Menjadi Lansia dan Terus Bekerja
Bekerja dan berkarya tidak mengenal usia. Sebagaimana kemerdekaan menjadi hak segala bangsa, bekerja adalah hak segala usia. Di tengah kondisi penduduk dunia yang kian menua, tak terkecuali di Indonesia, jamak kita jumpai penduduk lanjut usia (lansia) yang masih produktif bekerja, baik secara sukarela maupun terpaksa.
Dalam film The Intern (2015), aktor Robert De Niro dengan baik memerankan seorang lansia usia 70 tahun (Ben Whittaker) yang kembali terjun ke dunia kerja formal tempat anak-anak muda berkarya di industri kreatif.
Meski kultur, gaya, dan lingkungan kerja anak muda jelas berbeda dengan zamannya dulu, dia berhasil memberikan manfaat dan menancapkan pengaruhnya dengan segala potensi, pengalaman, dan keahlian yang dimiliki.
Ia bekerja, tetapi tidak ngoyo. Gambaran yang ideal di usia senja. Yang tak kalah penting, Ben Whittaker berhasil membalik keadaan dari kehidupan tidak bekerja yang tidak menyenangkan menjadi menjalani ritme bekerja yang menyenangkan dan memberdayakan.
Problem warga lansia di ranah ketenagakerjaan barangkali hanya setitik problem dari 962,2 juta orang lansia di dunia saat ini. Penduduk lansia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Data Badan Pusat Statistik (PBS) menyebutkan, dalam waktu hampir lima dekade (1971-2017), persentase penduduk lansia Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat, menjadi 8,97 persen atau sebanyak 23,4 juta orang.
Jumlah ini sedikit berbeda dengan versi World Population Ageing yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang menyebutkan penduduk lansia Indonesia berjumlah 22,7 juta orang atau sekitar 8,6 persen.
Masih berdasarkan data BPS, perempuan lansia di Indonesia berjumlah 9,47 persen, sekitar 1 persen lebih banyak dibandingkan laki-laki lansia (8,48 persen). Jumlah orang lansia ini merata tersebar di wilayah perkotaan dan pedesaan.
Dari seluruh provinsi, terdapat lima provinsi yang memiliki persentase penduduk lansia cukup tinggi, di atas 10 persen, yakni DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sulawesi Barat.
Dalam waktu hampir lima dekade (1971-2017), persentase penduduk lansia Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat, menjadi 8,97 persen atau sebanyak 23,4 juta orang.
Diperkirakan pada 2035, persentase penduduk lansia Indonesia akan meningkat hampir dua kali lipat. Pada 2050, penduduk lansia Indonesia akan mencapai 23 persen.
Prediksi ini juga lebih tinggi dibandingkan versi World Population Ageing, yakni pada 2050 persentase penduduk lansia Indonesia sebesar 19,2 persen atau menjadi 61,729 juta orang.
Populasi penduduk lansia di Indonesia hanya 2,3 persen dari keseluruhan orang lansia di dunia. Jumlah orang lansia terbesar terdapat di China, yaitu 228,8 juta orang atau 23,7 persen dari total penduduk lansia dunia. Jumlah penduduk lansia di China sepuluh kali lipat jumlah warga lansia di Indonesia.
Namun, dilihat dari porsi penduduk lansia dalam suatu negara, Jepang memiliki porsi yang paling besar. Sebanyak 33,4 persen penduduk Jepang adalah orang lansia. Artinya, satu dari tiga penduduk di Jepang adalah warga lansia.
Jepang mengalami penuaan penduduk lebih cepat dibandingkan negara lain. Pada tahun 2050, diperkirakan porsi penduduk lansia di Jepang tetap yang tertinggi di dunia, mencapai 42,4 persen.
Pada tahun 2050, jumlah penduduk lansia dunia akan meningkat menjadi 2 miliar orang, dengan persentase naik dua kali lipat menjadi 21 persen.
Peningkatan yang cepat terjadi di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, yakni warga lansia meningkat sampai empat kali lipat dalam kurun 50 tahun. Dua dari tiga orang lansia hidup di negara berkembang.
Meningkatnya jumlah penduduk lansia paling tidak disebabkan dua hal. Pertama, meningkatnya usia harapan hidup yang antara lain akibat membaiknya asupan gizi dan layanan kesehatan. Kedua, menurunnya angka kelahiran akibat upaya pengendalian jumlah penduduk.
Orang lansia bekerja
Meningkatnya jumlah penduduk lansia Indonesia menyebabkan naiknya rasio ketergantungan penduduk lansia. Dalam sewindu terakhir, rasio ketergantungan penduduk lansia terus meningkat, dari 11,95 persen pada 2010 menjadi 14,02 persen pada 2017.
Rasio 14,02 persen mempunyai arti setiap 100 penduduk usia produktif harus menanggung sekitar 14 orang lansia.
Meski hidup orang lansia banyak yang ditanggung oleh penduduk produktif, orang lansia di Indonesia masih banyak yang harus bekerja memenuhi kebutuhan hidup. Hampir separuh warga lansia Indonesia (47,92 persen) masih aktif bekerja.
Meski hidup orang lansia banyak yang ditanggung oleh penduduk produktif, orang lansia di Indonesia masih banyak yang harus bekerja memenuhi kebutuhan hidup.
Motif warga lansia bekerja dapat dilihat sebagai bentuk aktualisasi diri atau suatu keterpaksaan karena adanya desakan ekonomi.
Sayangnya, penduduk lansia yang bekerja tidak mendapat upah yang memadai. Sebesar 51,14 persen orang lansia memperoleh pendapatan kurang dari Rp 1 juta per bulan. Selain soal upah, jam kerja orang lansia pun memprihatinkan. Satu dari empat warga lansia bekerja melebihi jam kerja normal, yaitu 48 jam.
Lebih lanjut, sebagian besar warga lansia yang bekerja berpendidikan SD ke bawah (82,05 persen). Sektor pertanian merupakan lapangan usaha yang banyak digeluti penduduk lansia (55,18 persen) dengan tingkat pendapatan paling rendah dibandingkan sektor lain.
Sementara itu, dilihat dari stabilitas pekerjaan, sebesar 40,5 persen warga lansia tergolong pekerja rentan, yaitu mereka dengan status bekerja sebagai pekerja keluarga atau tidak dibayar, dan yang berusaha sendiri. Penduduk lansia yang tergolong dalam jenis pekerjaan ini sangat rentan terhadap situasi ekonomi yang memburuk.
Apa yang terjadi di Indonesia ini merupakan gambaran umum penduduk lansia di dunia. Di negara-negara berkembang atau negara-negara yang perekonomiannya sedang dalam masa transisi, kebanyakan orang tua atau orang lansia bekerja di sektor informal dengan pendapatan dan perlindungan sosial buruk atau tidak layak. Hal ini sangat berbeda dibandingkan dengan sektor formal.
Hanya negara-negara maju yang cenderung berhasil dan siap mengantisipasi persoalan penduduk lansia. Hal itu, selain karena adanya perencanaan sistem pensiun yang lebih baik, juga karena penyesuaian kebijakan ketenagakerjaan bagi penduduk lansia.
Kesempatan sama
Terlepas dari motif orang lansia bekerja karena terpaksa atau sukarela, pada hakikatnya kesempatan kerja juga perlu diberikan untuk kaum lansia. Pemikiran tentang perlunya orang lansia diberi kesempatan yang sama dalam dunia kerja sudah dilontarkan pada awal abad ke-21.
Mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan dalam pertemuan Second World Assembly on Ageing di Madrid, 2012, mendorong agar orang lansia tidak saja diperhatikan kesehatan dan kesejahteraannya, tetapi juga dilibatkan dalam perencanaan pembangunan.
Pertemuan tingkat dunia tersebut menghasilkan Madrid International Plan of Action on Ageing (MIPAA) dalam merespons populasi yang kian menua di abad ke-21. MIPAA mempromosikan penduduk lansia bisa berpartisipasi dan bermanfaat dalam pembangunan.
Orang lansia agar tidak saja diperhatikan kesehatan dan kesejahteraannya, tetapi juga dilibatkan dalam perencanaan pembangunan.
Secara detail, MIPAA merumuskan beberapa sasaran yang memosisikan penduduk lansia dalam berbagai aspek pembangunan.
Terkait dengan aspek ketenagakerjaan, salah satu rekomendasinya adalah orang tua atau lansia sebaiknya dimampukan untuk terus bekerja dan bisa menjadi sumber penghasilan bagi keluarga sepanjang mereka menginginkan dan memang mampu untuk terus produktif.
Hal ini didasari bahwa penduduk lansia dengan segala potensi dan pengalamannya bisa berpartisipasi dalam segala aspek kehidupan.
Kesempatan kerja bagi orang lansia tentu saja dengan tidak mengurangi kesempatan kerja bagi kaum muda. Walaupun pada kenyataannya warga lansia tetap bekerja karena ada kekosongan pasar tenaga kerja yang tidak diisi oleh kaum muda, dampak turunnya angka kelahiran.
Sayangnya, kondisi pasar tenaga kerja di banyak negara masih terlalu kaku dalam merespons rekomendasi MIPAA ini sehingga kesan pembatasan kesempatan kerja bagi warga lansia masih terasa.
Itu pula yang menyebabkan orang lansia hanya bisa bekerja di sektor informal. Hanya di negara-negara maju, penduduk lansia masih mendapat kesempatan kerja yang lebih baik setelah memasuki usia pensiun dengan menduduki posisi-posisi manajerial.
Terbukanya kesempatan kerja yang sama untuk orang lansia yang ingin tetap bekerja pada akhirnya bergantung pada kebijakan pemerintah. Negara-negara yang menyadari bahwa potensi penduduk lansia masih bisa diberdayakan biasanya melakukan penyesuaian kebijakan ketenagakerjaan.
Yang dilakukan antara lain membuat usia pensiun lebih fleksibel dan menghilangkan batasan usia yang menjadi penghalang di sektor formal. Juga menyediakan lingkungan kerja yang kondusif bagi warga lansia, termasuk membekali mereka dengan pelatihan keterampilan tambahan.
Terbukanya kesempatan kerja yang sama untuk orang lansia yang ingin tetap bekerja pada akhirnya bergantung pada kebijakan pemerintah.
Di Indonesia, payung kebijakan yang memberikan perhatian terhadap warga lanjut usia tertuang dalam Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Terkait masalah kelanjutusiaan, terdapat dua hal yang menjadi prioritas, yaitu peningkatan pemenuhan hak dasar dan inklusivitas serta penguatan skema perlindungan sosial bagi penduduk lansia.
Prioritas ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang menempatkan penduduk lansia sebagai subyek dalam pembangunan.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi kondisi demografi yang kian menua ini. Pemerintah melalui Kementerian Sosial pernah menyusun Rencana Aksi Nasional untuk kesejahteraan penduduk lanjut usia pada periode 2003-2008 dan 2009-2014.
Saat ini pun pemerintah sedang menyiapkan rancangan Strategi Nasional (Stranas) Kelanjutusiaan 2018-2025 yang akan menjadi acuan strategi penanganan kelanjutusiaan.
Meski demikian, soal kelanjutusiaan tidak berhenti hanya di garis kebijakan. Yang tak kalah penting adalah implementasi dengan mengatasi hambatan kelembagaan, teknis, dan yuridis agar strategi yang sebagus apa pun di atas kertas bisa direalisasikan.
Pemerintah sudah harus mempersiapkan orang lansia yang berdaya sejak masa produktifnya. Dengan demikian, penduduk lansia tidak semata dipandang sebagai beban bagi kaum produktif, tetapi juga sehat dan sejahtera. (LITBANG KOMPAS)