Berebut Ladang Bisnis Dompet Digital
Meningkatnya transaksi uang elektronik melalui layanan dompet elektronik di Indonesia membuat persaingan layanan dompet digital semakin ketat. Sisi lain, tindak kejahatan dalam transaksi digital juga makin mengancam.
Transaksi uang elektronik melalui layanan dompet elektronik di Indonesia semakin meningkat. Integrasi dengan layanan transportasi dan belanja daring menjadi pemicunya. Meningkatnya transaksi uang elektronik membuat persaingan layanan dompet elektronik semakin ketat. Ke depannya, dompet elektronik akan merambah transaksi global.
Indonesia menjadi negara dengan transaksi uang elektronik terbesar pada 2018. Secara jumlah, kepemilikan uang elektronik di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan Singapura.
Berdasarkan data S&P Global Market Intelligence pada 2018, jumlah kepemilikan uang elektronik Indonesia mencapai 167,2 juta. Sementara Singapura hanya 45,2 juta.
Hal tersebut wajar apabila dibandingkan dengan populasi penduduk di negara masing-masing. Jumlah penduduk di Indonesia lebih banyak 47 kali dibandingkan jumlah penduduk Singapura sehingga kepemilikan uang elektronik di Indonesia lebih banyak.
Meskipun jumlah kepemilikan uang elektronik besar, kepemilikannya per individu masih kecil. Angka kepemilikan akun uang elektonik Indonesia hanya 0,64. Artinya belum semua penduduk memiliki uang elektronik.
Sementara di Singapura, kepemilikan akun uang elektronik tinggi, yaitu 8,02. Setiap orang rata-rata memiliki lebih dari satu akun uang elektronik.
Populasi yang besar dan belum sepenuhnya penduduk memiliki akun uang elektronik menjadi peluang bisnis perusahaan penyedia uang elektronik. Apalagi, dalam beberapa tahun, transaksi uang elektronik Indonesia juga tumbuh paling tinggi dibandingkan negara lain di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Thailand, atau Filipina.
Dalam catatan data Bank Indonesia, sejak 2012 hingga 2019, jumlah transaksi dan nominal uang elektronik terus meningkat. Peningkatan paling tinggi terjadi pada 2018.
Pada tahun tersebut, jumlah transaksi meningkat 210 persen dibandingkan dengan 2017. Sementara nominal uang yang beredar dalam transaksi meningkat 281 persen dibanding 2017. Jumlah transaksinya mencapai 2,92 miliar transaksi dengan nominal uang Rp 47,2 triliun.
Sementara pada 2019, jumlah transaksi uang elektronik mencapai 5,23 miliar transaksi dengan nominal uang elektronik yang beredar sebesar Rp 145,17 triliun.
Faktor pendorong
Peningkatan tersebut didorong transaksi dari layanan transportasi dan belanja daring, yaitu Go-Jek dan Grab. Dompet elektronik terintegrasi langsung dalam aplikasi layanan tersebut. Go-Jek meluncurkan dompet elektroniknya, Go-Pay. Sementara Grab menggandeng OVO sebagai penyedia jasa dompet elektronik yang terintegrasi dengan layanan Grab.
Dalam dua tahun terakhir, beberapa hasil survei menyebutkan, Go-Pay dan OVO menguasai pasar dompet elektronik. Hasil Survei Snapcart 2019 menyebutkan, pasar dompet elektronik di Indonesia dikuasai oleh OVO (58%), Go-Pay (23%), dan Dana (6%). Survei tersebut dilakukan kepada 1.800 responden di 6 kota pada Mei 2019.
Tahun ini, Alipay berencana beroperasi di Indonesia. Alipay merupakan bagian dari perusahaan perdagangan daring Alibaba.
Hasil tersebut tak banyak berbeda dengan hasil survei Daily Social dan OJK pada 2018. Go-Pay dan OVO memimpin persaingan dompet digital di Indonesia. Setidaknya 79,39 persen responden menggunakan Go-Pay dan 58,42 persen responden menggunakan OVO. Survei dilakukan kepada 825 responden yang menggunakan dompet digital di smartphone mereka.
Baca juga: Awas Penipu Digital Mengincar Akun Anda
Koneksi langsung antara dompet elektronik dalam aplikasi Go-Jek dan Grab menjadi kunci kesuksesan Go-Pay dan OVO. Berdasarkan hasil survei Snapcart 2019, penggunaan dompet elektronik didominasi untuk transaksi ritel (28%), transportasi daring (27%), pemesanan makanan daring (20%), transaksi belanja daring (15%), dan pembayaran tagihan (7%).
Layanan-layanan tersebut tersedia di dalam aplikasi Go-Jek dan Grab. Apalagi dalam aplikasi tersebut tersedia layanan kebutuhan lain, misalnya layanan pemesanan tiket bioskop, pulsa, tagihan listrik, dan pemberian sedekah daring.
Persaingan
Sebelum Go-Pay dan OVO muncul, di Indonesia telah terdapat beberapa produk uang elektronik berbasis cip, misalnya Flazz milik BCA, Mandiri E-Money milik Mandiri, dan Brizzi milik BRI. Namun, produk ini kurang diminati.
Selain produk berbasis cip, ada pula penyedia layanan uang digital dalam bentuk stiker, yaitu T-Cash. Layanan T-Cash milik PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) sejak 2007. Stiker tersebut ditempelkan di penutup baterai ponsel. Ketika akan digunakan, stiker diarahkan pada sistem pemindai.
Baca juga: Modus Pencurian Kode OTP
Produk-produk tersebut hanya digunakan pada kondisi-kondisi tertentu saja, seperti di tol atau di layanan transportasi publik. Inilah yang memicu berkembangnya produk transaksi uang elektronik berbasis server atau yang sering disebut dompet elektronik.
Perusahaan bank, finansial teknologi, dan telekomunikasi ikut mengeluarkan produk uang digital berbasis server. Ada Mandiri E-Cash milik Bank Mandiri, Sakuku milik BCA, T Bank milik BRI, UnikQu milik BNI dari perusahaan bank swasta dan BUMN.
Perusahaan telekomunikasi tak mau kalah saling. XL meluncurkan XL Tunai, Indosat mengeluarkan Dompetku. Operator-operator ini menawarkan fitur pembayaran tagihan listrik, televise kabel, serta transfer ke sesama pengguna.
Berbagai strategi dilakukan untuk menguasai pasar transaksi digital. Persaingan antarperusahaan penyedia layanan dompet elektronik semakin ketat.
Go-Pay mengakuisisi Kartuku, Midtrans, dan Mapan pada 2017. Kartuku dikenal sebagai perusahaan layanan pembayaran luar jaringan (luring), sedangkan Midtrans adalah penyedia layanan pembayaran dalam jaringan atau daring. Adapun Mapan merupakan jaringan arisan barang (Kompas, 16/12/2017).
Penggabungan pengelolaan uang elektronik berbasis server dilakukan sejumlah BUMN melalui PT Fintek Nusantara. Mereka adalah Bank Mandiri, BRI, BNI, dan Telkomsel. Produk yang dikelola PT Fintek Nusantara adalah LinkAja.
Dalam LinkAja, terdapat layanan TCash dari Telkomsel, E-Cash dari Bank Mandiri, BRI T-Bank dari Bank BRI, dan BNI Uniqu dari Bank BNI. Setiap pengguna dari layanan-layanan tersebut dapat bertransaksi langsung dalam aplikasi LinkAja. Selain itu, fitur-fitur yang semula tidak tersedia pada dompet digital milik masing-masing perusahaan dapat tersedia di LinkAJa.
Transaksi global
Data Bank Indonesia per 10 Februari 2019, terdapat 41 penyelenggara uang elektronik di Indonesia. Jumlah tersebut terdiri dari 12 bank, 24 perusahaan teknologi dan Finansial Teknologi (Fintek), serta 5 perusahaan telekomunikasi.
Nantinya, tidak hanya perusahaan dalam negeri saja yang akan meramaikan bisnis layanan dompet elektronik di Indonesia. Produk dari perusahaan asing akan masuk ke Indonesia.
Tahun ini, Alipay berencana beroperasi resmi di Indonesia. Alipay merupakan bagian dari perusahaan perdagangan daring Alibaba yang beroperasi sejak 2004. Karena terkoneksi dengan Alibaba, konsumen dapat menggunakan pembayaran lintas dengara dengan Alipay.
Konsep bisnisnya serupa dengan PayPal. PayPal dibeli eBay dan menjadi sarana pembayaran dalam transaksi eBay. Sejak 2001, dompet elektronik ini melayani transaksi secara daring di seluruh dunia. Tahun 2014, PayPal hadir di 203 negara dengan 26 mata uang.
Selain AliPay, adapula WeChat-Pay, layanan pembayaran digital global dari China yang telah beroperasi resmi di Indonesia per 1 Januari 2020. Sebelumnya, WeChat-Pay sudah digunakan turis-turis China ketika berkunjung ke Indonesia.
Di kota Manado, kios-kios penjaja oleh-oleh telah memajang kode respon cepat (QR Code) di tokonya. Turis-turis asal China hanya perlu memindai kode tersebut ketika membayar.
Transaksi dijalankan dengan mengirim uang milik turis berupa yuan yang akan diproses bank di China. Pemilik kios tinggal menerima pembayaran berupa rupiah karena uang yuan telah dikonversi ke rupiah.
Dengan demikian, nantinya pengguna dompet elektronik dapat melakukan transaksi digital antarnegara. Tidak hanya untuk pembayaran belanja digital, dompet elektronik juga berkembang menjadi sarana remitansi. Layanan ini telah berkembang di Filipina.
Dalam Laporan S&P Global Market Intelligence, tiga aplikasi keuangan digital di Filipina, yaitu GCash, Coins.ph and PayMaya, telah bekerja sama dengan bank dan layanan transfer keuangan di luar negeri. Tujuannya untuk mendigitalisasi remitansi yang masuk ke negaranya.
Layanan dompet digital tersebut juga menjalin kerja sama dengan MoneyGram atau Western Union. Dengan kerja sama tersebut, pengguna dapat menerima atau mengirim uang secara daring dari seluruh negara-negara yang terlayani.
Melihat persaingan tersebut, Bank Indonesia mengeluarkan regulasi standar kode baca cepat Indonesia (QRIS) pada Mei 2019. Standar ini diberlakukan terhadap kode baca cepat atau QR Code dalam sistem pembayaran yang disediakan perbankan dan teknologi finansial. Kode baca cepat dengan standar yang sama dapat digunakan konsumen penyedia uang elektronik apa pun, termasuk dompet elektronik dengan mata uang asing.
Beragamnya dompet elektronik yang beredar saat ini diharapkan dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan finansial. Peluang transaksi digital secara global harus benar-benar dapat dimanfaatkan pemilik usaha. Namun, masyarakat harus tetap waspada dan berhati-hati mengingat semakin beragamnya tindak kejahatan dalam transaksi digital. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Perkenalkan, Pencopet Dompet Digital
Baca juga : Mengapa Harus Membayar Berita Daring?