Lenggak-lenggok Bus Legendaris Metromini
Peristiwa itu berlangsung pada Jumat, 5 Juli 2019, pukul 18.35 WIB, di sekitar halte bus Balai Kartini, Jakarta Selatan.
Peristiwa itu berlangsung pada Jumat, 5 Juli 2019, pukul 18.35 WIB, di sekitar halte bus Balai Kartini, Jakarta Selatan. Sebuah bus bernomor S640 sengaja melaju lambat dengan membelokkan setir ke kanan dan ke kiri tepat di depan bus Transjakarta.
Itulah sepenggal video aksi bus Metromini jurusan Tanah Abang-Pasar Minggu menghadang bus Minitrans yang sempat ramai beredar. Empat hari sesudah aksi itu, bus Metromini dengan pelat nomor B 7094 NP itu tidak dapat kembali beroperasi. Aksi ugal-ugalan yang membahayakan penumpang itu mendapat ganjaran sanksi tegas dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Izin operasi bus berwarna merah, biru, dan putih itu dicabut dan bus dikandangkan bersama ribuan bus yang sebelumnya juga diperlakukan serupa. Peristiwa tersebut terjadi bukan tanpa alasan. Lenggak-lenggok Metromini dan bus sejenisnya semakin terimpit. Banyak armada yang dikandangkan dan berhenti beroperasi. Keberadaannya digantikan oleh kemunculan armada-armada baru di bawah naungan PT Transjakarta.
Tumpang-tindih
Bus Metromini memang semakin terimpit. Selain rute yang berimpitan, Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi juga kian memberatkan para operator. Perda ini mensyaratkan usia bus sedang di atas 10 tahun tidak boleh beroperasi lagi di DKI Jakarta. Sementara mayoritas bus Metromini dan sejenisnya buatan tahun 80-an yang artinya berusia lebih dari 30 tahun.
Sejak aturan ini diberlakukan, saat itu juga Dishub DKI Jakarta gencar menggelar razia terhadap bus sedang. Hingga awal tahun 2016, telah ada sekitar 1.600 bus atau separuh lebih dari total populasi bus Metromini dicabut izin trayeknya. Razia ini jadikan bus sedang yang beroperasi di DKI semakin sedikit. Hingga 21 Agustus 2019 hanya tersisa 83 unit yang masih memiliki izin trayek.
Aksi sopir dan kernet Bus Metromini jurusan Tanah Abang-Pasar Minggu yang menghadang bus Minitrans bukanlah tanpa alasan. Bus Minitrans rute 9D yang mereka hadang memiliki rute yang sama dengan bus yang mereka operasikan. Tumpang-tindih rute perjalanan ini barang kali menjadi salah satu pemicunya. Kehadiran armada baru milik Transjakarta sudah tentu berpotensi menarik para penumpang bus Metromini yang sudah beroperasi sejak lama di rute itu.
Kondisi ini tidak hanya terjadi pada operator Metromini, tetapi juga Kopaja, Koantas Bima, dan Dian Mitra. Menurut hasil pengamatan di trafi.com, hingga November 2019 setidaknya masih ada 57 rute bus sedang yang masih dioperasikan sejumlah operator itu. Seperti Metromini S506 jurusan Kampung Melayu-Pulo Gebang, Kopaja U27 Senen-Kelapa Gading, dan Koantas Bima P102 Tanah Abang-Ciputat.
Tidak semua rute itu bersih dari rute baru yang dibuka oleh PT Transjakarta. Tercatat ada 19 rute yang berimpitan dengan bus-bus baru yang dioperasikan BUMD itu. Rute Metromini paling banyak mengalami hal ini. Selain rute S640, ada juga S610 jurusan Blok M-Pondok Labu yang berimpitan dengan bus Transjakarta 1E dan U24 jurusan Senen-Tanjung Priok dengan bus Transjakarta 10K.
Jalan keluar
Pemprov DKI Jakarta telah berupaya memberikan sejumlah jalan keluar terbaik bagi para operator. Pertama, melalui waktu peremajaan selama 12 bulan setelah Perda Nomor 5 Tahun 2014 berlaku. Ditambah perpanjangan waktu paling lama enam bulan jika kondisi kendaraan masih layak jalan. Meski demikian, opsi ini tidak banyak dilakukan operator karena biaya peremajaan yang mahal. Setiap armada membutuhkan dana renovasi Rp 30 juta hingga Rp 50 juta. Itu pun masih menggunakan unit yang lama.
Opsi kedua adalah gabung dengan PT Transjakarta dengan mengoperasikan bus Minitrans yang telah disediakan. Melalui sistem ini, sopir dan kernet akan mendapat kepastian penghasilan karena digaji tiap bulan di atas UMR minimum provinsi DKI Jakarta. Operator juga mendapat kepastian usaha sebab pemerintah melakukan pembayaran berdasarkan jarak tempuh setiap armada yang beroperasi. Perawatan bus juga ditangani langsung oleh agen resmi pemegang merek.
Operator yang pertama kali mengikuti opsi ini adalah Koperasi Angkutan Jakarta (Kopaja) yang bergabung sejak pertengahan tahun 2015. Setelah bergabung, operator dapat mendaftarkan diri ke dalam katalog elektronik Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk memperoleh armada Minitrans baru sesuai dengan standar PT Transjakarta. Hingga sekarang telah ada 320 unit bus Kopaja yang beroperasi melayani banyak jaringan jalur Transjakarta.
Pasca-empat tahun Kopaja bergabung, langkah ini belum juga diikuti Metromini dan operator bus sedang lainnya. Adapun agar dapat terdaftar di LKPP, sejumlah persyarakan harus dipenuhi terlebih dahulu. Seperti surat domisili kantor, pokok wajib pajak, tanda daftar perusahaan, dan surat izin usaha. Persyaratan inilah yang kemudian sulit dipenuhi PT Metromini di tengah karut-marut internal perusahaan ini.
Mengatasi persoalan ini, tahun 2016 Transjakarta membentuk anak perusahaan bernama Trans Swadaya. Tujuannya sebagai wadah bagi para pemilik bus Metromini dan angkutan umum lain yang ingin bergabung ke dalam sistem transportasi Transjakarta. Meski demikian, masih banyak pemilik bus yang belum tertarik dengan tawaran ini. Uang muka setiap armada baru sekitar Rp 75 juta plus Rp 25 juta untuk biaya operasional dua bulan pertama dianggap masih memberatkan.
Bus Asian Games
Cikal bakal bus Metromini bermula sejak tahun 1962 bertepatan dengan diselenggarakan Pesta Olahraga Asian Games di Jakarta. Kala itu, Presiden Soekarno mendatangkan sejumlah bus Robur Lo 2500 buatan Jerman Timur. Bus berkapasitas 29 penumpang itu digunakan untuk antar jemput para atlet dari Bandara Kemayoran ke Gelora Bung Karno (GBK).
Satu tahun berselang, bus ini masih dipakai untuk acara Games of the New Emerging Forces (Ganefo). Setelah dua perhelatan olahraga itu selesai, bus-bus ini tetap menghiasi jalanan di Ibu Kota. Mereka beroperasi mengisi sejumlah rute yang belum diisi bus, mesti tanpa pengelolaan yang jelas. Baru kemudian tahun 1976 dipegang pengelola berbadan hukum, PT Metromini. Sebagian pengusaha bus sedang juga mendirikan Kopaja.
Awal kemunculan Metromini ini sebenarnya tidak jauh beda ketika berlangsung Asian Games tahun 2018 lalu. Tahun itu Pemprov DKI menghadirkan 300 bus baru untuk antar jemput atlet dari asrama ke dan antar arena pertandingan di GBK. Mesin bus-bus itu buatan Eropa, Mercedes Benz dan Scania, dengan karoseri dalam negeri, yaitu Laksana di Ungaran dan Nusantara Gemilang di Demak.
Kini, bus-bus baru itu masih menghiasi jalanan Ibu Kota. Di bawah manajemen Transjakarta, mengisi sejumlah rute non koridor. Contohnya rute 8C jurusan Tanah Abang-Kebayoran Lama dan 12E untuk rute History of Jakarta Explorer. Bahkan, ada rute yang sama dengan rute bus nontransjakarta, seperti rute 5F jurusan Tanah Abang-Kampung Melayu. Rute ini berimpitan dengan Kopaja T502 dan Dian Mitra BS07.
Sulit memang bagi operator Metromini dan sejenisnya saat ini. Sejumlah opsi yang diberikan pemerintah memang belum sepenuhnya diapresiasi positif oleh banyak pemilik bus. Namun, jika Metromini tidak segera mengubah kualitas pelayanannya. Sudah barang tentu penumpang lebih memilih moda yang jauh lebih baik, yaitu Transjakarta. Kecuali, jika ingin bernostalgia menikmati Jakarta dengan transportasi umum ketika era tahun 90-an. (Litbang Kompas)