Jawa Barat Mendominasi Proporsi Migran ke Ibu Kota
Migrasi penduduk ke Jakarta terus terjadi setiap tahun. Perpindahan penduduk ke Jakarta diikuti dengan pergeseran pada proporsi daerah asal penduduk yang bermigrasi. Pendatang ke Jakarta yang semula didominasi penduduk Jawa Tengah kemudian cenderung beralih didominasi penduduk Jawa Barat.
Tahun 2015, Badan Pusat Statistik mencatat, angka migrasi risen masuk ke Ibu Kota mencapai hampir 500.000 orang yang berasal dari 21 provinsi di Indonesia. Jumlah pendatang terbanyak berasal dari provinsi yang berbatasan langsung dengan Jakarta, yaitu Provinsi Jawa Barat sebesar 35,2 persen, kemudian Jawa Tengah 24,1 persen.
Angka ini berbeda dibandingkan dengan kondisi 10 tahun sebelumnya. Tahun 2005, pendatang terbanyak berasal dari Provinsi Jawa Tengah yang proporsinya mencapai 36,1 persen, disusul Jawa Barat sebesar 30,16 persen.
Kesenjangan
Pergeseran proporsi daerah asal penduduk yang bermigrasi berbanding lurus dengan perubahan kondisi ekonomi dan sumber daya manusia di kedua provinsi tersebut.
Proporsi daerah asal penduduk yang bermigrasi berbanding lurus dengan perubahan kondisi ekonomi dan sumber daya manusia.
Laju pertumbuhan indeks pembangunan manusia (IPM) di Jawa Tengah lebih baik dibandingkan Jawa Barat kendati IPM di kedua provinsi tersebut sama-sama meningkat. Tahun 1999, Jawa Barat mencatat angka IPM sebesar 68,2 dan Jawa Tengah sebesar 67,0.
Kondisi itu berbalik pada tahun 2012. Besaran IPM Jawa Barat tercatat 73,11 dan angka IPM Jawa Tengah menjadi 73,36. Perubahan IPM tersebut menunjukkan bahwa kondisi pendapatan, kesehatan, dan pendidikan sebagai unsur penyusun IPM di wilayah Jawa Tengah lebih baik ketimbang Jawa Barat.
Kesenjangan ekonomi antardaerah turut melatarbelakangi pergeseran proporsi daerah asal penduduk yang bermigrasi. Perekonomian di Jawa Tengah menunjukkan pertumbuhan yang semakin baik dibandingkan dengan Jawa Barat. Angka pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tahun 2011 tercatat 5,3 persen, berada di bawah Jawa Barat yang mencatat pertumbuhan 6,5 persen.
Tahun 2015, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah naik menjadi 5,4 persen dan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat justru turun menjadi 5 persen. Adapun DKI Jakarta konsisten mencatat pertumbuhan ekonomi di atas kedua provinsi itu, yakni 6,7 persen tahun 2011 dan 5,9 persen tahun 2015.
Kesenjangan ekonomi antardaerah turut melatarbelakangi pergeseran proporsi daerah asal penduduk yang bermigrasi.
Perbedaan kondisi ekonomi tersebut, menurut studi yang dilakukan Hairul (IPB, 2001), menyebabkan migran melakukan migrasi karena melihat tingkat pertumbuhan ekonomi Jakarta yang relatif lebih besar daripada daerah asal. Para migran itu pun akan tetap melakukan migrasi meski jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan.
Pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah yang lebih baik juga iikuti dengan perbaikan kualitas pertumbuhan. Pemerintah Jawa Tengah menjadikan penanggulangan kemiskinan sebagai salah satu program prioritas. Program tersebut, antara lain, dilaksanakan melalui lima pilar, yakni perluasan kesempatan kerja, pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas berusaha, perlindungan sosial, dan kemitraan regional.
Program itu nyatanya terbukti cukup ampuh mengentas penduduk miskin di Jawa Tengah. Penduduk miskin di Jawa Tengah turun hingga 8,1 persen sejak tahun 2002 hingga 2012. Sementara angka kemiskinan di Jawa Barat juga mengalami penurunan, tetapi hanya sebesar 3,51 persen.
Dominasi industri
Perkembangan perekonomian Jakarta ke Kota Depok serta Kabupaten dan Kota Bekasi yang merupakan wilayah administratif Jawa Barat sedikit banyak memengaruhi pergeseran proporsi migrasi penduduk. Sektor industri tumbuh pesat di wilayah Jawa Barat yang berbatasan dengan DKI Jakarta.
Tahun 2005, jumlah industri berskala besar dan sedang tercatat sebanyak 1.026 unit dan terus bertambah hingga tahun 2015 mencapai 1.443 unit. Sekitar 20 persen dari industri besar dan sedang di Jawa Barat berlokasi di Kota Depok serta Kabupaten dan Kota Bekasi.
Tumbuh pesatnya industri berpengaruh signifikan pada perekonomian Jawa Barat. Dari total 3,6 juta hektar lahan di Provinsi Jawa Barat, sekitar 77 persen (2,8 juta hektar) adalah lahan pertanian. Ironisnya, struktur perekonomian Jawa Barat tahun 2014 lebih dari separuhnya (58,9 persen) dibentuk oleh industri pengolahan serta perdagangan besar dan eceran.
Struktur perekonomian yang bias ke arah sektor sekunder menjadikan industri dan perdagangan lebih menarik. Penduduk Jawa Barat bergeser ke daerah pusat industri dan perdagangan, termasuk ke Jakarta.
Struktur perekonomian Jawa Barat tahun 2014 lebih dari separuhnya (58,9 persen) dibentuk oleh industri pengolahan serta perdagangan.
Gambaran tertepikannya sektor pertanian di Jawa Barat kian dikuatkan oleh kenyataan penyusutan lahan sawah. Tahun 2013, lahan di Jawa Tengah seluas 953.000 hektar, sementara di Jawa Barat 925.000 hektar.
Dibandingkan dengan tahun 2009, lahan sawah di Jawa Tengah telah berkurang 7.788 hektar. Sementara di Jawa Barat lebih luas lagi karena berkurang hingga 12.331 hektar. Dalam rentang empat tahun, lahan sawah, khususnya di Jawa Barat, telah berkurang cukup luas.
Memberdayakan daerah
Upaya pemberdayaan daerah telah dilakukan sebagai salah satu tujuan menekan migrasi. Program Nawacita pemerintahan Jokowi-Kalla telah mencetuskan hal tersebut. Satu dari sembilan visi pemerintah adalah mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
Tahun 2015, melalui Kementerian Pertanian, pemerintah menargetkan cetak sawah hingga 23.000 hektar dan berhasil terealisasikan 20.000 hektar. Langkah itu diikuti dengan program ”Bangun Desa” melalui penyaluran dana desa.
Program yang ditetapkan sejak tahun 2014 ini akan membantu pembangunan desa di Indonesia dengan dana sebesar Rp 1,4 miliar tiap desa. Syarat memperoleh bantuan dana, aparat desa harus menyiapkan rencana pembangunan jangka menengah desa dan rencana kerja pembangunan desa hingga batas waktu tertentu.
Kedua syarat ini harus disiapkan agar pemerintah dapat mengetahui kebutuhan dana dan program pembangunan di setiap desa.
Hingga tahun 2016, dana yang bersumber dari APBN dan APBN-P ini sudah disalurkan ke 74.754 desa di Indonesia dengan total dana hingga Rp 85,34 triliun. Pada tahun yang sama, sebanyak 7.809 dari total 8.578 desa (91,03 persen) di Jawa Tengah telah memperoleh dana ini. Setiap desa di sana memperoleh bantuan sebesar Rp 1,07 miliar.
Adapun di Jawa Barat jumlah desa yang telah menerima bantuan sebanyak 5.319 dari total 5.962 desa (89,21 persen). Rata-rata dana yang diperoleh setiap desa sebesar Rp 1,30 miliar.
Walau besaran dana yang diperoleh tiap desa di Jawa Barat lebih besar, persentase jumlah desa yang sudah terjangkau program ini tidak sebanyak Jawa Tengah.
Kendati demikian, program nasional tersebut selayaknya juga diikuti dengan dukungan dari bawah. Tanpa pemberdayaan daerah, kutub-kutub pertumbuhan akan selalu bias di kawasan perkotaan dan sektor-sektor tertentu yang belum tentu sesuai dengan potensi daerah. (LITBANG KOMPAS)
Keterangan: Migran risen adalah apabila provinsi tempat tinggal seseorang lima tahun yang lalu berbeda dengan provinsi tempat tinggal sekarang (pada saat pencacahan).