Soliditas Nahdliyin untuk Bupati Tegal
Kemenangan Umi Azizah dalam Pilkada Kabupaten Tegal 2018 merupakan hasil soliditas ikatan kaum nahdliyin dalam mendudukkan seorang perempuan di kursi kepemimpinan. Umi Azizah adalah perempuan pertama yang menjadi pemimpin di Kabupaten Tegal.
Kontestasi di Pilkada Kabupaten Tegal 2018 diikuti tiga pasangan calon yang diusung partai politik. Kontestan dengan nomor urut satu ialah pasangan Rusbandi-Fatchuddin yang diusung koalisi Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan. Dua partai ini memiliki 10 kursi di DPRD.
Kontestan dengan nomor urut dua ialah pasangan Haron Bagas Prakosa-Drajat Adi Prayitno yang diusung koalisi tiga partai, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Demokrat, dan Partai Nasdem. Ketiga partai ini menguasai 15 kursi di DPRD.
Adapun kontestan terakhir ialah pasangan Nur Azizah-Sabilillah Ardie. Pasangan ini diusung partai tunggal, yakni Partai Kebangkitan Bangsa. PKB menguasai 12 kursi di DPRD.
Semula, Umi Azizah maju dalam pilkada bukan sebagai calon bupati. Ia dicalonkan sebagai wakil bupati mendampingi Enthus Susmono. Enthus Susmono dan Umi Azizah adalah pasangan petahana Bupati dan Wakil Bupati Tegal periode 2013-2018 yang terpilih saat Pilkada 2013.
Pasangan ini diusung PKB dan mendapat dukungan dari Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Hati Nurani Rakyat. Jika digabungkan, kelima partai ini menguasai 25 kursi di DPRD.
Enthus Susmono yang akrab disapa Ki Enthus meninggal karena serangan jantung pada 14 Mei 2018, kurang dari dua bulan sebelum pilkada diselenggarakan. Dengan kebulatan suara partai pengusung, Umi Azizah diajukan menjadi calon bupati. Posisinya sebagai calon wakil bupati kemudian digantikan oleh Sabilillah Ardie.
Sabilillah Ardie merupakan mantan Staf Khusus Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Helmi Faishal Zaini pada Kabinet Indonesia Bersatu II. Ia adalah anak dari seorang anggota DPR yang juga pengurus DPP PKB.
Pasangan Umi Azizah-Sabilillah Ardie menang dengan perolehan suara mayoritas (70,94 persen), menyingkirkan pasangan Rusbandi-Fatchuddin (8,79 persen suara) dan pasangan Haron Bagas-Drajat Adi (20,27 persen suara).
Seandainya Ki Enthus tidak meninggal, pasangan petahana diyakini oleh banyak kalangan akan memenangi pilkada untuk periode yang kedua.
Sejarawan pantura, Wijanarto, mengemukakan, suara Nahdlatul Ulama (NU) cukup solid kepada Umi. ”Politik nahdliyin baik struktural (yang terkooptasi parpol) maupun nahdliyin kultural menyatu di Kabupaten Tegal. Mereka memberikan suaranya kepada Umi. Begitu pula dengan pemilih-pemilih yang ada di pondok-pondok pesantren,” kata Wijanarto.
Tokoh masyarakat Kabupaten Tegal, Bambang Purnama, pun berpendapat, kemenangan Umi sedikit banyak dipengaruhi primordialisme yang masih kuat di masyarakat Tegal.
”Primordialisme di kabupaten ini masih kuat, terutama dalam hal kekerabatan. Hal itu sudah mengakar dan tidak lepas dari sejarah masa lalu. Hal ini tentu bisa menguntungkan bagi seorang kandidat,” kata Bambang.
Dukungan NU
Umi Azizah merupakan kader NU yang mumpuni. Ia adalah anak seorang pendiri Pondok Pesantren Nurul Hikmah Tegal. Sejak mudanya, Umi sudah aktif di organisasi Fatayat NU.
Umi menjabat Ketua PC Fatayat NU Kabupaten Tegal selama dua periode, yaitu periode 1987-1992 dan periode 1992-1997. Jaringannya cukup luas. Ia juga merupakan Wakil Ketua Yayasan Pengembangan dan Pengkajian Islam Ki Gede Sebayu sejak 2011.
Umi juga aktif di organisasi Muslimat NU. Pada periode 2000-2005 ia dipercaya memimpin Yayasan Pendidikan Muslimat NU. Lalu, ia pun memimpin Muslimat NU Kabupaten Tegal selama dua periode, yakni periode 2005-2010 dan periode 2010-2015.
Sebagai kader NU, ia mengemban amanah para kiai untuk mendampingi Enthus Susmono dalam Pilkada 2013. Dalam pilkada lima tahun yang lalu itu, pasangan Enthus Susmono-Umi Azizah diusung PKB. Mesin NU di jalur kultural dan struktural bekerja mewujudkan kemenangan bagi pasangan ini. Di samping tentu saja faktor ketokohan Ki Enthus sendiri sebagai seorang dalang yang populer dengan banyak prestasi.
Akan tetapi, sebenarnya kontestasi saat Pilkada 2013 berlangsung cukup ketat. Terdapat lima pasangan calon yang bersaing memperebutkan kursi nomor satu Kabupaten Tegal saat itu.
Pasangan Enthus Susmono-Umi Azizah memenangi pilkada dengan perolehan 35,21 persen suara. Hasil ini berbeda tipis dengan pesaing terberatnya, yaitu pasangan Mohammad Edi Utomo-Abasari. Pasangan yang diusung koalisi Partai Golkar, PPP, dan PAN ini meraih 33,71 persen.
Adapun pasangan lainnya memperoleh suara yang terpaut jauh. Pasangan Rojikin-Budiarto memperoleh 17,54 persen suara. Pasangan Himawan Kaskawa-Budi Striosno memperoleh 6,67 persen suara dan pasangan Abdul Fikri-Kahar Mudakir memperoleh 6,87 persen suara.
Basis kekuatan NU struktural yang ditancapkan lewat PKB di Kabupaten Tegal mulai meluas sejak Pemilu 2014. Pada Pemilu 2014, perolehan suara PKB berhasil mengalahkan PDI-P. Saat itu, PKB meraih 155.137 suara (22,07 persen). Sementara PDI-P memperoleh 143.611 suara (20,43 persen). Dengan perolehan suara demikian, PKB di DPRD mendapatkan 12 kursi, sedangkan PDI-P 11 kursi.
Perolehan suara PKB di 2014 ini melejit jika dibandingkan dengan kondisi pada Pemilu 2009. Saat itu, PDI-P tampil sebagai pemenang dengan 13 kursi di DPRD. Sementara PKB hanya kebagian 8 kursi.
Bukan hanya PKB yang mengalami pertambahan kursi cukup banyak di DPRD pada tahun 2014. Partai Gerindra pun berhasil menduduki urutan ke-3 perolehan suara dengan 11,22 persen suara (5 kursi). Jumlah itu jauh bertambah dibandingkan dengan 2009 yang hanya memperoleh 1 kursi.
Ketokohan
Faktor ketokohan menjadi kunci utama yang mewarnai sejarah kepemimpinan di Kabupaten Tegal. Didukung dengan kerja mesin politik, terbukti faktor ketokohan mengantarkan kandidat, baik Ki Enthus (almarhum) maupun Umi Azizah, ke kursi nomor satu.
Merunut ke belakang, sejarah tlatah Kabupaten Tegal juga tidak dapat dilepaskan dari tokoh besar panutan masyarakat, yaitu Ki Gede Sebayu. Nama ini dikaitkan dengan trah Majapahit karena sang ayah yang bernama Ki Gede Tepus Rumput (Tepoes Roempoet) adalah keturunan Batara Katong Adipati Ponorogo yang masih punya kaitan dengan keturunan Dinasti Majapahit Prabu Brawijaya..
Dalam buku Babad Negari Tegal (Ahmad Hamam Rochani, 2005) disebutkan Ki Gede Sebayu adalah pemimpin besar Kadipaten Tegal pada abad ke-17 yang terkenal sebagai ulama dan mempunyai jiwa patriot karena sampai ajalnya ia menolak kehadiran Belanda.
Ia merupakan pemimpin Kadipaten Tegal, yang wilayahnya berawal dari tanah perdikan, dengan Kalisoka menjadi pusat pemerintahannya. Ia memimpin selama 19 tahun, dari 1601 hingga 1620.
Ki Gede Sebayu kemudian digantikan putranya yang bernama Ki Gede Hanggawana sebagai Bupati Tegal selanjutnya. Menurut pelaku sejarah, Bambang Purnama, garis keturunan dari Ki Gede Sebayu ini, terutama dari putranya yang bernama Hanggawana, menurunkan bupati-bupati Tegal secara turun-temurun berabad lamanya.
”Dari keturunan Hanggawana ini, kepemimpinan bupati-bupati Tegal dilanjutkan. Sampai dengan Bupati Raden Mas Susmono (bergelar RMA Reksonegoro X) sebagai keturunan terakhir yang menjabat bupati pada tahun 1929-1935. Setelah itu bupati dipilih oleh penguasa dan sekarang dipilih langsung,” papar Bambang Purnama.
Bambang Purnama sendiri adalah keturunan Ki Gede Sebayu generasi ke-7 dari anak perempuannya yang bernama Raden Roro Giyanti Subalaksana. Giyanti Subalaksana menikah dengan putra Panembahan Senopati (Raja Mataram) yang bernama Pangeran (Raden Mas) Purbaya.
Transformasi ekonomi
Soliditas yang ditunjukkan kaum nahdliyin di Kabupaten Tegal ini berkebalikan dengan yang terjadi di Kota Tegal, di mana suara nahdliyin terpecah ke empat pasangan calon dari lima pasangan calon yang bertarung. Selain soal itu, kondisi yang juga berkebalikan dengan Kota Tegal juga ditemui di Kabupaten Tegal dalam hal struktur ekonomi.
Jika perekonomian Kota Tegal mengalami deindustrialisasi dan bergeser ke sektor jasa, Kabupaten Tegal sebaliknya, bertransformasi ke arah perekonomian yang maju karena industrinya.
Suatu perekonomian dikatakan menjadi lebih maju ditandai dengan kontribusi sektor primer yang cenderung menurun. Sementara kontribusi sektor sekunder (industri pengolahan) dan sektor tersier (perdagangan dan jasa) menunjukkan peningkatan.
Berdasarkan data BPS Kabupaten Tegal, sektor industri pengolahan menjadi kontributor terbesar terhadap produk domestik regional bruto. Kontribusi sektor industri pengolahan terhadap perekonomian Kabupaten Tegal selama tujuh tahun terakhir ini menunjukkan peningkatan. Dari sebesar 26,82 persen pada tahun 2010 menjadi 33,43 persen pada 2016.
Sebaliknya, dalam periode yang sama, kontribusi sektor pertanian dan perdagangan menunjukkan penurunan. Kini kontribusi sektor perdagangan sekitar 15,42 persen, sedangkan kontribusi sektor pertanian tinggal 14,84 persen.
Bergesernya perekonomian dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier di masa sekarang menunjukkan lompatan yang sangat jauh dibandingkan dengan masa lalu. Bisa jadi akan semakin jauh dari asal mulanya yang begitu agraris.
Berdasarkan sejarahnya, nama Tegal berasal dari nama Tetegal, tanah subur yang luas yang mampu menghasilkan tanaman pertanian. Tanaman pertanian yang didukung dengan sistem pengairan yang baik yang dimulai sejak Ki Gede Sebayu telah menghidupi masyarakat Tegal secara turun-temurun.
Kini, sektor industri menjadi harapan baru di tanah agraris ini. Industri pengolahan di Kabupaten Tegal dikelompokkan ke dalam beberapa kluster yang menjadi keunggulan. Kluster tersebut seperti kluster batik, kluster shuttlecock, kluster mebel/perabotan, kluster alat-alat logam perkapalan, kluster makanan dan jajanan ringan, serta lainnya.
Akan tetapi, skala industri pengolahan di Kabupaten Tegal ini masih tergolong industri kecil dan mikro. Dari 26.937 kegiatan industri pengolahan yang ada di Kabupaten Tegal, sekitar 92 persen masuk dalam skala industri kecil dan mikro. Industri kecil dan mikro ini mampu menyerap 70 persen tenaga kerja.
Sayangnya, kualitas sumber daya manusia di Kabupaten Tegal yang tergolong rendah menjadi persoalan. Dilihat dari pendidikan tinggi yang ditamatkan, sebanyak 63,3 persen tenaga kerja berpendidikan sekolah dasar ke bawah.
Selain masalah rendahnya kualitas sumber daya manusia, Kabupaten Tegal juga berkutat dengan masalah kemiskinan. Meski persentase kemiskinan di Kabupaten Tegal cenderung menurun, pencapaiannya masih belum sesuai target.
Berdasarkan data tahun 2017, persentase penduduk miskin di Kabupaten Tegal menurun menjadi 9,9 persen atau sebanyak 141.800 jiwa. Namun, angka ini belum memenuhi target daerah yang direncanakan, yaitu sebesar 9,25 persen.
Banyak pekerjaan rumah yang menanti bupati terpilih Umi Azizah untuk segera ditangani. Dukungan masyarakat yang kuat menjadi modal besar untuk memperbaiki kondisi daerah. Jika berkinerja baik, modal ketokohan yang kuat dan kerja mesin partai akan membuka jalan untuk periode kedua nanti. (GIANIE/LITBANG KOMPAS)