Waspadai Pengangguran di Sektor Industri Unggulan
Wabah Covid-19 berimbas pada dunia usaha, termasuk sektor usaha tekstil dan pakaian jadi. Pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor tersebut patut diwaspadai.
Wabah Covid-19 berimbas pada dunia usaha, termasuk sektor usaha tekstil dan pakaian jadi. Pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor tersebut patut diwaspadai, mengingat tekstil dan pakaian jadi adalah salah satu industri unggulan nasional yang menyerap banyak tenaga kerja.
Pemerintah memperkirakan wabah Covid-19 akan memukul nyaris semua sektor industri. Publikasi terbaru pada 8 April 2020 dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan, ada 74.430 perusahaan yang melakukan PHK atau merumahkan pekerja. Lebih kurang 54 persen di antaranya adalah perusahaan sektor formal dan sisanya (46 persen) perusahaan informal.
Sementara itu, total pekerja yang dirumahkan atau terpaksa mengalami PHK mencapai 1,2 juta orang. Sekitar 1,01 juta orang merupakan buruh yang bekerja di perusahaan formal dan 189,452 orang lainnya bekerja di sektor usaha informal.
Pekerja dan buruh yang mengalami PHK atau dirumahkan berasal dari berbagai sektor industri. Salah satunya adalah sektor industri tekstil dan pakaian jadi.
Pemerintah memperkirakan wabah Covid-19 akan memukul nyaris semua sektor industri.
PHK di sektor tekstil dan pakaian jadi, antara lain, berlangsung pada awal bulan ini. Memasuki minggu kedua April 2020, perusahaan ritel department store PT Ramayana Lestari Sentosa Cabang Depok, Jawa Barat, melakukan PHK terhadap 128 karyawan. Ramayana merupakan salah satu peritel yang menutup beberapa gerainya karena terdampak pandemi Covid-19 (Kompas, 9/4/2020).
Industri unggulan
Ironisnya, industri tekstil dan pakaian jadi merupakan satu dari lima sektor manufaktur yang menjadi prioritas. Industri tekstil dan pakaian jadi adalah salah satu industri unggulan dalam peta jalan ” Making Indonesia 4.0” sejak Maret 2018. Selain industri tekstil dan pakaian jadi, Indonesia juga fokus pada industri makanan dan minuman, otomotif, kimia, serta elektronik.
Industri tekstil dan pakaian jadi terbukti mengalami laju pertumbuhan mengesankan dalam beberapa tahun terakhir. Data BPS menunjukkan, pada triwulan III-2015, pertumbuhan industri tekstil dan pakaian jadi masih pada angka -6,24 persen, sedangkan pada triwulan III-2019, angkanya melonjak hingga menembus angka 15,08 persen.
Penyerapan tenaga kerja pada industri tekstil dan pakaian jadi juga terbilang tinggi. Berdasarkan data terkini Badan Pusat Statistik, pada 2017 saja, subsektor industri tekstil dan industri pakaian jadi menyerap tenaga kerja 1,5 juta orang. Kementerian Perindustrian melalui siaran pers 6 Februari 2020 memaparkan, pada 2019, sektor tersebut menyerap tenaga kerja 3,73 juta orang.
Sektor industri tekstil dan produk testil juga mencatat nilai ekspor sepanjang 2019 mencapai 12,9 miliar dollar AS. Sejak 2014, industri pakaian jadi nasional pun mengantar Indonesia masuk dalam 10 besar negara eksportir dunia.
Sektor industri unggulan dipilih menjadi fokus dengan memperhitungkan sejumlah besaran ekonomi seperti PDB, perdagangan, potensi dampak terhadap industri lain, besaran investasi, dan kecepatan penetrasi pasar. Namun, dengan ancaman pelemahan ekonomi akibat wabah Covid-19, kini industri-industri unggulan ikut terdampak.
Terpusat di Jawa
Secara keseluruhan, sektor industri pengolahan skala besar ataupun sedang mencapai 33.577 unit di seluruh Indonesia (BPS 2017). Sebanyak 81,54 persen di antaranya adalah industri besar dan sedang yang berlokasi ada di Pulau Jawa.
Padahal, mayoritas wilayah pandemi Covid-19 juga berada di Pulau Jawa. Kasus positif Covid-19 di Indonesia per 15 April 2020 pukul 17.00 sebanyak 5.136 kasus, 81,18 persen (4.167 kasus) di antaranya berada di Pulau Jawa.
DKI Jakarta dan Jawa Barat menjadi dua provinsi yang mencatat angka kasus Covid-19 tertinggi di Indonesia. Sebelum terjadi wabah Covid-19, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di dua provinsi ini di atas rata-rata nasional (BPS 2019). Provinsi Jawa Barat mencatat TPT 7,73 persen, DKI Jakarta 5,13, sementara rata-rata nasional 5,01 persen per Februari 2019.
Adapun jumlah pekerja dan buruh yang mengalami PHK ataupun dirumahkan di DKI Jakarta sudah mencapai 223.511 orang. Angka ini merupakan 18,62 persen dari total angka nasional jumlah pekerja dan buruh yang mengalami PHK atau dirumahkan.
Wabah Covid-19 berdampak pada penurunan aktivitas ekonomi masyarakat yang pada gilirannya mengurangi permintaan produk barang dan jasa. Penurunan permintaan tak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.
Pandemi yang kini dialami seluruh dunia berdampak pada permintaan global. Ekspor Indonesia terdampak dan akhirnya ikut memukul industri unggulan.
Dampak pengangguran
Pasar yang lesu, baik akibat penurunan permintaan dalam maupun luar negeri, membuat industri tidak beroperasi seoptimal biasanya. Dengan kata lain, output industri menjadi berkurang. Situasi ini memaksa kalangan industri mengurangi kerugian dengan cara merumahkan atau PHK tenaga kerja. Pengurangan tenaga kerja berujung pada peningkatan pengangguran.
Guncangan sektor industri, khususnya tekstil dan pakaian jadi, akan menguat. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi semakin tertekan. Pelemahan pertumbuhan berdampak luas pada penyerapan lapangan kerja dan mengakibatkan jumlah pengangguran bertambah.
Pandemi yang kini dialami seluruh dunia berdampak pada permintaan global.
Menurut pemaparan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), jika ekonomi tumbuh 1 persen pada 2013, jumlah tenaga kerja yang terserap mampu mencapai 720.000 orang. Akan tetapi, pada 2019 pertumbuhan ekonomi 1 persen hanya mampu menyerap 110.000 tenaga kerja (Kompas, 29 Januari 2020).
Jika jumlah pekerja dan buruh yang dirumahkan atau dikenai PHK akibat Covid-19 mencapai 1,2 juta orang yang kemudian menjadi pengangguran terbuka, dapat dibayangkan dampaknya terhadap perekonomian.
Untuk memulihkan dampak pengangguran 223.511 orang yang dikenai PHK ataupun dirumahkan di DKI Jakarta saja, diperlukan pertumbuhan ekonomi 2,03 persen jika melihat paparan BKPM.
Berbagai pihak kini berharap pemerintah sungguh-sungguh berupaya agar dunia usaha tetap bertahan di tengah wabah Covid-19. (LITBANG KOMPAS)