Jadi Stasiun Sentral, Seberapa Siapkah Manggarai?
Stasiun Manggarai yang terletak di Jakarta Selatan merupakan stasiun paling sibuk di Indonesia. Setiap hari ada sekitar 726 perjalanan kereta yang melintas dengan jumlah penumpang 100.000 orang.
Tahun 2021, Stasiun Manggarai akan menjadi sentral perjalanan kereta api. Sejumlah persiapan pun dilakukan untuk meningkatkan pelayanan perjalanan kereta. Beberapa penyelesaian persoalan klasik mulai dari kemacetan hingga tawuran di kawasan ini turut menjadi sorotan guna mendukung rencana besar menjadi stasiun sentral.
Sebagai stasiun sentral, seluruh perjalanan kereta api dapat diakses di stasiun ini. Layanan perjalanan kereta api jarak jauh lintas kota yang biasanya dilakukan di Stasiun Gambir juga akan dialihkan ke Stasiun Manggarai.
Sejauh ini Manggarai menjadi stasiun yang melayani perjalanan penumpang kereta rel listrik (KRL) lintas Jabodetabek. Stasiun ini memiliki sepuluh jalur yang melayani berbagai rute penghubung wilayah Jakarta dan sekitarnya seperti Bekasi dan Bogor. Mulai Oktober 2019, stasiun ini juga melayani perjalanan kereta api bandara. Penumpang kereta bandara dapat mengakses perjalanannya di jalur 9 dan 10.
PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop I menyatakan bahwa Stasiun Manggarai yang terletak di Jakarta Selatan merupakan stasiun paling sibuk di Indonesia. Setiap hari, ada sekitar 726 perjalanan kereta yang melintas di stasiun ini dengan jumlah penumpang yang naik dan turun 100.000 orang per hari.
Baca juga: Kereta Bandara Kini Menjangkau Stasiun Manggarai
Jumlah penumpang di Stasiun Manggarai yang akan menjadi sentral perjalanan kereta diperkirakan akan meningkat dua hingga tiga kali lipat per hari dengan layanan perjalanan kereta komuter, kereta bandara, dan kereta api jarak jauh yang memadati stasiun ini. Hal tersebut juga tidak terlepas dari permintaan perjalanan kereta api yang diprediksi memang akan meningkat drastis pada masa yang akan datang.
Berdasarkan data dari studi yang dilakukan oleh Korea International Cooperation Agency (Koica) untuk PMC Service of Master Plan and FS for JABODETABEK Railway in Indonesia, share moda kereta api untuk transportasi di Jabodetabek pada 2020 sebesar 2,2 juta perjalanan per hari dan akan meningkat menjadi 5,34 juta perjalanan per hari.
Stasiun Manggarai memang sudah menjadi salah satu stasiun penting yang dibangun masa Belanda. Stasiun ini dibangun sejak 1912 dan dibangun bersama Balai Yasa Manggarai oleh Staatsspoor en Tremwegen (SS) setelah membelinya dari NISM. Empat tahun kemudian, pada 1 Mei 1918 stasiun ini diresmikan.
Tahun 1923, pembangunan elektrifikasi jalur sudah dimulai dari Stasiun Kota ke Bogor yang melewati Manggarai. Stasiun ini semakin vital fungsinya ketika tahun 1946 melayani pemberangkatan kereta luar biasa (KLB) dari Jakarta ke Yogyakarta.
Sekitar tahun 1990, renovasi besar-besaran dengan membangun peron 3,4,5 dan 6 dari baja dilakukan untuk menunjang kapasitas pelayanan sebagai stasiun transit beberapa relasi jalur kereta. Pemerintah DKI Jakarta juga resmi menetapkan Stasiun Manggarai sebagai cagar budaya melalui SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 475 Tahun 1993 tentang Status Cagar Budaya Stasiun Manggarai.
Baca juga: Menata Kawasan Manggarai Sebelum Menjadi Stasiun Pusat Kereta Api
Stasiun sentral
Rencana untuk menjadikan Stasiun Manggarai sebagai stasiun sentral sebetulnya sudah ada sejak masa Orde Baru. Dimulai dengan kajian dari JICA pada 1985 dan kemudian pada 1991 ditetapkan muncul wacana untuk membuat stasiun terpadu atau hub besar berbasis rel di stasiun ini. Letak stasiun ini memang sangat strategis karena menjadi persimpangan jalur kereta yang menghubungkan wilayah Jabodetabek.
Beberapa dekade berlalu setelah wacana pada era Orde Baru, realisasi menjadikan Manggarai sebagai stasiun sentral pelayanan perjalanan kereta api dimulai. Pemerintah telah banyak melakukan proyek pembangunan untuk menyiapkan Stasiun Manggarai yang akan melayani perjalanan kereta komuter dan jarak jauh dengan puluhan ribu penumpang.
Salah satu hal penting yang perlu disiapkan adalah jalur kereta. Masifnya perjalanan keluar masuk kereta dari dan ke Manggarai tentu memerlukan penambahan jalur rel. Pemerintah melalui Dirjen Perkeretaapian Kemenhub dan Waskita telah melakukan pembangunan jalur rel dwiganda (double double track/DDT) Manggarai-Jatinegara. Nantinya, jalur DDT dari stasiun ini juga akan terpasang hingga Cikarang pada 2021.
Beriringan dengan itu, pembangunan rel kereta lingkar layang atau elevated loop line juga dilakukan. Jalur rel layang ini melewati kawasan Manggarai, Tanah Abang, Duri, Kota, Kemayoran, Senen, hingga Jatinegara.
Penataan kawasan Manggarai juga sedang dilakukan. Namun, untuk hal ini memang tidak mudah dan sedang diupayakan pemerintah. Setidaknya ada sekitar 25 hektar lahan resmi di sekitar Stasiun Manggarai milik pemerintah yang harus dibebaskan dari 23.000 penduduk yang sudah menghuni tanah tanah tersebut.
Bangunan stasiun juga akan dibuat lebih besar. Nantinya stasiun akan dibangun bertingkat dan memiliki total 18 peron jalur perjalanan kereta. Sepuluh jalur kereta berada di peron bagian atas yang enam jalurnya diperuntukkan KA jarak jauh dan empat jalur lainnya melayani KRL tujuan Bogor. Sementara di peron bagian bawah stasiun, dari sepuluh jalur eksisting akan dibuat menjadi delapan jalur. Sebanyak enam jalur akan dimanfaatkan untuk KRL relasi Bekasi dan dua jalur lainnya melayani KA Bandara.
Meskipun persiapan sudah dilakukan, sejumlah pihak tetap menyangsikan rencana besar menjadikan Manggarai sebagai stasiun sentral. Selain karena kawasan yang dinilai sudah sangat padat untuk dikembangkan, faktor lalu lintas, akses transportasi umum, hingga tawuran warga yang kerap terjadi membuat perjalanan kereta kerap terganggu. Menjadikan Stasiun Manggarai sebagai sentral perkeretapian akan menjadi kerja berat.
Macet hingga tawuran
Perdebatan menjadikan Manggarai sebagai stasiun pusat memang menjadi cukup panjang. Rencana pada puluhan tahun silam itu dinilai memang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi Jakarta saat ini.
Jumlah penduduk dan pengguna kendaraan pribadi memang sudah meningkat drastis berkali lipat dari tiga dekade silam. Sebagai salah satu wilayah simpul, kemacetan di wilayah Manggarai memang tidak terhindarkan, terlebih di sekitar stasiun.
Lokasi drop off kendaraan di depan stasiun yang masih sembarangan kian menyendat aliran kendaraan yang melaju. Tempat pemberhentian untuk naik turun penumpang ojek ataupun taksi daring juga bus Transjakarta belum tertata dengan baik.
Penyediaan kantong parkir di Stasiun Manggarai juga masih minim. Selama ini lahan parkir yang tersedia di stasiun sepenuhnya bisa menampung kendaraan roda dua maupun empat. Kelebihan kapasitas parkir diakomodasi oleh tempat parkir yang banyak dikelola liar di sekitar stasiun.
Selain akan memperluas penyediaan lokasi parkir, sejumlah kantong parkir yang ada di kawasan stasiun juga akan dioptimalkan, di antaranya lokasi parkir di Pasar Raya yang berada sangat dekat dengan stasiun.
Tempat parkir di Stasiun Gambir direncanakan juga tetap akan digunakan untuk menyokong kebutuhan di Manggarai karena jarak perjalanan KRL kedua stasiun masih dalam hitungan di bawah 10 menit. Meski begitu, perencanaan kawasan stasiun sentral ini akan mengedepankan penggunaan transportasi publik yang nyaman sehingga akan lebih menarik orang untuk tidak lagi menggunakan kendaraan pribadi.
Faktor di luar teknis pelayanan juga sering kali menjadi kendala pengoperasian kereta di Stasiun Manggarai. Seperti ketika musim hujan melanda, kawasan Manggarai menjadi salah satu wilayah yang rawan menjadi titik genangan.
Pada Januari 2014, perjalanan KRL relasi Bogor-Jakarta harus tertahan di stasiun akibat rel yang terendam air di kawasan Manggarai. Hal serupa juga terjadi tiga tahun kemudian yang berakibat penumpukan penumpang.
Berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah untuk mengatasi persoalan banjir di Manggarai ini. Salah satunya dengan membenahi pintu air Manggarai. Sejak pertengahan 2014, pintu air Manggarai memiliki gorong-gorong raksasa dengan model jacking box culvert, yaitu box tunnel berukuran besar dengan cara didorong menggunakan tenaga hidrolik.
Namun, tetap saja, Oktober lalu, saat hujan deras turun di hulu Ciliwung mengakibatkan sampah yang hanyut menumpuk di pintu air Manggarai. Kawasan Manggarai belum terbebas sepenuhnya dari ancaman banjir.
Selain banjir, kondisi sosial masyarakat di Manggarai juga perlu menjadi salah satu kajian pertimbangan mengembangkan pelayanan KAI di kawasan ini. Beberapa perselisihan sosial berujung pada tawuran warga juga mengganggu perjalanan kereta di Stasiun Manggarai.
Manggarai dikenal sebagai kawasan rawan tawuran. Dalam tiga bulan terakhir saja, terjadi setidaknya tiga tawuran warga di sekitar kawasan Manggarai. Tawuran warga yang terjadi pada September, Oktober, dan awal Desember lalu mengakibatkan perjalanan kereta jalur Manggarai ke Cikini, Sudirman dan Bogor terganggu hingga penumpang pun menumpuk.
Kajian pertimbangan perencanaan perlu dilakukan dengan komprehensif, baik pada aspek fisik maupun sosial. Ini akan menjadi tantangan besar membangun pelayanan kereta api, tetapi bukan berarti tidak bisa direalisasikan sesuai ketetapan prosedur yang berlaku. Keputusan untuk menetapkan Manggarai dan menyulapnya menjadi stasiun sentral memang akan menjadi kerja berat.(Litbang Kompas)