Taylor Swift dan Lahirnya Kembali Industri Musik Dunia
Tahun ini bisnis musik dunia melanjutkan tren membaik. Berdasarkan data Global Music Report 2019, pendapatan musik 19,1 miliar dollar AS . Sejak 2016 bisnis musik ”rebound” setelah 15 tahun mengalami gelombang surut.
Oleh
YOESEP BUDIANTO
·5 menit baca
Nada-nada alunan Taylor Swift terdengar merdu sepanjang 2019. Ia dinobatkan sebagai penyanyi dengan penghasilan tertinggi oleh majalah Forbes. Bersinarnya Taylor Swift senada dengan rebound pendapatan musik global melalui perpaduan konten berkualitas dengan jalur digital.
Majalah Forbes (6/12/2019) merilis musisi dengan penghasilan tertinggi sepanjang satu tahun ini. Peringkat pertama diduduki Taylor Swift dengan penghasilan 185 juta dollar AS. Pendapatannya ini melebihi sejumlah musisi/grup ternama dunia, seperti Kanye West, Ed Sheeran, The Eagles, ataupun Elton John.
Bisa jadi ini merupakan kado ulang tahun terindah bagi Taylor Swift, penyanyi kelahiran Amerika Serikat, 13 Desember 1989, ini. Selain dari Forbes, tahun ini Taylor Swift juga bersinar di ajang American Music Awards 2019.
Ia memborong enam penghargaan, yaitu Artist of the Decade, Artist of the Year, Favorite Female Artist, Favorite Album Pop/Rock untuk album Lover, Favorite Artist-Adult Contemporary, dan Favorite Music Video.
Forbes mencatat, sebagian besar penghasilan Taylor Swift berasal dari tur konsernya yang bertajuk Reputation. Pendapatan lain berasal dari bagi hasil kontrak dengan perusahaan rekamannya, Universal Republic Records, dan pendapatan dari album barunya, Lover. Pada minggu pertama, Lover menjadi album terlaris tahun 2019, terjual 867.000 kopi.
Lagu-lagunya juga mendapat apresiasi di laman Youtube. Lima lagu terpopuler milik Taylor Swift yang memiliki 36,7 juta subscriber adalah ”Shake It Off”, ”Blank Space”, ”Blad Blood”, dan ”Look What You Made Me Do”.
Lagu ”Shake It Off” yang dirilis pada Agustus 2014 telah ditonton 2,8 miliar kali di situs Youtube. Sementara lagu ”Look What You Made Me Do” telah ditonton 1,1 miliar kali sejak dirilis pada Agustus 2017.
Musim semi
Prestasi Taylor Swift senada dengan pendapatan industri musik global. Tahun lalu, bisnis musik dunia membukukan pendapatan 19,1 miliar dollar AS. Capaian ini menjadi titik balik terpuruknya musik global. Sebelumnya, selama hampir dua dekade, industri musik dunia mengalami gelombang surut.
Berdasarkan data Global Music Report 2019, pada 2001 pendapatan bisnis musik global sebesar 24,1 miliar dollar AS. Namun, setiap tahun jumlahnya terus menunjukkan penurunan. Sepuluh tahun kemudian, jumlah pendapatannya berkurang 8,9 miliar dollar AS menjadi 15,1 miliar dollar AS pada 2011 dan menjadi 14,8 miliar dollar AS pada 2015.
Penurunan bisnis musik global paling mencolok terjadi pada pendapatan dari penjualan fisik musik, seperti kaset dan CD. Pamor produk fisik musik kian pudar dari 23,3 miliar dollar AS pada 2001, pendapatannya menurun menjadi 5,8 miliar dollar AS pada 2015 dan terus menyusut 1,1 miliar dollar AS pada tahun lalu.
Namun, perlahan tetapi pasti, guncangan yang menggebrak dunia musik selama 15 tahun mulai pulih. Mulai tahun 2016, pendapatan bisnis musik mulai rebound. Jika pada 2015 pendapatannya 14,8 miliar dollar AS, setahun berikutnya naik menjadi 16,2 miliar dollar AS. Jumlah ini terus naik hingga 2018 yang mencapai 19,1 miliar dollar AS.
Musim semi industri musik tak lepas dari munculnya berbagai platform baru yang lebih praktis dan ramah terhadap pengguna. Platform baru yang muncul adalah digital berupa unduhan gratis atau berbayar, streaming gratis atau berbayar, hak eksklusif untuk menyiarkan hasil cipta karya musik musisi tertentu, pertunjukan, dan sinkronisasi (pemanfaatan untuk iklan, film, games, program TV).
Mulai 2004, produk digital muncul dengan nilai pendapatan 400 juta dollar AS. Tren pendapatan digital terus naik hingga tumbuh sekitar 91 persen pada periode 2004-2012. Pangsa pasar terakhir produk digital sebesar 12 persen dari total pendapatan industri musik global pada tahun 2018.
Pendapatan lain disumbang dari platform streaming. Pertama kali muncul di pasar industri musik pada tahun 2005 dengan pendapatan hanya 100 juta dollar AS. Pada 2018, pendapatannya mencapai 8,9 miliar dollar AS. Pangsa pasar streaming mencapai 37 persen, jauh melebihi semua jenis produk industri musik yang ada saat ini.
Konten lokal
Gemerlap industri musik menemukan identitasnya kembali setelah bertransformasi sesuai zamannya. Konten musik yang berkualitas akan terus dicari masyarakat walaupun platform bisa saja berubah mengikuti perkembangan teknologi. Bentuk digital dan streaming saat ini adalah bukti diperlukannya penyesuaian-penyesuaian di industri musik agar dapat terus dinikmati generasi saat ini.
Selain teknologi digital, penyesuaian lain yang mewarnai industri musik global adalah geliat musik-musik lokal setiap negara. Musik lokal memiliki peminat yang tak kalah banyak dibandingkan dengan musik universal, termasuk genre yang populer.
Di Korea Selatan, genre musik terpopuler adalah K-Pop yang diminati 69 persen masyarakat Korea Selatan. Sementara di Polandia, musik Disco Polo dan Sung Poetry diminati sedikitnya 51 persen penduduk. Bagi masyarakat Belanda, musik berbahasa Belanda memiliki daya pikat yang tinggi, sebanyak 45 persen.
Bagian Amerika Utara, khususnya Meksiko, aliran musik latin pop memiliki popularitas 58 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan musik lokal lainnya. Hal ini senada di wilayah Argentina yang lagu-lagu Latin mendominasi hingga 57 persen.
Di Indonesia, salah satu lagu yang masuk dalam jajaran tren pencarian Google tahun 2018 adalah ”Karna Su Sayang”. Lagu tersebut dinyanyikan oleh Near bersama Dian Sorowea dalam bahasa daerah Flores dan diunggah di laman YouTube.
Konten lokal memiliki potensi besar yang dapat dikembangkan untuk mengembangkan industri musik dunia. Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) mengakselerasi pembentukan 65 kota musik di seluruh dunia yang tergabung dalam Jaringan Organisasi Kota Kreatif.
Salah satu kota yang dinobatkan sebagai kota musik dunia oleh UNESCO pada 31 Oktober 2019 adalah Ambon, Maluku. Kota-kota lainnya adalah Sevilla di Spanyol, Hamamatsu di Jepang, Liverpool di Inggris, Idanha-a-Nova di Portugal dan Auckland di Selandia Baru.
Ini menjadi peluang bagi Ambon dan Indonesia untuk mengambil bagian dari sejarah musik dunia sekaligus memperkenalkan konten musik lokal yang ada di Indonesia. Perkembangan teknologi komunikasi dan internet membuat masyarakat dunia kian mudah menikmati sajian musik setiap saat dan dari mana saja.
Dari sisi bisnis, industri musik nasional juga tetap menjanjikan peluang berkembang. Pertumbuhan nilai PDB subsektor musik Indonesia yang dicatat Badan Ekonomi kreatif (Bekraf) sebesar 7,59 persen pada 2016. Dengan 56.891 orang tenaga kerja, sektor ini menghasilkan PDB senilai Rp 4.426,4 miliar.
Sebagaimana bisnis musik global yang terlahir kembali, peluang industri musik nasional juga optimisis merebut peluang di tengah perkembangan teknologi. Bukan tidak mungkin akan muncul Taylor Swift dari Ambon dan daerah-daerah lainnya di Indonesia di panggung musik dunia. (Litbang Kompas)