Tanah-tanah Incaran Mafia
Mafia mengincar tanah dan rumah mewah seharga miliaran rupiah yang hendak dijual. Properti di wilayah Jakarta Selatan merupakan sasaran utama.
JAKARTA, KOMPAS — Mafia mengincar tanah dan rumah mewah seharga miliaran rupiah yang hendak dijual. Properti di wilayah Jakarta Selatan merupakan sasaran utama.
Kabar dan pemasangan plang penjualan properti merupakan sinyal yang bisa ”memanggil” mafia tanah. Pada 2018, informasi penjualan tanah seluas 3.340 meter persegi di Jalan Prof Supomo, Jakarta Selatan, sampai pada sindikat penipu yang dikoordinasikan DR (59). Melalui perantaraan tiga broker, DR akhirnya bertemu dengan IS (55), salah satu ahli waris tanah itu, pada 8 September 2018.
Harga tanah disepakati Rp 140 miliar dengan persekot Rp 6 miliar yang dibayar dalam dua termin. Setelah pembayaran termin pertama, yaitu pada 10 September 2018, IS menitipkan sertifikatnya kepada notaris bawaan DR, NYZ, untuk diperiksa keabsahannya ke Kantor Pertanahan. Sertifikat tanah dilepas ke tangan DR setelah pembayaran uang muka termina pertama sebesar Rp 2 miliar.
Baca juga:
- Mafia Tanah Menggurita di Jakarta
- Siasat Kilat Ubah Hak Milik
- Nasib Mafia Tanah, Kalah Jadi Abu, Menang Jadi Arang
- Mereka Rawan Terseret Pusaran Mafia Tanah
- Dari Stroke sampai Meninggal
- Jangan Lepaskan Sertifikat Tanah Anda
- Identitas Palsu Muluskan Langkah Mafia Tanah
- Ada Pegawai BPN yang Bekerja Sama dengan Mafia Tanah
- Fenomena Mafia Tanah di Jantung Ibukota
- Menangkal Praktik Mafia Tanah di Sekitar Kita
- Sindikat Sikat Sertifikat Tanah
Padahal, sejumlah kejanggalan sudah muncul dalam pembayaran panjar. Setelah membayar Rp 2 miliar, DR sempat memberikan cek kosong bertuliskan Rp 8 miliar. Namun, DR kembali meyakinkan dengan mengirimkan sisa uang muka sebesar Rp 4 miliar. Setelah uang muka lunas, mereka pun membuat Pengikatan Perjanjian Jual Beli (PPJB) Nomor 02 tanggal 10 Oktober 2018.
Kabar dan pemasangan plang penjualan properti merupakan sinyal yang bisa ”memanggil” mafia tanah.
Selain itu, penyerahan sertifikat kepada notaris NYZ juga bukan dilakukan di kantornya, melainkan di kantor notaris AA di Jalan KH Wahid Hasyim, Jakarta. Belakangan, NYZ diketahui sebagai notaris dan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) yang berkedudukan di Cianjur, bukan Jakarta.
Sertifikat yang sudah berpindah tangan kemudian dimanfaatkan DR dan komplotannya. Mereka mengalihkan kepemilikan dari IS ke DR dalam waktu singkat. Tujuh hari setelah PPJB, yaitu 17 Oktober 2018, sudah terjadi balik nama.
IS mengaku, sejak awal tak terlalu percaya bahwa DR mampu membeli asetnya. Penampilannya tidak mencolok. Dengan berkendara Honda Freed, DR menemui IS di sebuah restoran di mal. Di pertemuan pertama itu, DR yang mengenalkan diri sebagai Petty mengutarakan keinginan untuk membeli aset IS. Adapun tagihan makan di restoran menjadi tanggungan IS.
Meski demikian, para broker meyakinkan IS dengan status DR sebagai anak direktur Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya pada era 80-an. DR pun mengklaim masih punya pengaruh kuat di institusi tersebut.
Selain itu, IS dan tiga saudara kandungnya pun ingin segera menjual tanah warisan ayah mereka untuk mendapatkan bagian masing-masing. ”Tapi, kenyataannya malah jadi begini, pada ribut. Kesalahannya ada pada kami, kenapa kemarin ribut ingin menjual,” sesal IS dalam percakapan via telepon, 27 April 2021. Hingga kini, keluarga IS masih berjuang mendapatkan kembali sertifikat mereka.
Penjualan aset waris yang berujung penipuan mafia juga terjadi pada rumah di kompleks Ligamas, Pancoran, Jakarta Selatan, milik Lieke. Pada 2018, sindikat tanah yang dipimpin SD hendak menipunya dengan berpura-pura membeli rumah seharga Rp 24 miliar itu dengan panjar Rp 200 juta.
Lieke menyerahkan fotokopi sertifikat hak miliknya (SHM) setelah menerima uang muka. Seperti prosedur jual beli pada umumnya, kedua pihak bersama memeriksa validitas SHM di Kantor Pertanahan. Di sana, komplotan SD menukar SHM asli dengan yang palsu. Mereka membuat sertifikat palsu itu menggunakan fotokopi yang pernah Lieke berikan.
Kuasa Hukum Lieke, Leidermen Ujiawan, di Jakarta, 21 April 2021, mengatakan, kliennya baru menyadari menyimpan sertifikat palsu setelah berbulan-bulan kemudian. Blangko dan seluruh isinya hampir tidak bisa dibedakan dengan yang asli. Kepalsuannya baru terungkap setelah dicek di Kantor Pertanahan Jakarta Selatan dan dinyatakan sebagai produk yang tidak diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Lieke pun sempat memblokir sertifikat sehingga tidak bisa digunakan untuk berbuat jahat oleh SD dan kawanannya.
Pemilik lanjut usia
Properti mewah milik orang lanjut usia juga jadi bulan-bulanan mafia tanah. Sebagaimana terjadi pada Zurni Hasjim Djalal (84). Setidaknya ada dua sindikat tanah yang menyasar tiga rumahnya di kawasan Kemang dan Cilandak, Jakarta Selatan. Dua sindikat yang dimaksud dikoordinasikan oleh AS dan FK.
”FK memanfaatkan kerentanan ibu saya yang sudah tua,” kata Dino Patti Djalal di Jakarta, 30 Maret 2021.
Di usianya, menurut Dino, Zurni masih sehat secara fisik, tetapi sedikit pikun. Zurni yang sudah 40 tahun terakhir aktif dalam usaha properti sudah biasa dengan transaksi jual beli rumah. Akan tetapi, kini ia sering lupa jika pernah memberikan sertifikatnya kepada orang lain.
Eksploitasi pemilik properti berusia lanjut juga terjadi pada keluarga mendiang Tono Amboro dan Ratna Kartika, pemilik rumah dan tanah seluas 1.570 meter persegi di Jalan Ciledug Raya, Jakarta Selatan, pada 2018. DR dan kawanannya menipu pasangan suami istri 80-an tahun yang ingin menjual propertinya seharga Rp 25 miliar itu.
Kliennya baru menyadari menyimpan sertifikat palsu setelah berbulan-bulan kemudian. Blangko dan seluruh isinya hampir tidak bisa dibedakan dengan yang asli. Kepalsuannya baru terungkap setelah dicek di Kantor Pertanahan Jakarta Selatan dan dinyatakan sebagai produk yang tidak diterbitkan Badan Pertanahan Nasional.
Menggunakan identitas palsu dan uang muka Rp 500 juta, DR memperdaya Tono dan Ratna. Ia pun mendapatkan sertifikat kemudian mengalihkan kepemilikannya dalam waktu singkat dengan dasar beberapa akta palsu, kemudian menjualnya kepada orang lain.
Jakarta Selatan
Mafia tanah ini menyasar properti di Jakarta Selatan karena nilai tanahnya yang tinggi. Mengacu Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 34 Tahun 2020 tentang Penetapan Nilai Jual Obyek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Tahun 2020, nilai jual obyek pajak (NJOP) di Jakarta Selatan terentang dari Rp 2,9 juta-Rp 29 juta per meter persegi. Dengan harga yang tinggi, potensi uang yang didapatkan dari menggadaikan sertifikat ini akan lebih besar.
Kepala Subdirektorat Harta Benda Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Dwiasi Wiyatputera mengatakan, nilai tanah di Jakarta Selatan masih bisa dijangkau. Sertifikat orang lain yang dicuri pun bisa dijual secara cepat. Sertifikat itu juga bisa diagunkan dengan nilai miliaran.
”Kalau di Menteng, Jakarta Pusat, harga rumah itu mahal sekali, itu tier satu. Jalan Diponegoro, Menteng, itu, kan, tier satu. Harga per meternya bisa Rp 100-an juta. Dia (mafia) bergerak di harga Rp 20 miliar, Rp 30 miliar, masih nalar,” ujar Dwiasi, 24 Maret 2021.