Jejak Trah Suganda di Balik Pilbup Kuningan
Pasangan Acep Purnama-M Ridho Suganda dipastikan unggul dalam Pemilihan Bupati Kuningan setelah berhasil meraih dukungan mayoritas pemilih.
Pasangan calon nomor urut 3 ini dipilih oleh 40,3 persen pemilih untuk menjadi Bupati Kuningan selama lima tahun ke depan. Sosok bupati dan wakil bupati terpilih ini merepresentasikan gabungan kekuatan petahana dan kekuatan pengaruh trah penguasa lokal.
Acep Purnama merupakan Wakil Bupati Kuningan yang melanjutkan kepemimpinan Bupati Utje Choeriah Hamid Suganda yang meninggal pada 7 April 2016. Sejak tahun 2016, Acep ditunjuk sebagai bupati menggantikan posisi Utje Ch (alm) hingga masa pemilihan berikutnya. Utje Ch-Acep Purnama merupakan sosok bupati dan wakil bupati terpilih hasil Pemilihan Bupati (Pilbup) Kuningan tahun 2013.
Pada Pilbup Kuningan 2018, Acep Purnama menggandeng M Ridho Suganda yang tidak lain merupakan putra dari Utje Chairiyah Suganda, Bupati Kuningan yang terpilih tahun 2013. Adapun Utje Ch merupakan istri Aang Hamid Suganda, politisi PDI-P yang menjadi Bupati Kuningan pada 2003-2008 dan 2008-2013.
Terpilihnya Utje Ch sebagai bupati tentu melibatkan pengaruh suaminya sebagai politisi partai terbesar di Kuningan sekaligus penguasa tertinggi di daerah itu. Aang Hamid Suganda tentu memiliki motif yang kuat memenangkan istrinya sebagai bupati baru untuk melanjutkan kekuasaannya yang dijabat sejak 2003.
Peralihan jabatan bupati dari Aang kepada Utje ini menunjukkan kesinambungan kekuasaan dari suami kepada istri. Majunya M Ridho Suganda sebagai wakil Acep Purnama hampir bisa dipastikan membawa motif yang kuat dari sang ayah. Dengan ”menitipkan” Ridho kepada Acep, peluang sang anak untuk menjadi penguasa di Kuningan bisa berlangsung lebih lama.
Terpilihnya Acep-Ridho sebagai pemimpin baru Kuningan membuat Aang mendapatkan kesempatan untuk mempertahankan pengaruh kepada seluruh masyarakat Kuningan. Masuknya Ridho dalam jajaran penguasa Kuningan menunjukkan sirkulasi kekuasaan lokal yang terbatas pada istri dan anak Aang Hamid Suganda, bupati pertama Kuningan pada era Reformasi.
Kesinambungan jabatan bupati dari Aang Hamid Suganda yang dimulai tahun 2003 kemudian dilanjutkan kepada istrinya pada 2013 menunjukkan bahwa Aang yang menjabat Bupati Kuningan selama 10 tahun tentu memiliki motif kuat .
Figur kandidat
Ridho Suganda merupakan anak bungsu pasangan Aang Hamid Suganda dan Utje Hamid Suganda, bupati yang "memimpin" Kabupaten Kuningan sejak tahun 2003 hingga 2016. Posisi ini membuat Ridho memiliki modal politik yang kuat untuk melanjutkan jejak kekuasaan orangtuanya.
Di sisi lain, masyarakat Kuningan tampaknya menerima kondisi tersebut dengan tidak adanya resistensi yang kuat terhadap dinasti politik Aang Hamid Suganda. Hal ini juga terlihat dari penerimaan masyarakat yang begitu cepat terhadap nama Ridho Suganda dalam bursa calon kepala daerah Kuningan.
Tidak ada penolakan yang kuat dari masyarakat terhadap trah Hamid Suganda.
Pemberitaan media lokal menunjukkan, sejak Ridho mencalonkan diri menjadi wakil bupati Kuningan, namanya langsung ramai diperbincangkan. Padahal sebelum pilbup, nama Ridho kurang terdengar gaungnya di Kuningan. Ridho lahir di Kota Bogor dan lebih banyak menjalani aktivitas sosial-politiknya di Kota Hujan. Di kota kelahirannya itu, Ridho banyak dikenal sebagai pemuda yang aktif berorganisasi dan berolahraga.
Jejak kegiatan organisasi yang membawa namanya melambung ke hadapan publik adalah Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dan Karang Taruna. Tahun 2000, Ridho terpilih sebagai Ketua DPD KNPI Kota Bogor.
Jabatan ini dipegang Ridho hingga tahun 2013. Tiga tahun kemudian, Ridho terpilih kembali untuk memimpin Karang Taruna Kota Bogor. Jabatan ini dipercayakan kepadanya hingga tahun 2021.
Meski aktivitas sosial-politiknya lebih banyak dilakukan di Kota Bogor, putra bungsu Aang-Utje ini secara perlahan-lahan mulai menunjukkan minatnya untuk berkarya di Kuningan. Selain memiliki usaha bisnis, Ridho juga aktif dalam olahraga bela diri di kabupaten yang pernah dipimpin kedua orangtuanya itu. Komisaris PT Kuningan Trans Energi ini aktif dalam sasana Boxing Cibingbin Kuningan.
Selain itu, pria kelahiran tahun 1982 ini juga didaulat menjadi Ketua Muay Thai Kuningan. Seiring dengan pengembangan minat tersebut, Ridho juga terus-menerus belajar untuk memahami karakter masyarakat Kuningan.
Salah satu caranya adalah berpartisipasi dalam kegiatan kedua orangtuanya selagi mereka masih menjadi bupati. Pertemuan Ridho dengan warga Kuningan menjadi momen yang perlahan-lahan membuka tabir misteri sosoknya sebagai anak bungsu Aang dan Utje.
Dalam momen-momen tersebut, pria yang aktif di media sosial ini belajar tentang kisi-kisi kehidupan masyarakat untuk memahami kultur politik masyarakat Kuningan. Karena itulah, ketika Ridho ditarik untuk maju dalam bursa pencalonan, sosoknya sudah tidak asing bagi sebagian warga Kuningan meski popularitasnya belum menanjak.
Pilbup 2018 merupakan debut Muhammad Ridho Suganda di atas panggung politik Kabupaten Kuningan. Jabatan yang dipasang untuk pria penyuka musik ini pun terbilang bergengsi untuk anak muda seusianya, yaitu calon wakil bupati atau orang kedua se-Kabupaten Kuningan. Adapun calon bupati yang akan didampinginya adalah Acep Purnama, Bupati Kuningan saat ini yang pernah menjadi wakil ibunya semasa menjadi bupati.
Pasangan Acep-Ridho dalam pilbup ini menghadapi dua pasangan calon yang cukup kuat basis dukungannya di Kuningan. Pasangan pertama adalah Toto Taufikurohman Kosim-Yosa Octora Santono.
Pasangan nomor urut 1 ini diusung oleh PKB, Demokrat, PKS, dan PPP. Pasangan lain yang akan menjadi lawan Acep-Ridho adalah Dudi Pamuji-Udin Kusnaedi. Pasangan nomor urut 2 ini diusung oleh Golkar, PAN, dan Gerindra.
Figur calon bupati Toto Taufikurohman Kosim selama ini sudah populer bagi khalayak masyarakat Kuningan karena profesinya sebagai dokter. Profesi yang sudah lama digelutinya ini mengantarkan Toto berhubungan langsung dengan semua lapisan masyarakat Kuningan dari kota hingga pelosok desa.
Toto yang dikenal sebagai dokter yang ”dermawan” kerap melakukan kegiatan pengobatan gratis dan khitanan massal bagi warga Kuningan.
Kebaikan Toto semakin dirasakan masyarakat ketika pria kelahiran Kuningan tahun 1969 ini mendirikan Rumah Sakit Kuningan Medical Center (KMC) di Luragung. Karena itulah, kehadiran Toto dalam bursa calon bupati langsung meraup popularitas dan elektabilitas yang tinggi lantaran sosoknya yang sudah dikenal sebagai dokter dermawan.
Toto yang dikenal sebagai dokter yang ”dermawan”.
Sosok cawabup Yosa Octora Santono juga memiliki akar politik yang dalam di Kuningan. Ayahnya, Amin Santono, merupakan anggota DPR dari Partai Demokrat. Sementara ibunya, Yoyoh Rukiyah Amin, merupakan anggota DPRD Jawa Barat dari partai yang sama.
Sebagai anak dari politisi Demokrat, wajar apabila kehadiran Toto-Yosa di atas panggung pilbup turut disponsori oleh partai berlogo bintang Mercy ini. Selain Demokrat, pasangan ini juga diusung oleh tiga partai Islam, yaitu PKB, PKS, dan PPP.
Meski mewarisi darah politisi, keterlibatan Yosa dalam politik secara intens masih terbilang baru. Sebelum terjun dalam Pilbup Kuningan, kegiatan pria penggemar olahraga dan musik ini yang terkait dengan politik praktis adalah tatkala dirinya menjadi koordinator staf ahli anggota DPR dari Fraksi Demokrat. Selebihnya, aktivitas pria kelahiran Jakarta tahun 1980 ini lebih banyak bersentuhan dengan bisnis dan hobinya.
Calon bupati nomor urut 2, Dudi Pamuji, bukan sosok yang asing bagi masyarakat Kuningan. Cucu pendiri Muslimat NU Kabupaten Kuningan ini sudah lama malang melintang dalam kehidupan sosial politik di tanah leluhurnya.
Sebelum aktif di kepengurusan Golkar Kabupaten Kuningan, penggemar olahraga bela diri ini aktif di Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) dan Pemuda Pancasila Kabupaten Kuningan.
Jabatan tertinggi di Golkar yang dipegang oleh penasihat sejumlah organisasi/yayasan pendidikan Islam di Kuningan ini adalah Wakil Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Kuningan. Posisi inilah yang membuka jalan bagi Dudi untuk menduduki kursi DPRD Kuningan periode 2014-2019. Kedua posisi tersebut menjadi tiket bagi Dudi mendapatkan restu dari DPP Golkar untuk dirinya maju sebagai calon bupati Kuningan periode 2018-2023.
Udin Kusnaedi yang menjadi wakil Dudi juga memiliki reputasi dan prestasi yang cukup dikenal masyarakat Kuningan. Pria kelahiran Kuningan tahun 1975 ini lebih banyak dikenal sebagai pengusaha sayuran. Kegiatan lain yang banyak digeluti Komisaris Bayem Trans-Jaya ini adalah bidang kepemudaan dan agama. Kedekatannya dengan bidang kepemudaan memberikan jalan kepada Udin untuk menjadi salah satu pemimpin Pemuda Pancasila dan bendahara di KNPI.
Saat ini, Udin merupakan Ketua DPD PAN Kabupaten Kuningan merangkap Wakil Bendahara Umum DPW PAN Jawa Barat. Posisinya di PAN inilah yang membuat Udin Kusnaedi dipilih oleh DPP untuk maju sebagai calon wabup mendampingi Dudi Pamuji.
Lanskap politik
Kuningan merupakan salah satu dari tiga kabupaten yang menjadi basis dukungan terkuat PDI-P di wilayah Cirebonan, Jawa Barat. Sebagian besar wilayah kabupaten ini berada di kawasan selatan, berdekatan dengan Kabupaten Ciamis yang dikenal sangat kental keislamannya. Dominasi PDI-P membuat Kuningan menjadi enklave nasionalis yang sangat penting di kawasan transisi antara Cirebonan dan Priangan.
Salah satu penyokong kemenangan PDI-P di Kabupaten Kuningan sejak Pemilu 1999 adalah sosok politisi senior PDI-P, Aang Hamid Suganda. Ketokohan Aang di PDI-P memiliki pengaruh yang luas di Kabupaten Kuningan. Aang bertransformasi menjadi tokoh sentral di seluruh Kuningan.
Pengaruh sosok Aang semakin kuat ketika dia terpilih untuk pertama kali menjadi Bupati Kuningan periode 2003-2008. Kondisi ini tentu memberi keuntungan politis bagi PDI-P yang telah memilih Aang Hamid Suganda dengan wakilnya, Aan Suharso, melalui DPRD Kuningan pada 3 November 2003.
Prestasi utama Aang sebagai kader PDI-P ketika pertama kali menjadi Bupati Kuningan adalah mempertahankan dominasi perolehan kursi DPRD untuk partai moncong putih ini pada Pemilu 2004.
PDI-P berhasil mengumpulkan 13 kursi (28,9 persen) dari 45 kursi DPRD Kabupaten Kuningan. Perolehan ini lagi-lagi menyisihkan Golkar, kekuatan politik paling berpengaruh di Kuningan pada masa rezim Orde Baru.
Pengaruh sosok Aang semakin teruji ketika dia terpilih kembali menjadi Bupati Kuningan untuk periode kedua pada 2008. Pemilu yang diselenggarakan setahun kemudian kembali menempatkan PDI-P sebagai partai pemenang di Kuningan.
Dari 50 kursi DPRD Kuningan yang diperebutkan, PDI-P menguasai 14 kursi atau 28 persen. Golkar dan Demokrat yang berada di peringkat berikutnya hanya mampu mengumpulkan 7 kursi atau separuh bagian dari kursi PDI-P.
Pada Pemilu 2014, PDI-P kembali mencatat kemenangan dengan meraup 10 kursi (20 persen) dari 50 kursi. Pada pemilu ini, PAN berhasil menggeser Golkar dengan perolehan 8 kursi. PKS, Demokrat, dan PKB berada pada peringkat yang sama dengan perolehan 5 kursi untuk setiap parpol.
PAN, PKS, dan PKB merupakan parpol dengan performa terbaik pada pemilu ini karena berhasil menambah perolehan kursi secara konsisten sejak Pemilu 2004.
Keunggulan PDI-P pada Pemilu 2014 menunjukkan pamor PDI-P sebagai partai paling favorit di Kuningan belum tergeser meski kompetisi pada pemilu ini berlangsung ketat. Sosok Aang Suganda memiliki peran penting dalam menjaga loyalitas pemilih PDI-P. Meski sudah tidak menjabat lagi sebagai bupati, pengaruh Aang tetap mengalir kepada Bupati Kuningan yang baru, Utje Choeriah Suganda, istrinya.
Partai lain di luar PDI-P yang memiliki prospek politik dari Pemilu 2004 adalah Golkar, Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan PKB. Partai-partai ini masih bisa mengumpulkan kursi dalam jumlah relatif banyak meski perolehannya fluktuatif.
Partai Golkar dan Demokrat sebagai partai penguasa memiliki dukungan yang luas di kalangan perkotaan dan pedesaan. Sementara PKS, PAN, PPP, dan PKB pemilihnya lebih spesifik kepada umat Islam yang populasinya tersebar hampir merata di seluruh Kabupaten Kuningan.
Kontestasi pilbup
Pilbup Kuningan 2018 menghadirkan kontestasi yang relatif imbang, baik dari aspek kualitas sosok kandidat maupun kekuatan dukungan politik dari mesin politik parpol. Para calon yang berkontestasi merupakan sosok putra daerah yang memiliki keragaman latar belakang profesi dan pengalaman dalam bidang politik. Hampir semua figur memiliki popularitas dan basis dukungan di daerah asal mereka.
Menurut hasil rekapitulasi suara Pilbup Kuningan 2018 yang diakses melalui laman KPU, ketiga pasangan calon memiliki pendukung loyal masing-masing yang berbasis pada kecamatan.
Sebaran penguasaan kecamatan memang didominasi pasangan nomor urut 3, Acep-Ridho. Dua pasangan lain tetap bisa mengambil beberapa kecamatan sebagai basis kemenangan mereka di tengah kuatnya dukungan dan mesin politik dari calon petahana.
Toto-Yosa unggul di tiga kecamatan, yaitu Ciawigebang, Cidahu, dan Garawangi. Karakter penguasaan wilayah dari pasangan nomor urut 1 ini menyebar dan acak. Kecamatan Ciawigebang dan Cidahu terletak di bagian utara yang berbatasan dengan Kabupaten Cirebon. Sementara Kecamatan Garawangi terletak di bagian tengah, berbatasan langsung dengan Kota Kuningan.
Pola sebaran yang sporadis dan acak ini menunjukkan kekuatan pengaruh dari dua sosok kandidat. Boleh jadi, elektabilitas pasangan calon yang tinggi di ketiga kecamatan ini ditopang oleh pengaruh sosok calon bupati Toto Taufikurohman Kosim yang dikenal sebagai dokter dermawan. Selain itu, dukungan mesin politik dari Partai Demokrat dan tiga partai Islam lain juga ikut meningkatkan elektabilitas mereka.
Pasangan Dudi Pamuji-Udin Kusnaedi juga unggul di tiga kecamatan, yaitu Darma, Jalaksana, dan Japara. Di ketiga kecamatan ini, Dudi-Udin unggul dengan kemenangan di atas 30 persen.
Pola sebaran kecamatan yang dikuasai oleh pasangan nomor urut 2 ini relatif lebih memusat di sebelah barat yang berbatasan dengan Kabupaten Majalengka. Kecamatan Darma dan Jalaksana, meski tidak berbatasan langsung, memiliki garis batas yang sama dengan Kabupaten Majalengka. Sementara Japara merupakan kecamatan yang berbatasan langsung dengan Jalaksana.
Pemusatan kekuatan pasangan calon ini di Kecamatan Jalaksana dan sekitarnya karena Udin Kusnaedi merupakan figur asli dari Kecamatan Jalaksana. Cawabup Kuningan ini juga mengendalikan dukungan pemilih PAN yang banyak tersebar di kawasan urban ini.
Selain faktor Udin, pengaruh sosok cabup Dudi Pamuji sebagai politisi Golkar juga berperan dalam memobilisasi pemilih di wilayah-wilayah bagian barat Kuningan untuk memilih pasangan ini.
Pasangan Acep Purnama-M Ridho Suganda bisa menang di 26 kecamatan (81,3 persen) dari 32 kecamatan. Pola kemenangan yang tersebar secara merata ini menunjukkan pengaruh sosok Acep sebagai bupati petahana dan Ridho sebagai ahli waris takhta Aang Hamid Suganda yang sudah mencengkeram hampir seluruh wilayah Kabupaten Kuningan.
Kemenangan yang hampir mutlak di seluruh Kabupaten Kuningan ini sudah pasti didukung oleh semua potensi terbaik yang dimiliki kedua sosok ini. Posisi Acep sebagai wakil bupati yang setia mendampingi Utje Choeriah hingga napas terakhirnya sudah pasti meninggalkan simpati yang besar bagi warga Kuningan.
Selama menjadi bupati menggantikan Utje, Acep dinilai sukses dan tidak terindikasi korupsi yang juga menjadi poin positif terhadap kualitas kepemimpinannya. Sementara wakilnya, M Ridho Suganda, mampu memberikan insentif elektoral dari sosoknya sebagai pemimpin muda.
Statusnya sebagai putra Aang-Utje sudah pasti akan sangat menyumbang peningkatan elektabilitas untuk pasangan ini. Dengan membawa trah Suganda, mesin politik yang dimotori oleh PDI-P dan Nasdem akan bekerja secara maksimal untuk memenangkan pasangan calon nomor urut 3 ini.
Trah Suganda
Nama dan sosok Aang Hamid Suganda sudah sangat populer dan menjelma menjadi sosok yang memegang peran sentral dalam kehidupan politik masyarakat Kuningan. Kedudukannya sebagai mantan bupati (dua periode) dan politisi senior PDI-P Kabupaten Kuningan menjadi topangan formal untuk reputasi yang melekat pada dirinya selama ini.
Bagi masyarakat, rasa hormat mereka kepada Aang lantaran mantan Ketua Persija ini berhasil memimpin Kabupaten Kuningan selama 10 tahun. Bagi sesama politisi, terutama dari PDI-P, sosok Aang juga sangat disegani lantaran keberhasilannya mempertahankan posisi partai pimpinan Megawati ini sebagai pemenangan pemilu dan pilbup di Kuningan hingga sekarang.
Berbagai kesuksesan inilah yang membuat Aang Hamid Suganda memiliki pengaruh politik yang luas di Kuningan. Pengaruh inilah yang membuat setiap campur tangan Aang dalam kontestasi politik selalu berbuah sukses.
Pengaruh ini juga yang membuat Aang sukses mengintervensi agendanya untuk melahirkan Bupati Kuningan pengganti dirinya. Aang Suganda ingin mewariskan trah Suganda di balik suksesi kepemimpinan lokal di Kabupaten Kuningan.
Pada Pilbup 2013, Aang Suganda sukses mengantarkan istrinya, Utje Ch Suganda, ke kursi Bupati Kuningan yang baru ditinggalkannya. Ketika Utje meninggal pada 2106, jabatan Bupati Kuningan ”dititipkan” kepada sang wakil, Acep Purnama, hingga akhir masa jabatan tahun 2018. Ketika masa suksesi bupati tahun 2018, nama M Ridho Suganda tiba-tiba mencuat dan dipasangkan dengan bupati petahana Acep Purnama.
Sebagian besar tokoh masyarakat dan elite politik di Kuningan paham, kehadiran Ridho Suganda di kancah pertarungan pilbup sudah pasti membawa agenda Aang Suganda untuk menancapkan trah Suganda ke dalam kepemimpinan Kabupaten Kuningan lima tahun mendatang.
Aang Hamid Suganda berhasil mencengkeram kekuasaan Bupati Kuningan sejak dirinya terpilih sebagai bupati pada 2003 lantaran kepiawaiannya dalam menggerakkan jaringan relawan yang ada di seluruh Kuningan.
Aang Suganda memprakarsai pembentukan jaringan relawan yang langsung memakai namanya, yaitu Relawan AHAS (Aang Hamid Suganda). Jaringan ini mulai digunakan ketika Aang mencalonkan diri kembali sebagai Bupati Kuningan pada 2008.
Pembentukan Relawan AHAS merupakan strategi Aang untuk memenangi pemilihan bupati yang menggunakan sistem pemilihan langsung oleh rakyat. Relawan ini berasal dari berbagai kalangan masyarakat, yaitu pentolan partai, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh budaya, dan elemen-elemen lain yang berasal dari 32 kecamatan di Kabupaten Kuningan.
Relawan AHAS dioperasikan sebagai mesin politik cadangan untuk kepentingan mobilisasi pendukung dalam pilkada. Relawan AHAS merupakan jaringan organisasi yang sangat diandalkan Aang Hamid Suganda dan timnya untuk mendulang suara dalam pilkada. Relawan ini berisi loyalis Aang yang militan untuk menjamin kemenangan mereka.
Melalui Relawan AHAS inilah, Aang berhasil memenangi Pilbup Kuningan 2008. Bahkan, ketika Pilbup Kuningan 2013 yang diikuti oleh Utje Choeriah Suganda, Aang juga mengaktifkan kembali Relawan AHAS yang dibentuk lima tahun sebelumnya. Hasilnya, Utje yang berpasangan dengan Acep Purnama berhasil memenangi pilbup.
Pilbup 2018 kembali membuktikan efektivitas Relawan AHAS dalam menggerakkan dukungan di level pemilih. Kemenangan yang diraih Acep-yang tersebar di hampir seluruh Kuningan membuktikan jaringan relawan ini berhasil menguasai semua lini yang potensial untuk menggerakkan suara pemilih kepada Acep-Ridho.
Kemenangan tiga kali pilbup menunjukkan jaringan relawan yang dibentuk secara personal dengan pendekatan yang personal ternyata bisa diandalkan sebagai mesin politik cadangan dalam menggarap suara secara langsung kepada pemilih.
Relasi antarpribadi Aang Suganda sebagai orang Kuningan dengan relawannya yang sesama orang Kuningan bisa membangkitkan rasa saling percaya di antara mereka. Melalui relasi individual inilah, Aang Hamid Suganda menancapkan pengaruh sosok dan kekuasaannya ke dalam Relawan AHAS.
Aang Suganda berhasil mengoperasikan agendanya dengan menggunakan kendaraan Relawan AHAS yang loyal kepadanya serta militan membela kepentingan dirinya. Sejarah telah mencatat, Aang Hamid Suganda dan Relawan AHAS sukses melahirkan Bupati Kuningan pengganti Aang sebagai pewaris trah Suganda. (SULTANI/LITBANG KOMPAS)