Sepatu, Bukan Sekadar Alas Kaki
Lebih dari sekedar fungsinya sebagai pelindung kaki, sepatu menjadi bagian dari industri gaya hidup. Bagi sebagian kelompok masyarakat, sepatu juga menjadi barang koleksi. Mereka yang masuk dalam kelompok masyarakat ini tak segan merogoh kocek hingga jutaan rupiah untuk menambah koleksi sepatu mereka.
Sebagai bagian dari tren gaya hidup, sepatu menjadi barang pelengkap padu padan dalam berbusana. Lebih jauh, komodifikasi sepatu mampu menghadirkan fanatisme terhadap merek tertentu baik bagi perempuan maupun laki-laki.
Hasil jajak pendapat Litbang Kompas menunjukkan sebagian besar publik memiliki setidaknya lima pasang sepatu.
Perempuan lebih banyak mengoleksi sepatu ketimbang laki-laki. Separuh dari responden perempuan mengaku memiliki enam hingga 10 pasang sepatu.
Bahkan 16 persen responden perempuan yang berhasil diwawancarai, mengaku memiliki lebih dari 11 pasang sepatu. Sementara responden laki-laki dalam survei ini mengaku paling banyak memiliki lima pasang sepatu.
Sekitar empat dari sepuluh responden mengaku mengoleksi sepatu karena lingkungan pekerjaan yang menuntut mereka untuk selalu tampil trendy.
Sementara itu, sepertiga publik mengoleksi sepatu sebagai bagian dari kelengkapan padupadan dalam berbusana.
Sebagian responden lainnya mengaku mengoleksi sepatu karena kebutuhan, fanatik terhadap merek tertentu, sekedar hobi, atau bahkan untuk investasi.
Kegemaran mengoleksi sepatu memunculkan sejumlah komunitas pecinta sepatu. Komunitas-komunitas ini menjadi wadah bagi para penggemar sepatu untuk bertemu dan bertukar informasi tentang sepatu favorit mereka.
Penggemar Sepatu
Kegemaran mengoleksi sepatu, bagi sebagian orang sepertinya memberi efek ‘kecanduan’.
Jajak pendapat menunjukkan setidaknya ada separuh publik yang membeli sepatu sekali dalam setahun. Sementara, ada sepertiga publik yang membeli sepatu sebanyak 2-3 kali dalam setahun. Sisanya, membeli sepatu sebanyak tiga pasang bahkan lebih dari lima kali dalam setahun.
Kegemaran mengoleksi sepatu tidak hanya milik mereka yang berusia muda (17-38 tahun). Responden yang berusia antara 39 hingga 50 tahun ternyata paling banyak membeli sepatu dalam setahun.
Sebagian terbesar responden dalam rentang usia ini rata-rata membeli sepatu sebanyak dua hingga empat kali dalam setahun. Tak heran, mereka adalah kelompok responden dengan pendapatan yang lebih mapan.
Kegemaran terhadap sepatu membawa berbagai kelompok usia bertemu dan bersatu dalam wadah komunitas yang sama. Ada komunitas yang terbentuk karena kesamaan pada jenis sepatu tertentu, namun ada pula karena kesamaan merek sepatu yang diminati.
Setiap anggota komunitas berkumpul secara rutin untuk berbagi cerita dan pengalaman dengan sepatu merek andalan. Mereka memiliki kepuasan tersendiri ketika berhasil membeli sepatu dengan merek favorit.
Salah satu komunitas penggemar sepatu adalah 3foil.id. Komunitas ini bermula dari sebuah komunitas penggemar sepatu merk Adidas di Facebook.
Kecintaan akan sepatu Converse juga telah menyatukan publik penggemarnya lewat Converse Head Indonesia atau biasa disingkat CHI. Komunitas ini berawal dari forum daring Kaskus dengan nama awal ‘We Love Converse’.
Ada pula komunitas Griffon’s Army, yang fanatik pada sepatu merek Macbeth, sepatu berbahan baku vegan (material berbahan 100 persen non-hewani). Macbeth gencar meng-endorse band-band rock dengan genre punk, pop punk, emo, hardcore, dan post-hardcore.
Sementara itu, penggemar model sepatu bot berdesain klasik dan berkualitas bermerek Doctor Martens bergabung dalam komunitas Docmarters.
Ada juga komunitas yang beranggotakan penggemar model sepatu jenis khusus. Salah satunya adalah penggemar sneaker (jenis sepatu bersol karet) yang tergabung dalam Indonesia Sneaker Team.
Para penggemar sneaker biasa menyebut diri mereka sebagai sneakerhead. Umumnya, mereka membeli dan memakai sneaker sesuai dengan tren mode yang sedang berkembang.
Selain mengoleksi sneaker, sneakerhead juga memperjualbelikan sepatu-sepatu edisi khusus atau terbatas kepada sesama pencinta sneaker, atau melakukan modifikasi sehingga mendapatkan nilai jual yang lebih tinggi.
Komoditas
Fungsi dasar sebagai alas kaki masih menjadi pertimbangan utama bagi 42 persen responden dalam membeli sepatu.
Namun demikian faktor harga, model/tren terbaru, merek, kenyamanan, dan kualitas juga mempengaruhi publik saat memutuskan membeli sepatu.
Sebagian publik tak ragu merogoh kantong lebih dalam untuk mendapatkan sepatu yang diminati. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli sepatu pun tak sedikit.
Sebagian terbesar publik menganggarkan maksimal Rp 500 ribu untuk membeli sepasang sepatu. Namun, ada sekitar satu dari sepuluh responden membeli sepatu dengan kisaran harga Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta. Bahkan, ada sebagian kecil yang rela membeli sepatu berbandrol harga lebih dari Rp 1 juta.
Daya beli yang menjanjikan mendorong penjualan sepatu global kian menggeliat. Data dari Transparency Market Research yang dikutip dari laman Global News Wire (7/9/2015) menyebut pasar sepatu global akan mencapai 220,2 miliar dolar AS atau 10.974.000 unit pada tahun 2020.
Perhitungan tersebut juga didukung oleh data lain yang dilaporkan oleh Washington Post (17/3/2015) di mana pada tahun 2014 pembeli dari kelompok generasi milenial menghabiskan 21 miliar dolar AS untuk sepatu, naik enam persen dari tahun sebelumnya.
Khusus untuk sepatu sneaker, SportsOneSource menyebut pasar sepatu jenis ini di tingkat internasional telah tumbuh lebih dari 40 persen sejak 2004 (www.forbes.com, 7/9/2015). Sementara itu di Indonesia, Kementerian Perindustrian mencatat pertumbuhan industri alas kaki juga meningkat 2 persen dari 4,6 miliar dolar AS pada tahun 2016 menjadi 4,7 miliar dolar AS pada 2017.
Tak hanya jual dan beli sepatu baru, pasar sepatu bekas pakai (second hand) juga membentuk kelompok peminat yang cukup besar terutama bagi para kolektor sepatu.
Sepatu bekas pakai bermerek seperti Nike, Adidas, Docmart memiliki pasar yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Sepatu Docmart bekas pakai yang masih berkualitas baik, dapat dijual kembali seharga lebih dari Rp 1 juta.
Coba tengok laman ataupun aplikasi jual-beli dan akun-akun media sosial yang banyak menawarkan sepatu bekas secara daring. Penggemar sepatu koleksi tersebut bisa dengan mudah memilih dan menawar barang yang menjadi incarannya.
Seperti digambarkan Forbes, di laman jual-beli khusus sepatu bekas seperti stockX.com tak kurang dari 20.000 pasang sepatu bekas berbagai merek ditawarkan secara daring, sebagian di antaranya dibandrol harga yang tinggi.
Sebagai contoh sepasang sepatu Nike Air Max lawas dapat dijual hingga 3.200 dolar AS. Jika menggunakan kurs Rp 14.000 per dolar saja harganya setara dengan Rp 44,8 juta.
Di laman yang lain seperti ShoeFax.com sepatu model retro Air Jordan 5 Quai 54 Friends & Family keluaran Nike dijual seharga lebih dari Rp 50 juta!
Begitulah, bagi para kolektor sepatu nilai sepasang sepatu tak lagi diukur sebatas pada fungsinya sebagai alas kaki. (Susanti Agustina S/Litbang Kompas)