Prestasi Olahraga Negara Asia Tenggara Tidak Konsisten
Dengan membandingkan catatan penguasaan medali tiap-tiap negara Asia Tenggara pada ajang penyelenggaraan Asian Games dan SEA Games, prestasi negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, tidak selalu konsisten. Peningkatan prestasi pada level Asia Tenggara tidak menjamin keberhasilan di level Asia. Begitu juga sebaliknya.
Hingga beberapa hari jelang berakhirnya penyelenggaraan Asian Games ke-18, konfigurasi urutan penguasaan medali semua negara peserta sudah mulai ajeg. Sejauh itu, prestasi negara-negara kawasan Asia Tenggara, kecuali Indonesia sebagai tuan rumah, tergolong kurang spektakuler.
Apabila hingga hari penutupan tidak terdapat lonjakan prestasi yang ditoreh para atlet olahraga negara-negara kawasan Asia Tenggara, maka ajang persaingan prestasi olahraga negara-negara se-Asia itu tidak lagi mengejutkan.
Sama seperti penyelenggaraan sebelumnya, negara-negara kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Singapura, dan lainnya dipastikan tidak akan mampu menduduki papan atas perolehan medali.
Sebaliknya, negara belahan Asia lainnya, seperti kawasan Asia Timur yang dimotori China, Jepang, dan Korea Selatan tetap berjaya. Ketiga negara tersebut berhasil mempertahankan penguasaannya, minimal 60 persen dari total medali emas yang diperebutkan. Begitu pula, negara kawasan Asia Tengah maupun Asia Barat yang mulai unjuk peran, mengancam posisi negara-negara Asia Tenggara.
Dengan mencermati data perolehan medali pada setiap ajang Asian Games, sebenarnya tidak terlalu sulit menyimpulkan masih kurang kompetitifnya prestasi negara-negara Asia Tenggara.
Bahkan, dua dasa warsa terakhir, kecenderungan semakin terpuruknya negara-negara Asia Tenggara sudah tampak.
Selepas tahun 1970 hingga Asian Games ke-12 di Hiroshima, Jepang (1994), menjadi titik awal ketidakberdayaan negara-negara Asia Tenggara. Mulai dari periode tersebut, porsi penguasaan medali menjadi semakin susut.
Porsi penguasaan medali emas yang dicapai seluruh negara-negara kawasan Asia Tenggara hanya di bawah 5 persen dari total yang diperebutkan. Penurunan juga terjadi paralel pada medali perak dan perunggu.
Kondisi demikian menjadi ironis. Pasalnya, negara-negara Asia Tenggara, seperti Filipina, Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Singapura dikenal paling aktif berpartisipasi semenjak periode awal Asian Games diselenggarakan.
Selain itu, negara-negara kawasan Asia Tenggara terbilang paling sering menjadi tuan rumah penyelenggaraan. Tidak kurang 7 dari 18 ajang Asian Games diselenggarakan di Asia Tenggara. Thailand paling sering, 4 kali sebagai tuan rumah. Berikutnya, Indonesia (2 kali), dan Filipina.
Selain itu, sejarah mencatat pada periode awal penyelenggaraan Asian Games, lebih khusus lagi periode 1951-1970, negara-negara Asia Tenggara seperti Filipina, Thailand, Singapura, dan Indonesia sangat diperhitungkan.
Porsi medali emas, perak, dan perunggu minimal 10 persen dari total medali yang diperebutkan. Sekalipun di antara negara-negara tersebut tidak pernah menjadi juara umum, namun posisi akhir negara-negara Asia Tenggara sempat berada pada dua besar.
Jika dicermati, capaian prestasi yang menggembirakan itu memang layak dipertanyakan. Pasalnya, besaran proporsi medali dan posisi papan atas yang dicapai tidak lepas dari kedudukan negara-negara Asia Tenggara sebagai tuan rumah Asian Games. Empat dari enam kali ajang penyelenggaraan Asian Games pada periode tersebut, berada di negara-negara kawasan Asia Tenggara.
Posisi sebagai tuan rumah relatif memberikan keuntungan dalam perolehan medali. Filipina sebagai penyelenggara Asian Games ke-2 (1954), misalnya, menjadi runner up dalam total perolehan medali.
Begitu pula saat Indonesia menjadi tuan rumah pada Asian Games ke-4 (1962) mampu menjadi pemenang kedua setelah Jepang. Thailand, yang berturut-turut sebagai penyelenggara Asian Games ke-5 dan ke-6, mendapat lonjakan medali sekalipun tidak menjadi pemenang.
Pada sisi lain, persoalan sedikitnya jumlah negara-negara yang peserta Asian Games pada periode awal juga menjadi keuntungan bagi negara-negara Asia Tenggara. Hingga tahun 1970, hanya 17 negara yang berpartisipasi. Dari jumlah tersebut, hampir separuhnya (8 negara) merupakan negara dalam kawasan Asia Tenggara. Dengan komposisi tersebut, wajar saja Asia Tenggara diperhitungkan.
Tampaknya, sejalan dengan semakin banyaknya negara-negara peserta, terutama masuknya negara-negara kawasan Asia Tengah, seperti Kazakhstan dan Uzbekistan, semakin memperkecil peluang negara-negara Asia Tenggara. Tampilnya Kazakhstan pertama kali dalam Asian Games di Hiroshima, Jepang, yang langsung menguasai hingga 25 medali emas menjadi contoh kongkret.
Pada Asian Games di Incheon, Korea Selatan (2014), Kazakhstan berhasil menguasai 28 emas. Sementara Uzbekistan, pada ajang yang sama mampu mengumpulkan hingga 10 medali emas.
Pada Asian Games kali ini prestasi kedua negara tersebut belum tampak mengagetkan. Perolehan medali sementara menunjukkan capaian kedua negara tersebut masih kurang dari separuh dari yang pernah mereka peroleh.
Selain kehadiran negara-negara Asia Tengah, partisipasi negara-negara belahan Barat Asia juga semakin memperketat peta persaingan. Paling menonjol capaian Iran. Dalam beberapa Asian Games terakhir, misalnya, Iran mampu menguasai hingga 20 medali emas. Saat ini, capaian Iran tergolong stabil, oleh karena sudah dua pertiga medali emas yang dikumpulkan dari capaian mereka periode lalu.
Bagaimanapun, ancaman negara-negara belahan Asia lainnya, terutama Asia Tengah dan Barat dalam prestasi olah raga tergolong nyata. Jika diinventarisasi, terdapat tren peningkatan penguasaan berbagai medali pada tiap-tiap negara dalam kawasan tersebut.
Tren peningkatan semakin terasa semenjak periode Asian Games ke-11 di Beijing, China (1990) hingga kini. Terakhir, tidak kurang 30 persen dari total medali emas yang diperebutkan dikuasai negara-negara Asia Tengah, Barat, dan Selatan.
Pada sisi lain, jelas prestasi negara-negara Asia Timur tidak tergoyahkan. China, Korea, dan Jepang, tiga negara yang mendominasi perebutan medali semenjak Asian Games digelar (Grafik 4).
Selain ketiga negara tersebut, terdapat pula Korea Utara, China Hongkong, Macau, dan Taiwan. Jika semua capaian medali negara-negara Asia Timur digabungkan, hampir menguasai tiga perempat bagian total medali emas yang diperebutkan.
Di tengah kokohnya dominasi negara-negara Asia Timur dan peningkatan prestasi negara-negara belahan Tengah, Barat, dan Selatan Asia membuat posisi Asia Tenggara semakin kurang kompetitif. Persoalannya kemudian, apakah keterpurukan ini menjadi persoalan yang terjadi pada setiap negara-negara Asia Tenggara?
Asia Tenggara sebagai suatu kawasan memang tidak dapat dilihat secara tunggal. Dalam ajang Asian Games saat ini, misalnya, terdapat 10 negara Asia Tenggara yang berlaga dengan rentang sejarah prestasi yang berbeda-beda. Terdapat Filipina yang semenjak awal mula Asian Games digelar sudah berpartisipasi. Selain itu terdapat pula Timor Leste yang terbilang baru.
Di samping itu, dari sisi jumlah penduduk, yang menunjang ketersediaan atlet, tiap negara punya rentang berbeda. Indonesia, menjadi negara terbesar di kawasan Asia Tenggara dengan jumlah penduduk sekitar 260 juta jiwa. Terdapat pula negara di kawasan ini yang berpenduduk sedikit, kurang dari satu juta jiwa seperti Brunei Darusalam.
Hanya, ukuran-ukuran kuantitas seperti jumlah penduduk maupun intensitas keikutsertaan dalam ajang Asian Games tampaknya tidak berkorelasi positif terhadap prestasi negara-negara tersebut.
Singapura yang berpenduduk di bawah 6 juta jiwa, misalnya, relatif lebih banyak mengumpulkan medali emas dari pada Filipina yang berpenduduk lebih dari seratus juta jiwa.
Begitu pula Thailand berpenduduk kurang dari 70 juta jiwa pada Asian Games sebelumnya relatif lebih banyak mengumpulkan medali emas dibandingkan Indonesia yang berpenduduk lebih dari tiga kali lipat.
Pada sisi lain, jika ditelaah capaian prestasi tiap-tiap negara Asia Tenggara juga tidak seragam. Pada sebagian negara, tampak kurang konsisten. Dalam hal ini, tidak terdapat korelasi yang positif di antara capaian prestasi Asian Games dan prestasi negara-negara tersebut pada ajang pesta olah raga lainnya.
Dengan membandingkan antara prestasi tiap negara pada Asian Games dengan SEA Games (pesta olah raga negara-negara Asia Tenggara), terlihat berbagai ketidakselarasan tersebut.
Pada kawasan Asia Tenggara, terdapat negara-negara dengan prestasi olah raga yang konsisten menanjak. Vietnam, misalnya, menjadi salah satu contoh negara Asia Tenggara dengan tren prestasi olah raga dalam ajang SEA Games meningkat, baik dari sisi jumlah medali dan kualitas medali yang diraih.
Akan tetapi, tren peningkatan prestasi tersebut tidak sejalan dengan prestasi mereka dalam Asian Games. Selama keikutsertaan Vietnam dalam ajang Asian Games justru belakangan ini menunjukkan penurunan penguasaan medali.
Setelah meraih tiga emas di Asian Games Doha, 2006, hingga kini Vietnam sulit meraih lebih dari jumlah tersebut. Artinya, jika dalam level Asia Tenggara terjadi peningkatan prestasi, namun justru pada level Asia cenderung penurunan.
Selain Vietnam, dua negara jiran: Malaysia, dan Singapura juga menjadi negara Asia Tenggara yang cukup konsisten menjaga capaian prestasi olah raga pada level Asia Tenggara. Akan tetapi, capaian tersebut tidak berelasi positif dengan capaian penguasaan medali yang ditorehkan dalam ajang Asian Games.
Dibandingkan ketiga negara tersebut, prestasi Thailand menjadi contoh negara yang menarik dicermati. Pada level Asia Tenggara, sudah 7 kali Thailand menjadi juara umum SEA Games. Sepanjang keikutsertaan dalam SEA Games, Thailand pun mampu menjaga dominasi penguasaannya.
Kondisi demikian tampaknya berlangsung paralel dengan prestasi Thailand dalam ajang Asian Games. Memang, selepas menjadi tuan rumah Asian Games 1998, terdapat penurunan. Akan tetapi, Thailand tetap menjadi terdepan di antara negara-negara Asia Tenggara. Pada Asian Games kali ini, dalam posisi tidak sebagai tuan rumah, Thailand diperkirakan masih potensial menjaga capaian prestasi medali minimal seperti yang diraih pada era sebelumnya.
Bagaimana dengan Indonesia? Pada ajang SEA Games, sekalipun sudah 10 kali menjadi juara umum, namun tren penurunan penguasaan medali signifikan. Terakhir, ajang SEA Games 2017 lalu di Malaysia, yang menempatkan negara ini dalam posisi terburuk.
Begitu pula dalam Asian Games. Selepas capaian spektakuler di Asian Games Teheran, Iran (1974) yang mampu meraih 15 medali emas, prestasi Indonesia merosot. Tidak pernah selanjutnya meraih di atas 10 medali emas. Namun, posisi sebaliknya jika menjadi tuan rumah.
Dalam Asian Games ke-4 di Jakarta (1962) misalnya, mampu meraih 11 emas dan menjadi runner up setelah Jepang. Dalam posisi sebagai tuan rumah kali ini pun, lonjakan prestasi Indonesia terjadi kembali. Artinya, posisi sebagai tuan rumah menjadi pendongkrak prestasi (BESTIAN NAINGGOLAN/LITBANG KOMPAS).