Ojek Daring, Angkutan Umum atau Bukan? (2)
Ojek daring di kota besar
Bagaimana perkembangan ojek daring di kota besar lain? Perusahaan ojek daring yang pada 2015 mulai berkembang di sejumlah kota besar di Indonesia tersebut perlahan dimanfaatkan oleh warga kota sebagai alat mobilitas. Tak jarang kehadiran ojek daring diawali konflik dengan ojek pangkalan dan angkutan umum.
Ojek pangkalan merasa ”lahan” pekerjaan mereka direbut oleh para ojek daring. Adapun angkutan kota merasa kehadiran ojek daring membuat tingkat penghasilan menurun. Sampai sekarang, perselisihan tersebut masih terjadi dan ojek daring tetap bertahan melayani masyarakat.
Ojek daring di Bandung mulai berkembang sejak 2015. Kehadiran ojek daring di Bandung tidak semulus di Jakarta. Sejak 2015, ojek pangkalan terus mengintervensi kehadiran ojek daring. Komunitas ojek pangkalan mengeluarkan sejumlah aturan tidak resmi yang harus disepakati ojek daring, di antaranya ojek daring tidak mengambil penumpang yang tinggal di wilayah jalur ojek pangkalan. Jika ada penumpang yang tinggal di wilayah jalur ojek pangkalan, ojek daring cukup mengantarkan penumpang tersebut hingga pangkalan ojek pangkalan, selanjutnya penumpang akan diantarkan oleh ojek pangkalan hingga ke rumah.
Ojek daring baru dimanfaatkan tidak kurang dari 35 persen responden warga Bandung. Warga yang menggunakannya mayoritas (73 persen) justru yang memiliki sepeda motor. Warga yang tidak pernah memanfaatkan jasa ojek daring, dalam jajak pendapat ini, justru yang tidak mempunyai kendaraan pribadi.
Agaknya warga yang tidak memiliki kendaraan pribadi lebih memilih menggunakan angkutan umum karena kehadiran ojek daring di Bandung masih mengalami penolakan dari ojek pangkalan dan angkot. Warga takut jika menggunakan ojek daring akan di-sweeping oleh angkutan kota lain.
Dalam hal ini ”kesetiaan” warga Bandung pada angkutan umum konvensional rupanya cukup teruji. Mereka lebih memilih menggunakan angkot meski kadang lama karena harus beberapa kali berhenti mengambil penumpang dan kena macet. Ini tampaknya tekait pula dengan soal kebiasaan. Adapun pengguna kendaraan pribadi tetap setia menggunakan sepeda motor atau mobil.
Ojek daring di Makassar juga diminati warga. Tercatat dari survei jajak pendapat Kompas di Palembang, hampir semua responden mengaku pernah menggunakan ojek daring. Namun, penggunaannya masih jarang. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Dampak Keberadaan Transportasi Ojek Online (Go-Jek) terhadap Angkutan Umum Lainnya di Kota Makasar (Darmadi, 2016).
Penelitian tersebut menyebutkan, ketertarikan minat penumpang terhadap angkutan daring meningkat karena tarifnya murah, aman, mudah, dan praktis, serta menawarkan berbagai bidang jasa dengan tarif yang sudah pasti.
Selain itu, penelitian Pengaruh Go-Jek terhadap Mobilitas Masyarakat (Fitriyanti, 2017) juga menyatakan, Go-Jek membuat masyarakat tidak takut bepergian sendiri serta memudahkan masyarakat untuk mencari transportasi pada jam tertentu dan tempat yang tidak terjangkau angkutan umum.
Sayang, sampai Agustus 2018 izin pengoperasiannya belum tuntas, bahkan terancam dibekukan. Hal tersebut karena Pemprov Sulsel dan Pemkot Makassar menemukan sejumlah fakta dugaan pelanggaran, termasuk tuntutan aspirasi pengemudi Go-Jek yang dipandang memberatkan.
Pada Februari 2017 bahkan sempat terjadi perselisihan antara ojek daring dan ojek pangkalan serta sopir angkutan kota. Ratusan sopir angkot mogok dan berunjuk rasa menolak transportasi modern di Makassar. Tak hanya itu, sopir angkot juga melakukan razia terhadap sopir angkot lain yang masih beroperasi.
Angkutan kota tidak memadai
Berbeda halnya dengan penerimaan ojek daring di Kota Palembang. Meski pemanfaatan ojek daring belum masif (37,7 persen), ojek daring cukup membantu warga yang tidak mempunyai kendaraan pribadi. Sebanyak 80 persen responden Palembang yang tidak mempunyai kendaraan pribadi pernah menggunakan ojek daring. Selain itu, sekitar 55 persen responden pemilik sepeda motor pun terkadang menggunakan ojek daring.
Ojek daring yang mulai masuk di ”Kota Pempek” pada 2015 ini juga menjadi pendukung pelaksanaan Asian Games Ke-18 di Palembang. Bahkan, perusahaan Grab menjadi angkutan resmi Asian Games 2018 yang siap menjemput dan mengantar penumpang menuju arena Asian Games di titik-titik yang telah disiapkan. Selain sebagai jasa antar, ojek daring juga menyediakan jasa pengantaran barang dan makanan yang bisa digunakan oleh atlet, ofisial, atau para penonton Asian Games.
Pada pelaksanaan Asian Games di Palembang sudah ada fasilitas transportasi massal, yakni light rapid transit (LRT) dengan rute Bandara Sultan Mahmud Badaruddin-GOR Jakabaring. Selain LRT, Palembang telah mengoperasikan angkutan massal bus rapid transit (BRT) yang disebut transmusi sejak 2010.
Namun, pengoperasian transmusi tersebut kurang maksimal. Transmusi terkadang menaikturunkan penumpang sembarangan dan pada 2016 sempat kesulitan dana operasional. Hal tersebut juga diungkapkan oleh seperempat lebih responden Palembang yang menyebutkan kondisi angkutan umum belum memadai.
Ojek daring di Palembang bisa dimanfaatkan sebagai pengumpan menuju dan dari halte transmusi atau stasiun LRT. Namun, jika kondisi angkutan massal tersebut semakin buruk, bisa jadi warga Palembang lebih memilih menggunakan ojek daring sebagai moda transportasi. Sebagai catatan, tangga untuk menjangkau stasiun LRT di beberapa lokasi cukup tinggi sehingga menyulitkan bagi para orang lansia, ibu hamil, dan kaum disabilitas.
Persepsi belum memadainya kondisi transportasi umum juga disebutkan oleh 30 persen responden warga Medan. Penilaian tersebut bisa jadi didasari dari sistem rute angkot yang tumpang tindih serta perilaku ugal-ugalan dan tidak disiplin sopir angkot, becak, dan bentor. Belum lagi ditambah kemacetan lalu lintas di sejumlah titik akibat ketidakdisiplinan pengendara serta banyaknya PKL dan terminal bayangan.
Akhirnya, responden warga Medan lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi. Penggunaan ojek daring juga belum banyak. Tercatat dari jajak pendapat hanya sekitar 30 persen yang pernah menjajal ojek daring. Agaknya hal tersebut berkaitan dengan perselisihan antara ojek daring dan sopir angkot akhir tahun lalu saat ratusan pengemudi ojek daring mendatangi kantor Polrestabes Medan. Mereka memprotes polisi karena beberapa rekannya diintimidasi sopir angkutan umum.
Sebenarnya jika izin pengoperasian ojek daring sudah beres serta ada sosialisasi angkutan umum yang telah ada, keberadaan ojek daring bisa menunjang sistem transportasi yang ada.
Meski status ojek daring yang bukan angkutan umum masih diperdebatkan, terbukti ojek daring mendukung transportasi kota, di antaranya bagi warga yang tidak punya kendaraan, meningkatkan penggunaan angkutan umum, angkutan pengumpan sistem transportasi lain, dan menopang perekonomian lokal. (M PUTERI ROSALINA/LITBANG KOMPAS)