Kiprah Pengemudi Daring di Antara Pembatasan Sosial
Di tengah pandemi Covid-19, pekerja harian, seperti pengendara ojek daring, mengantarkan kebutuhan mendasar warga, yakni makanan siap santap yang mendukung kesehatan warga.
Pasca-merebaknya virus korona baru penyebab Covid-19 di Indonesia, kegiatan mobilitas sebagian besar warga terhenti. Kondisi ini tidak lepas dari kebijakan sejumlah pemerintah daerah agar belajar dan bekerja di rumah bagi para pelajar dan pegawai perkantoran.
Mayoritas kebijakan ini sudah diberlakukan cukup lama, yaitu sejak pertengahan Maret 2020. Pola pergerakan warga kemudian mengalami perubahan. Perubahan itu terlihat dari data Google Indonesia dalam ”Covid-19 Community Mobility Report” yang dirilis 29 Maret 2020.
Pergerakan warga di area permukiman meningkat 15 persen dibandingkan dengan rata-rata pergerakan pada 3 Januari-6 Februari 2020. Sementara sebaliknya, pergerakan di stasiun dan terminal transit justru berkurang 54 persen.
Sejumlah lokasi yang biasanya dipenuhi lautan manusia kini terlihat sepi. Salah satunya terpantau dari artikel fotografi karya Agus Susanto di laman Kompas.id pada 31 Maret 2020.
Sejumlah foto merekam begitu lengangnya pusat perbelanjaan di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Padahal, dalam kondisi normal, area ini selalu ramai pengunjung dan kerap kali menimbulkan kemacetan lalu lintas.
Tetap di luar rumah
Tidak semua warga dapat mengikuti kebijakan pemerintah untuk beraktivtas hanya di rumah saja. Terlebih mereka para pekerja harian yang dituntut untuk bekerja di luar rumah agar tetap mendapatkan penghasilan. Sebagai contoh para pengendara ojek daring yang tetap mencari dan menunggu pesanan dari para pelanggan setianya.
Mereka adalah mitra dari aplikasi angkutan daring seperti Gojek dan Grab. Keduanya telah memiliki jaringan cukup luas, baik di Indonesia maupun luar negeri. Misalnya, Gojek yang pada akhir 2018 tercatat telah melayani 167 dari total 514 kota dan kabupaten di Indonesia. Pertengahan 2019, Co-Founder Gojek Kevin Aluwi menyebutkan, luasnya jaringan itu didukung lebih dari 2 juta mitra ojek daring.
Menengok padatnya pasar dan penduduk yang tinggal di Jabodetabek, dapat diprediksi mayoritas dari total mitra ojek daring berada di wilayah ini. Sementara DKI Jakarta terpantau sebagai provinsi penginisiasi kebijakan belajar dan bekerja di rumah. Imbasnya, mobilitas warga terhenti lebih cepat dan secara tidak langsung turut memengaruhi penghasilan banyak pengendara ojek daring.
Jumlah pengguna GoRide, salah satu layanan dari Gojek, menurun. Terlebih lagi ketika pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diberlakukan di Jakarta. Salah satu kebijakan di dalamnya disebutkan melarang moda transportasi darat berbasis aplikasi mengangkut penumpang, kecuali barang. Diketahui, Gubernur DKI Anies Baswedan memberlakukan PSBB ini efektif per 10 April 2020.
Kini, mereka mengandalkan layanan lain di Gojek, seperti GoFood, yang disinyalir masih cukup ramai dan dibutuhkan banyak warga. Hal ini senada dengan Co-CEO Gojek Andre Sulistyo yang menyebutkan, wabah Covid-19 di Indonesia berdampak pada bisnis transportasi daring. Dampak tertinggi dirasakan di layanan GoRide, tetapi justru sebaliknya dengan layanan GoFood.
Dengan banyaknya waktu yang dihabiskan warga di rumah, layanan antar makanan ini kian diminati. Terlebih lagi ada anjuran pemerintah untuk menghindari tempat yang berpotensi menimbulkan kerumunan banyak orang. Padahal, tempat seperti itu identik dengan pasar tradisional dan modern, salah satu tempat warga memperoleh bahan baku untuk memasak.
Baca juga: Pengemudi Daring Bertahan dengan Antar Barang dan Makanan
Menjadi kebiasaan
Sebelum Covid-19 mewabah, mayoritas pegawai kantoran di Jakarta hampir setiap hari memesan makanan secara daring. Gambaran ini terlihat dari hasil riset Ega Setiawan pada 2019 berjudul ”Intensitas Pemesanan Makanan dengan Aplikasi Daring dan Hubungannya dengan Frekuensi Konsumsi Aneka Pangan pada Pegawai Perkantoran di Jakarta”.
Penelitian yang melibatkan 106 responden pegawai di Jakarta ini menyebutkan, 38,7 persen di antaranya mengaku memesan makanan secara daring lebih dari 30 kali per bulan. Adapun 24,5 persen responden melakukan hal serupa antara 16 dan 30 kali per bulan, sementara 36,8 persen lainnya kurang dari 16 kali per bulan.
Tingginya intensitas responden melakukan pemesanan makanan daring disebabkan beberapa faktor. Mulai dari banyaknya pekerjaan, mobilitas antaragenda yang padat, hingga kemacetan lalu lintas. Sementara waktu istirahat yang dimiliki para pegawai cukup sempit, yaitu sekitar satu jam saja. Hal inilah yang menjadikan aplikasi pesan makanan daring menjadi solusi yang cepat dan praktis.
Sejumlah faktor di atas kemudian menggiring sebagian besar responden untuk memilih waktu favorit memesan makanan. Terbanyak yaitu ketika jam istirahat kerja pada pukul 12.00 hingga 13.00, yang biasa dipilih 35,8 persen responden. Selanjutnya disusul akhir pekan di rumah (30,2 persen), di rumah setelah pulang kerja (23,6 persen), dan saat lembur di kantor (10,4 persen).
Dari keempat pilihan waktu favorit itu, tidak sedikit responden tetap memesan makanan daring meski memiliki waktu cukup luang, yaitu akhir pekan di rumah yang notabene sebagian besar pegawai libur atau tidak bekerja di kantor. Padahal, jika mau, tersedia cukup banyak waktu bagi responden untuk berbelanja bahan baku di pasar, kemudian memasaknya sendiri di rumah.
Namun, buktinya, pesan makan daring di akhir pekan justru menjadi pilihan cukup banyak responden. Fenomena ini juga terlihat dari data yang dihimpun Gojek selama 2019. Sabtu dan Minggu menjadi waktu paling favorit memesan GoFood. Bahkan, selain pesanan individual, ada 30 juta kali pesanan GoFood melalui Group Order, yaitu pembelian lebih dari tiga menu sekaligus.
Ini mengindikasikan bahwa kebiasaan tersebut tidak hanya dilakukan untuk santapan seorang diri, tetapi juga bersama kerabat, saudara, atau keluarga. Maka tidak salah ketika akhir pekan saat berkumpul bersama keluarga menjadi momen yang tepat memesan makanan lezat nan praktis secara daring. Barangkali inilah yang menjadikan hal serupa kian banyak terjadi pada masa pandemi Covid-19.
Baca juga: ”Social Distancing” Diterapkan, Bisnis Makanan Daring Tetap Moncer
Makanan bergizi
Setidaknya ada tiga cara untuk menjaga tubuh tetap sehat di tengah merebaknya Covid-19. Melalui Twitter, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengungkapkan hal itu. Pertama, yaitu makan makanan bergizi dan bernutrisi untuk meningkatkan sistem imunitas tubuh. Kedua, kurangi konsumsi minuman beralkohol dan minuman manis serta terakhir tidak merokok.
Makanan bergizi seimbang terdiri atas beberapa komponen. Pada 2014, Kementerian Kesehatan pernah membuat pedoman itu, khususnya bagi anak dan remaja. Dalam satu hari, porsi makanan yang dianjurkan untuk remaja laki-laki dan perempuan berbeda. Namun, bahan makanan yang dianjurkan sama, seperti nasi, sayuran, buah, ikan/daging, tempe, dan susu.
Setiap bahan makanan itu terdiri dari berbagai macam zat gizi, di antaranya karbohidrat, protein, lemak, vitamin, kalsium, dan mineral. Kebutuhan gizi ini berbeda-beda, bergantung pada jenis kelamin, aktivitas dalam sehari, dan juga berat badan. Makanan menjadi bergizi dan seimbang jika setiap unsur zat gizi itu terpenuhi dengan asupan sesuai dengan kebutuhan setiap individu.
Jika cermat dan teliti, asupan makanan bergizi itu dapat ditemukan di aplikasi pesan makan daring. Terlebih lagi, menurut data Gojek tahun 2019, tercatat sudah ada 500.000 mitra GoFood yang menawarkan 16 juta menu makanan. Di antara banyaknya menu itu ada jenis makanan sehat, seperti salad, smoothies, jus, teh hijau, dan burger sushi.
Baca juga: Jangan Sepelekan Sarapan
Produk kesehatan
Selain GoFood, terdapat sejumlah aplikasi antar yang juga turut menunjang kesehatan para pelanggan. Sebut saja GoMed yang memungkinkan pelanggan Gojek membeli obat-obatan di apotek terdekat tanpa harus keluar rumah. Selain itu, ada juga Sayurbox, layanan antar belanjaan berupa sayuran dan buah-buahan.
Tidak hanya Gojek, Grab juga memiliki layanan serupa. Mulai dari GrabFood untuk memesan berbagai jenis makanan hingga GoHealth untuk membeli obat dan produk kesehatan. Melalui Gojek dan Grab, pembayaran juga lebih mudah karena ada pilihan uang elektronik. Oleh karena itu, pelanggan tidak perlu repot keluar rumah pergi ke ATM jika uang tunainya habis.
Kedua aplikasi ini memang sangat praktis dan membantu banyak penggunanya. Sementara di balik semua itu ada peran penting sosok-sosok pengemudi ojek. Ketika banyak warga mengisolasi diri di rumah agar terhindar dari penularan Covid-19, mereka justru beraktivitas di luar rumah. Mereka bekerja mengantarkan berbagai makanan dan kebutuhan lain kepada para pelanggan.
Meski upaya preventif telah dilakukan pihak aplikator, seperti menyediakan hand sanitizer dan masker di kantor operasional, risiko terpapar Covid-19 masih tetap ada. Terlebih tugas mereka yang bersua banyak orang di tempat yang berbeda. Apresiasi tertinggi patut diberikan kepeda mereka para pengendara ojek yang tetap bekerja hingga kebutuhan gizi warga di rumah senantiasa terjaga. (LITBANG KOMPAS)