PUISI
Ook Nugroho lahir di Jakarta, 7 April 1960. Hantu Kata (2010) dan Tanda-tanda yang Bimbang (2013) adalah dua buku kumpulan puisinya.
Ook Nugroho
Di Kantin Pabrik
– pada semangkuk rawon
Aku suka kuahnya
yang hitam, katanya.
Itu mengingatkan
pada malam
yang tak terbagi.
Irisan daging
mungkin bayangan kita sendiri,
diam mengambang,
menantikan
kunyah pertama
sang takdir.
Adapun racikan bumbu
adalah nyawa.
Mustahil kau raba,
namun nyata –
hadir,
menggenapkan lapar,
di rasa yang menggelepar,
di semesta datar meja makan ini,
jam 12,
tengah hari waktunya.
Apa pun,
aku suka kuahnya
yang kelam, katanya.
Itu mengingatkan
pada malam,
raut yang padam,
tak terurai.
(Bergas, 2019)
Pada Karcis Lama
/1
Huruf-hurufnya mulai mengabur,
tapi ingatan kian benderang
sejauh rentang jarak bumi.
Bukankah kemarin dulu
baru kau tandang?
Kita lewatkan malam dalam gumam,
membiarkan waktu matang sendiri.
Perpisahan akan jadi datar,
kuingat katamu.
Tapi dari jendela
hujan berkabar cemas dinihari.
/2
Huruf-hurufnya mulai memutih,
tapi tak mengubah jam keberangkatan.
Peron menunggu, selayak tugu.
Kota-kota yang dilewati, lindap senyap.
Serupa kabar-kabar tersembunyi –
gagal diurai.
Meski benderang dalam kenang,
nyata tak segampang itu membilang
pesan tersurat pada karcis lama.
(Bergas, 2019)
Penari Malam
Ia mulai menanggalkan malam
Yang lama menyelubungi kisahnya
Pun telah ia padamkan
Cahaya yang hanya reka
Kemudian nama dan alias
Yang menjebaknya jadi seonggok berkas
Dalam remang terawang waktu
Ia berdiri membatu
Menyisakan hitam:
Mungkin serupa growong
Pelan membuka, meluas
Meniadakan batas-batas
Sesungguhnya aku hanya lorong
Katanya dengan serupa isyarat
– Sebab kata bahasa
Telah pula ia campakkan –
Aku hanya kosong
Ulangnya menegas
Lihat, ia mulai menghilang
Sebab telah dicapainya ada
(Bergas, 2019)
Kafe
Gelas, kopi dan gula
Telah menyatu sempurna
Waktu yang mendidih
Menjadikannya racikan utuh
Di luar gelas ini
Berlangsung dunia yang lain
Ada kopi dan gula juga
Dalam wadah yang mendidih juga
Antara gelas ini
Dan dunia di luar sana
Seseorang duduk, sendiri, merenung
Menyesap waktu, sereguk sereguk
(Bergas, 2019)
Tawanan
Sepanjang malam
Kata-kata menawannya
Melucuti kehendaknya
Mereka tak berupa
Ganti berganti menyiksanya
Dengan lembut, menyodorinya
Pengakuan putih
Ibunda bumi
Adapun ia tak harus apa
Melainkan sekedar terdiam
Membiarkan dari lambungnya koyak
Tumbuh bebunga
Dan dari mulutnya kelu
Mendengung amsal purba
Menjelang subuh mereka rubuh
Terkutuk, selayak kekasih mabuk
Remuk, mereka pun lindap
Raib ke seliang rusuk
(Bergas, 2019)
Jika Kau Tak Cukup Gila
Sajak dimulai dengan percobaan
Tiada jaminan sama sekali
Permainan bakal lurus bersahaja:
Segera kau terseret dalam sihir lelambang
Tebing terjal di antara baris-barisnya
Tak mengenal sama sekali belas kasihan
Sungai yang semakin liar arusnya –
Sungguh, bisa sampaikah kita pada adres itu?
Sajak dimulai dengan kesangsian
Kuingatkan, jika kau tak lumayan sinting
Urungkan perjalanan ini, pulanglah
Duduk di seranbi minum teh
(Bergas, 2019)
Halte
Saya ingin sejenak
Di halte ini berhenti
Berhenti mengantarkan kisah-kisah
Membiarkan para tokohnya termangu
Sangsi pada kelanjutan nasibnya
Bagi mereka tersedia pilihan:
Akhir lara atau bahagia
Bagi saya tersodor kutuk:
Menyetop cerita atau meneruskannya
Di halte ini sebentar
Ijinkan saya bersandar
Berhenti mengalirkan kisah-kisah
(Bergas, 2019)
Ook Nugroho lahir di Jakarta, 7 April 1960. Hantu Kata (2010) dan Tanda-tanda yang Bimbang (2013) adalah dua buku kumpulan puisinya.