Di balik merupakan kehendak Tuhan, umur manusia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hidup damai jauh dari perang dan perbaikan kualitas hidup turut memperpanjang usia harapan hidup manusia.
Oleh
YOHANES MEGA HENDARTO
·2 menit baca
AFP/JIJI PRESS
Kane Tanaka, perempuan Jepang berusia 116 tahun, merayakan penetapan dirinya sebagai perempuan tertua yang hidup di dunia oleh Guinness World Records, Sabtu (9/3/2019). Perempuan yang gemar belajar matematika itu tinggal di panti jompo di Fukuoka, Jepang.
Seekor kerang atau quahog laut mati pada umur 507 tahun. Makhluk hidup lainnya, yaitu bunga karang laut (Monorhaphis chuni), dapat hidup selama 11.000 tahun. Lantas, dapatkah manusia hidup selama itu?
Fakta usia kedua hewan tersebut terungkap berkat observasi yang dilakukan oleh para peneliti biota laut. Berdasarkan jurnal berjudul Aging Research Reviews yang disusun oleh Ronald S Petralia, Mark P Mattson, dan Pamela J Yao, panjang usia bunga karang memang dapat mencapai ribuan tahun. Ada beberapa alasan yang memungkinkan ini terjadi, seperti faktor DNA dan struktur sel dalam tubuh hewan bawah laut tersebut.
Panjangnya usia hewan-hewan tersebut tentu mengundang pertanyaan besar di antara para saintis, dapatkah manusia berusia sepanjang itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, setidaknya hingga kini ditemukan data bahwa usia harapan hidup manusia setiap tahunnya mengalami peningkatan.
Data dari Bank Dunia menyatakan adanya pertumbuhan yang meningkat sejak 1960 hingga 2017. Pada 1960, angka harapan hidup hanya 52,6 tahun, sedangkan pada 2017 naik menjadi 72,4 tahun. Ada selisih usia 19,8 tahun selama lebih dari lima dasawarsa.
Temuan tersebut mendapatkan versi lanjutan dengan melihat data dari Departemen Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Lembaga ini bukan hanya menghitung berdasarkan periode tahun, melainkan juga memperkirakan hingga 80 tahun mendatang (2100). Jika pada periode 1990 hingga 1995 usia harapan hidup di angka 65 tahun, pada periode 2095-2100 bertambah menjadi 85 tahun.
Uniknya jika didalami, fenomena naiknya usia harapan hidup tersebut terjadi di tiap regional. Perubahan yang paling besar dialami oleh Regional Sub-Sahara Afrika pada 1990 dan 2019. Sementara di regional Asia Timur dan Tenggara, angka harapan hidup diperkirakan 80,8 tahun pada 2030 nanti.
Kompas/Khaerul Anwar
Kalangan perempuan lanjut usia di Desa Sembalun Bumbung, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, antre mendapat layanan pemeriksaan kesehatan di Rumah Adat Desa Sembalun Bumbung, Kamis (2/8/2018).
Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat angka harapan hidup sejak 2010 hingga 2018. Sejalan dengan temuan PBB, deretan angka dari 34 provinsi tersebut perlahan-lahan merangkak naik. Kini, angka harapan hidup bagi penduduk Indonesia berada di rentang usia 70-an tahun.
Dengan kembali menggunakan data PBB, proyeksi angka harapan hidup penduduk Indonesia dapat ditemukan. Prediksinya, pada periode tahun ini (2020) hingga 2025 nanti berada di usia 72,3 tahun. Lompat ke periode 2095-2100, usia harapan hidup penduduk Indonesia mencapai 83,7 tahun.
Semua prediksi tersebut bermuara pada kesimpulan bahwa pada tahun-tahun mendatang, akan terjadi peningkatan kesejahteraan, terutama kesehatan penduduk. Untuk Indonesia, BPS memaknai angka harapan hidup sebagai alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah. Semakin tingginya angka harapan hidup di Indonesia menandakan adanya perbaikan pada program pembangunan kesehatan dan program sosial lainnya, begitu pula sebaliknya.
Faktor pendukung
Di tingkat global, penjelasan atas usia harapan hidup ternyata diartikan secara berbeda, bergantung pada tiap-tiap regional atau negara. Setidaknya untuk kajian secara menyeluruh, definisi yang berlaku umum atas ini dapat merujuk jurnal penelitian. Salah satunya karya Max Roser, seorang peneliti dan ekonom di Universitas Oxford.
Melalui jurnal berjudul Life Expectancy (2019), ia memaparkan berbagai data global dan menjahitnya untuk melihat fenomena ini secara historis dan proyektif. Roser menarik benang merah bahwa angka harapan hidup merujuk pada usia harapan seseorang untuk hidup pada tahun tersebut. Artinya, jika angka harapan hidup mencapai 80 tahun, maka itulah estimasi rata-rata usia penduduk di tahun tersebut.
Untuk menjelaskan fenomena ini, Roser merujuk penelitian terdahulu, yakni kajian James C Riley, profesor terkemuka yang menerima Penghargaan Ernst Meyer pada 1988. Dalam jurnal Estimates of Regional and Global Life Expectancy, 1800-2001 (2005), Riley menuliskan adanya faktor-faktor pendukung meningkatnya angka ini secara global.
Riley menyoroti dua hal, yaitu adanya perang dan wabah penyakit. Menurut dia, faktor konflik antarnegara, seperti Perang Dunia I, telah membawa jumlah kematian yang banyak. Selain itu, tingginya angka kematian juga disumbangkan oleh adanya pandemi influenza dan HIV/AIDS di beberapa wilayah.
KOMPAS/HERU SRI KUMOR
Poster untuk tidak menjauhi ataupun memberikan cap negatif kepada penderita HIV/AIDS dibawa salah seorang remaja yang ikut dalam pawai memperingati Hari AIDS Internasional pada 1 Desember di area bebas kendaraan bermotor, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Minggu (1/12/2019).
Kedua kesimpulan tersebut terdengar logis, mengingat pada masa-masa dahulu, konflik antarnegara dan wilayah terjadi selama ratusan tahun. Mulai dari perang zaman kerajaan dan dinasti-dinasti besar hingga Perang Dunia II (1939-1945) yang membagi negara-negara menjadi Blok Sekutu dan Blok Poros. Apalagi, peristiwa kelam Holocaust telah merenggut nyawa jutaan orang.
Kemudian, wabah penyakit mematikan di zaman dahulu belum dapat ditangani seperti zaman sekarang. Salah satu wabah yang paling dikenang bangsa Eropa ialah Black Death atau penyakit sampar yang terjadi pada 1347 hingga 1357. Diperkirakan, jumlah korban saat itu berjumlah 25 juta orang dan menyebabkan depopulasi penduduk.
Untuk saat ini, sekiranya manusia sudah dapat sedikit bernapas lega karena peristiwa-peristiwa mematikan di atas kecil kemungkinannya terulang kembali. Setelah Perang Dunia II, dapat dikatakan tidak terjadi perang yang melibatkan sejumlah negara dan menimbulkan banyak korban. Begitu pula dengan wabah penyakit yang diantisipasi berkat bantuan teknologi.
Semakin baik
Ketika melihat deretan angka harapan hidup penduduk Indonesia, secara empiris dapat dikatakan bahwa kondisi saat ini bergerak ke arah yang semakin membaik. Sejak 2005, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan BPS telah menunjukkan data tentang perbaikan kondisi masyarakat Indonesia. Penduduk Indonesia diperkirakan pada 2025 nanti mencapai angka harapan hidup 73,7 tahun.
Klaim inilah yang kemudian direkomendasikan sebagai acuan kebijakan pemerintah saat itu. Tepatnya, dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) ataupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
Meskipun penting, kebijakan pemerintah hanyalah salah satu dari faktor lainnya yang dapat menyokong pertumbuhan angka harapan hidup ini. Unsur sosial, ekonomi, pendidikan, gaya hidup, dan terutama kesehatan tiap-tiap individu, menjadi faktor pendukung yang tak kalah penting. Maka, perlu diperhatikan kembali jika ada kebijakan selama ini yang justru melemahkan semua faktor pendukung angka harapan hidup penduduk.
Intinya, saat ini umat manusia di banyak negara terus-menerus mencita-citakan kehidupan yang lebih baik. Tak lupa, dalam konteks industri 4.0 menuju 5.0, teknologi mengambil peranan penting dalam memperbaiki kualitas hidup. Terlebih, mulai dari kebijakan di lingkup negara hingga pola sehat di lingkup individu, saat ini kian digemakan.
Terlepas dari angka harapan hidup ini, pertanyaan di atas masih relevan untuk dilontarkan kembali. Seberapa pentingkah usia harapan hidup bagi Anda? Maukah Anda hidup dengan umur yang sangat panjang? (Litbang Kompas)