Ancaman Nuklir Dunia
Peristiwa bersejarah itu terjadi pada 8 Desember 1987 di Washington. Saat itu, Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan dan pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev menandatangani kesepakatan Penghapusan Senjata Nuklir Jarak Menengah atau Intermediate-range Nuclear Forces (INF).
Itulah untuk pertama kalinya kedua negara adidaya mencapai persetujuan untuk menghapus, bukan saja mengurangi, satu tipe persenjataan nuklir. Menurut perjanjian ini, AS dan Uni Soviet harus menghancurkan semua rudal jarak menengah dan rudal berjelajah lebih pendek, peluncurnya, perlengkapan, dan sarana pendukungnya di seluruh dunia.
Rudal jarak menengah adalah yang jelajahnya antara 1.000 km dan 5.500 km. Sementara rudal jelajah lebih pendek adalah yang berjangkauan antara 500 km dan 1.000 km. Selama tiga tahun setelah berlakunya INF, Uni Soviet menghancurkan 826 rudal jarak menengah dan 1.010 rudal jelajah lebih pendek. Sementara itu, pihak AS menghancurkan 689 rudal jarak menengah dan 170 rudal jelajah lebih pendek (Kompas 8/12/1992).
Sekalipun Uni Soviet sudah dibubarkan pada 1991, INF tetap berlaku untuk AS dan Rusia beserta 11 negara bekas pecahan Uni Soviet. Kesepakatan 31 tahun lalu itu membantu meredakan ketegangan global, yang ikut melapangkan jalan bagi berakhirnya Perang Dingin.
Namun, kesepakatan antara AS dan Rusia tidak selalu berada dalam koridor perdamaian kedua negara. Pada 2014, AS menuding Rusia melanggar kesepakatan dengan melakukan uji rudal jelajah menyusul ketegangan politik antara Rusia dan Ukraina. Di tahun yang sama, Rusia juga melakukan protes keras saat Amerika Serikat memasang sistem pertahanan anti rudal NATO di Romania.
Ketegangan yang sempat muncul empat tahun yang lalu tahun ini kembali mengancam kesepakatan kedua negara lagi. Presiden AS Donald Trump menyatakan akan membawa AS keluar dari pakta tersebut. ”We’re going to terminate the agreement and we’re going to pull out. We’re not going to let them violate a nuclear agreement and go out and do weapons and we’re not allowed to,” kata Trump seperti dikutip harian Financial Times, 22 Oktober 2018.
Trump menganggap perjanjian yang tertuang dalam INF tersebut menghambat pengembangan senjata baru dan terbukti gagal untuk menghalau Rusia yang diam-diam mengembangkan teknologi rudalnya. Trump juga berjanji untuk segera mengembangkan senjata baru.
Kebijakan ini diambil lantaran ia tidak terima dengan kenyataan bahwa Rusia dan juga China masih mengembangkan teknologi rudal mereka, sedangkan AS masih menghormati komitmennya terhadap perjanjian INF. Namun, Trump masih bersedia membatalkan keputusannya dengan syarat Rusia setuju untuk tidak memiliki atau mengembangkan rudalnya.
Kemarahan Trump dipicu oleh temuan intelijen AS pada akhir 2017, yang memperlihatkan indikasi Rusia membuat sistem rudal jelajah. Rudal yang diidentifikasi bernama Novator 9M729. Rudal tersebut, menurut Washington, bisa menjangkau jarak 500 kilometer yang berarti melanggar kesepakatan. Tidak hanya itu, rudal jelajah itu pun terpasang rapi di bagian negara Rusia yang berbatasan dengan negara-negara NATO, seperti Estonia, Latvia, Lituania, dan Polandia.
Pihak Rusia menolak tudingan AS bahwa aktivitas pengembangan senjata rudalnya berada di luar koridor INF. ”We understand all the seriousness of the issue and its significance for security and strategic stability,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov.
Menyesalkan
Koran The Japan Times dan Financial Times merekam reaksi dunia terkait dengan kabar kabar rencana Trump untuk keluar dari traktat INF. Amerika Serikat diminta agar tidak keluar dari kesepakatan nuklir dengan Rusia.
Beberapa keprihatinan atas keputusan tersebut ditampilkan sebagai dampak keputusan itu. Penarikan sepihak AS berpotensi bisa meningkatkan perlombaan senjata nuklir dengan Rusia dan China. Dampak lain yang dikhawatirkan adalah menghambat kemajuan menuju denuklirisasi Korea Utara.
Faktor yang tidak kalah penting adalah substansi kesepakatan itu sendiri. Diakui, selama 31 tahun perjanjian INF merupakan salah satu pilar utama infrastruktur pemeliharaan perdamaian global. Jadi, potensi hancurnya kesepakatan tersebut bagi The Japan Times bisa memicu berakhirnya pakta-pakta lain lain yang membatasi hulu ledak nuklir.
Bisa dibayangkan tanpa aturan pembatasan pengelolaan nuklir, ancaman perang nuklir setiap saat bisa pecah. Nuklir memiliki daya hancur yang luar biasa. Senjata yang juga disebut sebagai senjata pemusnah massal ini memang memperlihatkan kedahsyatannya. Bom pertama yang dijatuhkan AS di kota Hiroshima, Jepang, pada 1945 menelan korban sekitar 140.000 orang, di dalamnya termasuk 71.000 yang diketahui tewas dan hilang, ditambah dengan 68.000 yang luka-luka.
Kejadian itu memperlihatkan, selain korban seketika, masih ada korban yang tewas dan menderita belakangan, mengingat senjata nuklir—berbeda dengan senjata konvensional—memiliki efek radiasi, yang mampu menghancurkan jaringan tubuh manusia secara berangsur (Kompas, 6/8/2005).
Begitu dahsyatnya bagi kehidupan manusia membuat kenyamanan hidup terusik di bawah ancaman perang nuklir. Atas pemikiran tersebut, muncullah langkah dan kebijakan negara-negara di dunia untuk mengurangi pengembangan nuklir. Dari titik keresahan tersebut lalu muncul perundingan pembatasan senjata nuklir.
Berdasarkan data Institut Riset Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), tahun ini setidaknya terdapat 14.935 hulu ledak nuklir di dunia. Dua negara yang paling banyak menyimpan hulu ledak nuklir adalah AS dan Rusia.
Dari jejak-jejak perkembangan perundingan yang pernah ada, perundingan tersebut tidak dicapai dalam waktu yang singkat. Tahun 1972 menjadi embrio keamanan dunia dengan disepakatinya Persetujuan Pembatasan Senjata Strategis (SALT) yang diikuti Persetujuan INF pada Desember 1987. Selanjutnya muncul Persetujuan Pengurangan Senjata Strategis (START) pada 1993.
Rekam jejak susah payahnya membangun traktat nuklir sedikit banyak meredam kekhawatiran warga dunia dari ancaman senjata nuklir. Berakhirnya kesepakatan tersebut dapat menggoyahkan pilar utama infrastruktur pemeliharaan perdamaian global. (RANGGA EKA SAKTI/LITBANG KOMPAS)