Sebagai sebuah bentuk perayaan syukur, Imlek menjadi momen yang ditunggu untuk berkumpul dengan sanak saudara di China. Pulang ke rumah pada tahun baru Imlek merupakan sebuah tradisi di China.
Oleh
RANGGA EKA SAKTI
ยท4 menit baca
AFP/GREG BAKER
Jutaan warga China mudik ke kampung halaman mereka menyambut tahun baru Imlek. Stasiun Beijing, Sabtu (2/2/2019), dipadati penumpang. Migrasi warga ini merupakan migrasi terbesar di dunia.
Tradisi mudik di China atau biasa disebut dengan Chunyun, ditengarai menjadi momen perpindahan manusia terbesar di dunia. Pada perayaan Imlek 2020 ini, diperkirakan setidaknya 3 miliar orang akan ikut meramaikan gelombang Chunyun. Angka ini sedikit meningkat jika dibandingkan dengan angka arus mudik Imlek tahun 2019 yang berada pada angka 2,9 miliar orang.
Menurut prediksi Pemerintah China, lebih dari 81 persen atau sekitar 2,43 miliar orang yang akan mudik menggunakan mobil atau bus. Selain mobil, kereta api juga menjadi moda transportasi yang banyak diminati.
Sebanyak 440 juta pemudik atau sekitar 14 persen akan menggunakan kereta api pada masa liburan Imlek ini. Sisanya, 75 juta dan 95 juta pemudik lain memilih untuk menggunakan pesawat dan kapal laut.
LASTI KURNIA
Tradisi makan Imlek dengan hidangan yang diyakini akan membawa keberuntungan dan kemakmuran diperagakan dalam acara Spring In The Petals di Mall Senayan City, Jakarta, Kamis (8/2/2018). Di antara makanan tersebut yang sangat khas disajikan saat Tahun Baru China atau Imlek adalah yu sheng, berupa sayuran campur dengan saus khusus.
Urbanisasi
Salah satu faktor pemicu migrasi penduduk tersebut dapat dilihat dari sisi ekonomi. Hal ini akibat ketimpangan antardaerah yang timbul seiring dengan bertumbuhnya ekonomi China selama tiga dekade terakhir. Perekonomian di wilayah kota tumbuh lebih tinggi daripada kawasan perdesaan.
Kegiatan ekonomi bidang industri, jasa, dan perdagangan tumbuh menggerakkan ekonomi wilayah kota. Akibatnya, banyak penduduk China melakukan urbanisasi, pindah ke wilayah perkotaan.
Dari tahun 1990 hingga 2015, proporsi populasi China yang tinggal di daerah perkotaan meningkat dari kisaran 26 persen menjadi 56 persen. Pada 2016, diperkirakan lebih dari 200 juta orang menjadi migran dan bekerja di luar kota kelahirannya akibat terbatasnya lapangan pekerjaan di kawasan rural.
Tidak heran jika Tahun Baru China memang dirasa menjadi hari libur yang emosional bagi rakyat China. Layaknya masa Lebaran di Indonesia, seluruh keluarga berkumpul saat Imlek, terlepas jauhnya jarak yang harus ditempuh agar dapat terlaksana. Bagi banyak orang di China, ini momentum istimewa dalam setahun untuk dapat bertemu dengan orangtua dan keluarga.
Bagi mereka yang termasuk dalam kalangan menengah ke atas, momen liburan Imlek juga dipilih menjadi waktu untuk berwisata. Pada 2019, sekitar 7 juta warga China melakukan perjalanan ke luar negeri.
Padatnya arus bepergian kala Imlek ini tentu membuat pihak bandara perlu bersiap melayani penumpang pesawat terbang. Setidaknya 79 juta orang di China diperkirakan akan bepergian menggunakan pesawat pada musim Imlek tahun ini. Perkiraan jumlah ini meningkat 8 persen dari musim liburan Imlek pada 2019. Para penumpang ini akan dilayani dengan lebih dari 17.000 penerbangan setiap harinya.
Kompas
Sumber: Bloomberg
Dampak ekonomi
Fenomena pergerakan 3 miliar orang tentu berdampak secara ekonomi. Walau Tahun Baru China jatuh pada satu hari saja, tetapi perayaannya dapat berlangsung hingga 40 hari sebelum dan sesudah hari-H.
Perayaan Imlek yang memiliki rentang lebih dari satu bulan ini pun berpotensi untuk memperlambat produksi berbagai sektor industri yang ditinggal mudik oleh pekerjanya. Ditambah lagi, melambatnya produksi juga dibarengi dengan meningkatnya permintaan oleh masyarakat.
Dampak ekonomi kedua yang mungkin terjadi akibat fenomena Chunyun ialah likuiditas. Besarnya arus mudik dan meningkatnya konsumsi berpotensi untuk membuat kebutuhan akan uang tunai meroket.
Pada masa Imlek 2020, Bank Sentral China pun telah melakukan beberapa persiapan. Beberapa hal yang dilakukan ialah memberikan suntikan dana senilai 300 miliar yuan melalui alat likuiditas. Tidak hanya itu, Bank Sentral China juga memperpanjang pinjaman jangka pendek dan menengah selagi menjaga biaya pinjaman.
Namun, meledaknya konsumsi rumah tangga pada masa Imlek ini pun menjadi salah satu barometer bagi para ekonom China untuk melihat perekonomian negara. Tingginya konsumsi pada masa Imlek tecermin dari hasil survei dari Weidu dan Tencent.
Menurut survei tersebut, 41 persen responden mengaku menghabiskan jumlah uang lebih dari gaji bulanan mereka untuk keperluan Imlek. Bahkan, hanya 2 persen dari responden yang menghabiskan kurang dari separuh gaji bulanan mereka untuk merayakan Imlek.
Tak ayal, penjualan, terutama industri ritel, pada masa Imlek di China pun bak tertimpa durian runtuh setiap tahunnya. Pada 2019, industri ritel domestik dan katering di China membukukan penjualan hingga 1 triliun yuan, atau setara dengan 147,63 miliar dollar AS. Angka ini meningkat 8,5 persen jika dibandingkan dengan angka penjualan industri yang sama pada 2018.
Dari perang dagang hingga korona
Sebagai sebuah kebiasaan tahunan, mudik Imlek tetap menjadi salah satu tradisi perayaan yang sedapat mungkin dilakukan di kampung halaman. Namun, keriaan Imlek di China pada 2020 bisa jadi tidak seindah tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan dua awan mendung yang merundungi Imlek tahun ini, yaitu perlambatan ekonomi dan munculnya virus korona yang mematikan.
Bloomberg mencatat denyut perlambatan ekonomi teraba dari kinerja penjualan ritel sepanjang 10 tahun terakhir. Tahun lalu, walau nilai penjualan ritel dan katering tumbuh pada angka 8,5 persen, angka pertumbuhannya pada 2019 merupakan yang paling kecil selama lebih dari satu dekade. Sebelumnya, angka penjualan ritel dan katering di China pada masa Imlek selalu tumbuh di atas 10 persen.
Penurunan ini sebetulnya meneruskan tren yang telah terjadi setidaknya selama 10 tahun terakhir. Secara konsisten, persentase pertumbuhan penjualan ritel dan katering memang turun dari angka 14,7 persen pada 2011 menjadi 8,5 persen pada 2019.
Setidaknya, 79 juta orang di China diperkirakan akan bepergian menggunakan pesawat pada musim Imlek tahun ini.
Tren penurunan ini memang selaras dengan persentase pertumbuhan penjualan ritel tahunan China yang perlahan turun dari 17,1 persen pada 2011 menjadi 9 persen pada 2018.
Analisis harian China Dailymenuliskan ada beberapa hal yang memengaruhi tren penurunan ini. Di antaranya adalah melemahnya prospek pertumbuhan pendapatan di tengah perlambatan ekonomi dan semakin dinginnya sektor properti.
Perlambatan pertumbuhan konsumsi di tengah ketidakpastian penyelesaian perang dagang antara Amerika Serikat dan China menjadi hal yang harus dicermati Pemerintah China. Ini mengingat tingginya kontribusi konsumsi terhadap PDB China. Pada semester pertama 2019, konsumsi berkontribusi 60,1 persen terhadap pertumbuhan ekonomi China.
Tidak hanya dari segi ekonomi, persoalan lain yang menghantui perhelatan mudik Imlek di China ialah merebaknya virus korona yang berkembang dalam dua bulan terakhir. Hingga saat ini, setidaknya 882 orang telah terinfeksi dan 26 orang meninggal akibat penyakit jenis baru ini.
Dengan tingkat viralitas setinggi ini, berbagai langkah pun telah dilakukan oleh Pemerintah China, seperti mengisolasi kota Wuhan, kota yang dipercaya sebagai tempat virus tersebut berasal, serta memperketat pengawasan di tempat umum, seperti stasiun dan bandara. Selain Wuhan, dua kota lain yang diisolasi adalah Huanggang dan Ezhou. Akses transportasi publik di tiga kota tersebut ditutup.
Merebaknya virus mematikan ini pun praktis membuat ragu sebagian warga yang ingin mudik Imlek di China. Beberapa warga China harus membatalkan perjalanannya karena takut tertular virus tersebut.
Laju pergerakan besar warga dunia dalam musim mudik Imlek tahun ini sedikit tertahan karena wabah penyakit korona. Meski demikian, di mana pun perayaannya, rasa syukur melewati tahun sebelumnya dan mengucap berkah kemakmuran untuk memasuki tahun baru tetap menjadi spirit utama perayaan Imlek. (Litbang Kompas)
Kompas
Para anggota keluarga besar Tjia dan Tjoa berkumpul bersama untuk mendengarkan petuah dari para orang tua di rumah kediaman Hartawan di Bogor, Jawa Barat, Kamis (30/1/2018). Kegiatan tahunan menyambut malam Imlek tersebut diikuti oleh para anggota keluarga dari sejumlah daerah.