 orang dalam pemantauan. (Kompas, 14/4/2020).
Kedua, sejumlah negara yang berada pada posisi kurva penyebaran Covid-19 melandai, juga belum melaporkan bahwa mereka bebas dari Covid-19. Salah satu contohnya adalah Vietnam.
Vietnam memperpanjang karantina di 12 kota dan provinsi berisiko tinggi Covid-19 di negara tersebut hingga paling cepat 22 April 2020. Karantina tersebut bahkan bisa diperpanjang hingga 30 April 2020. Paling tidak ada 74.941 warga Vietnam berada dalam karantina. Padahal, vietnam sejauh ini hanya mencatat kasus Covid-19 268 orang dan tanpa angka kematian.
China, dengan informasi munculnya lonjakan kasus baru, kini juga tengah menghadapi apa yang disebut sebagai perang kedua melawan Covid-19. Sebulan lalu, China bahkan sempat mengumumkan untuk pertama kalinya tidak ada lagi korban meninggal akibat Covid-19, sejak kasus ini mulai rutin dikabarkan dari China pada Januari lalu.
Argumen ketiga menyangkut kombinasi antara perbedaan kebijakan pembatasan sosial dengan variabel klasifikasi transmisi kasus Covid-19 di masing-masing negara. Sebagian negara yang termasuk 10 besar terdampak Covid-19 belum melaporkan klasifikasi transmisi di negara masing-masing. Apa makna dari kondisi ini? Klasifikasi transmisi, khususnya dalam kategori keempat dan kelima, membuka berbagai peluang munculnya pola-pola penyebaran dari pergerakan yang tidak terkoordinasi antar negara.
Situasinya lebih kurang bisa digambarkan sebagai berikut. Suatu negara, katakanlah negara A, melarang penduduk pergi ke negara B dengan menimbang risiko penularan, tetapi membolehkan penduduknya datang ke negara C karena meyakini negara ini sudah aman dikunjungi. Sementara, pemerintah negara B tidak menerapkan kebijakan khusus melarangan penduduknya pergi ke negara B. Dengan pola pergerakan manusia yang sedemikian, dapat ditebak risiko munculnya penyebaran kedua Covid-19 akan kembali membesar.
Pada akhirnya, jika konsisten dengan klasifikasi transmisi dari WHO, idealnya pola penularan kasus Covid-19 di Indonesia akan menurun jika terjadi perubahan kategori. Penularan kasus Covid-19 idealnya bergeser dari penularan komunitas menjadi kasus kluster, kemudian kasus sporadis, dan akhirnya tidak ada kasus. Jika benar tahapan tersebut adalah jalan satu-satunya yang harus dilalui, mungkinkah Indonesia membuat ”lompatan” tahapan tersebut, kemudian menafikan risiko rangkaian peristiwa kedua? (LITBANG KOMPAS)