Kompromi Masa Jabatan Dicapai, Airlangga Resmi Ketua Umum
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto resmi ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Golkar secara aklamasi dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar, Rabu (20/12). Airlangga yang menggantikan ketua umum sebelumnya, Setya Novanto, akan menjabat hingga 2019 dengan opsi perpanjangan.
Untuk menyusun struktur kepengurusan yang baru, Airlangga diberi mandat menjadi formatur tunggal atau satu-satunya pihak yang berwenang menentukan.
Keputusan munaslub itu dibacakan Sekretaris Sidang Sarmuji. Adapun beberapa keputusan sidang tersebut antara lain penetapan Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar secara definitif yang masa baktinya hingga tahun 2019, tetapi dapat diperpanjang melalui forum rapat pimpinan nasional (rapimnas).
Airlangga juga mendapatkan mandat sebagai formatur tunggal untuk melakukan perubahan struktur atau restrukturisasi Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar. Selain itu, Airlangga juga diperkenankan untuk merevisi program-program kerja Partai Golkar yang telah ada sebelumnya.
”Munaslub ini (pengambilan keputusan) seluruhnya aklamasi (tidak ada opsi lain atau semua menyetujui). Dengan berakhirnya munaslub ini diharapkan konsolidasi organisasi di tingkat pusat, daerah, kecamatan, dan desa bisa solid karena kami menyepakati semua hal secara bersama-sama,” kata Airlangga Hartarto di Jakarta Convention Center, tempat digelarnya munaslub.
Menurut Airlangga, Partai Golkar juga diharapkan memanfaatkan momentum ini untuk bangkit dan memenangi kontestasi politik, baik di pilkada (pemilihan kepala daerah), pileg (pemilihan anggota legislatif), maupun pilpres (pemilihan presiden).
Munaslub Partai Golkar diselenggarakan pada 18-20 Desember 2017 dengan agenda utama pergantian ketua umum yang sebelumnya dijabat oleh Setya Novanto. Pergantian Novanto dilakukan karena status Novanto sebagai ketua umum telah nonaktif setelah ia ditetapkan sebagai terdakwa dalam dugaan kasus korupsi KTP elektronik.
Presiden Joko Widodo membuka langsung munaslub pada Senin (20/12) malam dan sempat menyampaikan Airlangga Hartarto bulat didukung oleh DPD I (tingkat provinsi). Hal itu diketahuinya setelah menerima kunjungan para Ketua DPD I di Istana Negara, Bogor, Jawa Barat.
Peneliti Populi Center, Rafif Pamenang Imawan, menilai, kuatnya figur Airlangga dalam munaslub kali ini disebabkan karena Airlangga merupakan kader Partai Golkar yang dekat dengan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Dengan terpilihnya Airlangga, jalur komunikasi antara Partai Golkar dan pemerintah dapat terjamin.
Kuatnya figur Airlangga dalam munaslub kali ini disebabkan karena Airlangga merupakan kader Partai Golkar yang dekat dengan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
”Jalur kedekatan dengan pemerintah sebelumnya dikuasai oleh Setya Novanto. Sayangnya, Novanto sangat destruktif (cenderung merusak) dengan memanfaatkan kedekatannya untuk praktik-praktik korupsi atau pemerasan. Misalnya kasus papa minta saham yang pernah mencuat ke publik hingga kasus korupsi KTP elektronik,” tutur Rafif.
Ihwal masa jabatan ketua umum terpilih, salah satu anggota pimpinan sidang, Dedi Mulyadi, menyampaikan, masa kepemimpinan Airlangga dapat diperpanjang saat rapimnas pada 2019. ”Bisa diperpanjang hingga enam bulan saja, atau bahkan bisa diperpanjang hingga 2022, tergantung nanti bagaimana keputusan rapimnas,” tutur Dedi.
Sebelumnya, Dedi yang juga merupakan Ketua DPD I Partai Golkar Jawa Barat mengusulkan lama jabatan semua pengurus Golkar di tingkat pusat hingga desa ditetapkan secara kolektif hingga 2022.
Hal itu diperlukan agar pengurus Golkar di semua tingkatan tidak menghabiskan energinya untuk pelaksanaan musyawarah terkait internal partai di berbagai tingkatan, tetapi lebih berkonsentrasi untuk melakukan pengaderan dan menjalankan program yang telah ditetapkan.
Bisa diperpanjang hingga enam bulan saja, atau bahkan bisa diperpanjang hingga 2022, tergantung nanti bagaimana keputusan rapimnas.
Satu-satunya perdebatan yang terjadi dalam munaslub kali ini adalah lama jabatan ketua umum terpilih. Bahkan, untuk mencari kompromi terkait perbedaan usulan itu, sidang harus ditunda sejak pukul 18.00 kemarin. Terdapat beberapa usulan, antara lain jabatan ketua umum terpilih berakhir pada 2022, berakhir pada 2019 (mengikuti AD/ART), dan berakhir pada 2019 dengan opsi perpanjangan yang ditetapkan melalui rapimnas.
Sekretaris Jenderal Idrus Marham menjadi salah satu pihak yang sangat menentang masa jabatan ketua umum terpilih dalam munaslub kali ini hingga 2022. Menurut dia, semua kader harus mengikuti AD/ART yang telah ada. Masa jabatan yang telah diatur Partai Golkar selama ini telah disesuaikan dengan siklus lima tahun kepemimpinan nasional.
Lama masa jabatan pengurus terpilih hasil munaslub diatur dalam Anggaran Rumah Tangga Partai Golkar Pasal 19. Dalam pasal tersebut dijelaskan, pengurus hasil musyawarah luar biasa pada semua tingkatan hanya melanjutkan sisa masa jabatan pengurus yang digantikannya.
Dalam hal ini, masa kepemimpinan dihitung dari hasil musyawarah nasional yang dilakukan di Bali pada 2014. Saat itu, Aburizal Bakrie ditetapkan menjadi ketua umum. Selanjutnya, pada 2016, diselenggarakan munaslub yang juga di Bali dan Setya Novanto ditetapkan sebagai ketua umum masa kepengurusan 2016-2019 (meneruskan masa kepemimpinan Bakrie yang seharusnya berakhir di 2019).
Meski demikian, Ketua Dewan Pembina Partai Golkar menyampaikan, perubahan apa pun dapat terjadi di forum munaslub, termasuk lama jabatan ketua umum terpilih di munasub walau sudah diatur dalam ART. Hal itu dapat dilakukan dengan mengubah AD/ART karena munaslub adalah forum pengambilan keputusan tertinggi.
Dalam Anggaran Dasar Partai Golkar Pasal 32 dijelaskan, kekuasaan dan wewenang munaslub sama dengan musyawarah nasional. Kewenangan munas, antara lain, adalah menetapkan atau mengubah AD/ART dan memilih serta menetapkan ketua umum.
Tidak ada faksi
Setelah munaslub resmi berakhir, Airlangga menegaskan, saat ini sudah tidak ada lagi kelompok-kelompok besar di Partai Golkar. Semua pihak telah menyepakati secara bulat setiap keputusan yang diambil dalam munaslub.
”Sejak hari ini, kami tidak punya kelompok-kelompok lagi. Semua sudah sepakat, untuk menghadapi pemilu, kami berkonsolidasi,” ujar Airlangga.
Sebelumnya, kelompok-kelompok atau faksi di internal Partai Golkar diketahui publik dengan jelas setelah Presiden Joko Widodo secara langsung menyebutkannya saat membuka munaslub Senin lalu. Jokowi menyebutkan terdapat lima kelompok besar dalam Partai Golkar, yaitu kelompok Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie, Luhut Binsar Pandjaitan, Akbar Tandjung, dan Agung Laksono.
Jokowi meminta semua kubu untuk dapat bekerja bersama-sama karena Indonesia memasuki tahun politik, yaitu Pilkada 2018, pemilu, dan Pilpres 2019.
Airlangga menargetkan partainya mampu mendongkrak elektabilitas yang dalam beberapa bulan terakhir menurun akibat dugaan kasus korupsi yang menjerat ketua umum sebelumnya.
Airlangga menargetkan partainya mampu mendongkrak elektabilitas yang dalam beberapa bulan terakhir menurun akibat dugaan kasus korupsi yang menjerat ketua umum sebelumnya.
Ia berharap, dalam Pemilu 2019, partainya dapat meraih 110 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat. Pada 2014, Partai Golkar meraih 91 kursi. Partai Golkar menjadi partai dengan raihan kursi kedua terbanyak setelah raihan terbanyak kursi DPR didapat PDI-P dengan 109 kursi.
Menurut Rafif, Airlangga harus memperhatikan dua hal dalam menyusun kepengurusannya. Pertama, Airlangga harus mengakomodasi pengurus lama agar tidak menimbulkan adanya kesan ketidakpercayaan Airlangga kepada seluruh kader Golkar.
Kedua, Airlangga juga harus memberikan tempat kepada kader yang belum menjadi pengurus DPP sebelumnya. Hal itu agar publik menerima pesan bahwa Golkar melakukan reformasi atau pembaruan organisasi setelah pergantian kepemimpinan.
”Bagaimanapun juga, kasus dugaan korupsi KTP elektronik yang dialami Novanto telah menjadi luka cukup serius bagi Partai Golkar,” tutur Rafif.
Jabatan menteri
Dengan terpilihnya Airlangga sebagai Ketua Umum Partai Golkar, posisi Airlangga yang kini juga menjabat sebagai Menteri Perindustrian menjadi sorotan.
Pada awal pemerintahannya, Jokowi menyampaikan bahwa para menterinya dilarang untuk rangkap jabatan, yaitu tidak boleh menduduki jabatan strategis di partai. Hal itu masih berlaku hingga saat ini, yaitu menteri di Kabinet Kerja yang berasal dari partai tidak ada yang memiliki jabatan strategis di partainya.
Dengan terpilihnya Airlangga sebagai Ketua Umum Partai Golkar, posisi Airlangga yang kini juga menjabat sebagai Menteri Perindustrian menjadi sorotan.
”Jadi, terkait dengan amanah (jabatan menteri) yang diberikan Bapak Presiden, tentu sebagai pembantu beliau saya wajib menjalankan amanah tersebut. Tentu hal-hal lain (hasil munaslub) akan kami laporkan ke Bapak Presiden dan apa pun (keputusan Presiden terkait jabatan menterinya), itu merupakan hak prerogratif Presiden,” tutur Airlangga.
Adapun Rafif menilai, selayaknya Airlangga dapat meletakkan jabatannya sebagai menteri. Menurut dia, jika jabatan tersebut masih diemban Airlangga, secara tidak langsung akan mempengaruhi citra Kabinet Kerja yang dari awal tidak memperbolehkan menterinya untuk rangkap jabatan strategis di partainya. (DD14)