Obituari Senator John McCain
Hanya sekitar 30 menit setelah Barack Obama dinyatakan sebagai pemenang di Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2008, lawannya, senator John McCain, langsung memberikan pidato pengakuan kalah. McCain sekaligus memberikan ucapan selamat kepada Barack Obama yang dia sebut sebagai saingannya, tetapi kini telah menjadi presidennya.
”Kita sudah mengakhiri pertarungan panjang. Amerika sudah berbicara. Beberapa saat lalu, saya merasa terhormat untuk memberikan ucapan selamat kepada Obama,” kata McCain di depan pendukungnya yang berkumpul di Phoenix, Arizona.
”Saya memberikan ucapan selamat kepadanya karena telah dipilih menjadi Presiden AS, negara yang kami berdua cintai,” ujar McCain. Lebih lanjut, ia mengatakan, ”Dia meraih itu karena memberi inspirasi dan harapan bagi rakyat AS, sesuatu yang pernah diragukan akan berdampak besar pada pemilu ini. Ini adalah sesuatu yang saya kagumi dan saluti,” kata McCain.
Itulah sikap ksatria yang ditunjukkan senator John McCain, mantan calon presiden AS yang dikalahkan Obama saat pilpres 10 tahun silam. Sikap itu tidak berubah, sejak 2000 saat ia kalah suara dari George W Bush untuk mendapatkan tiket ke pilpres dari Partai Republik. Ia menghormati pilihan konstituen partainya yang memilih Bush.
Tidak heran jika koran The Washington Post menyebutnya petarung sejati yang memiliki rasa nasionalisme tinggi bagi negerinya. Jiwa petarung lekat dengan John McCain. Namanya mulai melejit ketika pesawat tempur Angkatan Laut AS yang dipilotinya ditembak jatuh di Hanoi, 26 Oktober 1967, saat Perang Vietnam.
Ia kemudian menjalani hari-hari berat selama lima tahun sebagai tawanan perang di penjara kejam Vietnam yang terkenal di ”Hanoi Hilton”. McCain masih menggunakan bantuan tongkat untuk berjalan selepas menjalani status sebagai tawanan ketika kembali ke Amerika Serikat.
Tahun 2000 lalu, McCain kembali menyita perhatian publik AS ketika pada pemilihan pendahuluan Partai Republik di New Hampshire unggul cukup telak atas kandidat kuat Republiken, George Bush. Wajahnya pun menghiasi sampul majalah-majalah mingguan berita AS saat itu, seperti Time dan The Economist. Namun, di hasil akhir, popularitasnya tak mampu membendung laju Bush menjadi kandidat presiden dari Partai Republik
Integritas
Akhir pekan kemarin, koran-koran terkemuka Amerika Serikat memberikan penghormatan kepada senator John McCain yang meninggal pada usia 81 tahun, Sabtu (25/8/2018). McCain wafat setelah berjuang karena penyakit tumor otak ganas glioblastoma.
Surat kabar The New York Time, Los Angeles Times, dan The Washington Post senada menampilkan foto sang senator yang dikenal memiliki ketegasan dan integritas tinggi tersebut. Pemberitaan media cetak merekam beberapa sikap tegas McCain.
Saat perang Irak tahun 2006, McCain dikenal merupakan salah satu senator yang vokal dan mendukung perang Irak sejak awal. Argumentasinya adalah kebijakan tersebut penting bagi masa depan keamanan bangsa Amerika dan perdamaian internasional. Ia juga mendukung kebijakan Bush untuk menambah jumlah pasukan AS di Irak dan memperjuangkan peningkatan anggaran militer AS di Irak dan Afghanistan.
Tidak hanya di dalam negeri, suara Mccain juga terdengar nyaring saat menyikapi sikap agresif China dalam sengketa di Laut China Selatan Juni 2011 silam. John McCain, mendesak pemerintahnya agar lebih aktif campur tangan membantu negara-negara anggota ASEAN dalam menghadapi tekanan China.
Menurut McCain, dalam hal ini Washington harus memperluas dukungan politik dan militernya ke negara-negara Asia Tenggara serta memperkuat barisan mereka menghadapi China. Dukungan itu termasuk membangun sistem peringatan dini hingga mengerahkan kapal perang AS ke perairan sengketa jika sewaktu-waktu dibutuhkan.
”China selalu mencari dan mencoba mengeksploitasi perpecahan yang memang ada di dalam ASEAN. Mereka mempermainkan kondisi itu untuk kemudian menekan negara-negara terkait demi agenda kepentingan dan keuntungan China sendiri,” ujar McCain.
John McCain yang juga Ketua Senat AS untuk Komite Angkatan Bersenjata mengkritik pemerintahan Barack Obama pada Januari 2016 yang menunda kelanjutan patroli untuk memastikan kebebasan navigasi di Laut Tiongkok Selatan.
Menurut dia, langkah agresif Tiongkok yang mengejar ambisi teritorial yang terbaru adalah uji coba pendaratan pesawat di sebuah pulau buatan di atas karang Fiery Cross, Spratly, di Laut Tiongkok Selatan, merupakan buah dari kurangnya tindakan tegas AS.
Sikap yang sama juga ditunjukkan kepada pemerintahan yang diusung partainya, Presiden Donald Trump. John Mccain termasuk salah satu orang yang gerah dengan isu campur tangan Rusia di Pilpres AS yang dimenangkan Trump.
Bersama sejumlah senator top Amerika Serikat pada Desember 2016, Mccain mendesak pimpinan Senat membentuk komite khusus bipartisan untuk menyelidiki skandal peretasan Rusia terhadap sistem pemilu AS. Sikap ini didasarkan pada hasil temuan Badan Intelijen Amerika, yang melihat keterlibatan Rusia terjadi dalam banyak hal.
Selain peretasan komputer, Rusia juga membayar media propaganda. John McCain bahkan meminta pemerintah menjatuhkan sanksi lebih keras kepada Rusia. McCain menganggap tindakan yang dilakukan Rusia ini sangat serius dan bisa mengancam AS.
Ketegasan dan integritasnya membuat koleganya, Senator Republik Susan Collins, memberi julukan ”Singa” Senat AS. Selama hampir setengah abad, McCain selalu hadir dengan semangatnya yang berani seperti singa. Selamat jalan McCain! (Andreas Yoga Prasetyo/Litbang Kompas)