Indonesia Pernah Miliki Teknologi Medis Canggih di Udara
Oleh
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pada masa lalu, tepatnya era kepemimpinan presiden ke-2 RI Soeharto, TNI Angkatan Udara Republik Indonesia pernah meraih suatu pencapaian dalam bidang kesehatan. Pencapaian itu ialah adanya Kontainer Medik Udara yang pengoperasiannya didukung oleh Tim Medik Darurat Udara. Saat itu, melalui Kontainer Medik Udara, operasi medik manusia dapat dilakukan saat berada di udara.
Hal itu disampaikan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) 2002-2005 Marsekal (Purn) Chappy Hakim saat peluncuran dan diskusi buku berjudul Pak Harto, Saya, dan Kontainer Medik Udara karya Marsekal Pertama (Purn) Raman Ramayana di Jakarta, Sabtu (25/11). Turut menjadi pembicara dalam acara itu Padmosantjojo, sahabat Raman Ramayana. Penulis Imelda Bachtiar berperan sebagai moderator dalam acara tersebut. Adapun Marsekal (Purn) Djoko Suyanto, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan periode 2009-2014, juga hadir dalam diskusi tersebut.
Raman merupakan sosok yang sangat peduli terhadap bidang kesehatan di udara.
Menurut Chappy, Raman merupakan sosok yang sangat peduli terhadap bidang kesehatan di udara. Bukan hanya kru penerbang, melainkan juga penumpang menjadi obyek kesehatan dalam suatu penerbangan. Hal itu dinilai penting karena hingga kini belum ada penjelasan pasti akan batas udara.
”Berbicara tentang udara, space (langit), hingga kini belum ada yang mampu menjelaskan di mana batasnya. Berbicara udara adalah berbicara akan masa depan,” ujar Chappy.
Kontainer Medik Udara (KMU) hadir di Indonesia berkat usulan Raman Ramayana, seorang dokter spesialis mata yang pangkat akhirnya di militer ialah marsekal pertama (marsma). Raman meninggal di Jakarta pada pertengahan tahun 2016. Ide agar Indonesia memiliki KMU didapatkan Raman ketika menyaksikan dokumentasi penyelamatan sandera di Entebbe, Uganda, 4 Juli 1976. Dalam operasi itu, Letkol Yonatan ”Yoni” Netanyahu tewas dalam perjalanan udara setelah terkena tembakan saat operasi berlangsung.
Ide agar Indonesia memiliki KMU didapatkan Raman ketika menyaksikan dokumentasi penyelamatan sandera di Entebbe, Uganda, 4 Juli 1976.
Dalam bukunya, Raman berpikir, Indonesia harus memiliki teknologi medis canggih yang bisa dipergunakan di udara. Teknologi tersebut pun harus berupa sebuah KMU, kompartemen canggih berupa ruang operasi atau ruang ICU yang masuk ke sebuah armada pesawat setara C-130 Hercules. Keberadaan teknologi tersebut akan mengurangi risiko kematian yang didapatkan karena harus menunggu lamanya perjalanan udara.
Setelah melalui proses pembuatan selama satu tahun di British Aerospace (Bae), London, sesuai namanya, benda berbentuk kontainer itu tiba di Bandara Halim Perdanakusuma pada akhir 1986. Kontainer tersebut hanya mampu menampung atau merawat satu pasien. KMU dilengkapi dengan peralatan ICU, bedah dada/toraks, kepala/otak, ginjal/urologi, dan mata.
”Harga KMU itu sangat mahal. Saat itu, mungkin harganya bermiliar-miliar lebih. Metode pembeliannya saat itu melalui Kredit Ekspor Inggris,” ujar Marsekal Muda (Purn) Hidayat, Kepala Pusat Kesehatan TNI tahun 2002-2008. Hidayat menjadi salah satu dokter yang pernah melakukan operasi manusia di dalam KMU pada ketinggian 12.000 kaki (3.657 meter) di atas kota Jakarta tahun 1987.
Menurut Hidayat, kepemilikan KMU di Indonesia mendapatkan pujian dari sejumlah negara. Hingga saat ini, Indonesia tercatat sebagai negara ketiga yang dapat mendidik dokter spesialis penerbangan setelah Amerika Serikat dan Australia. Lama pendidikan dokter spesialis penerbangan 4-5 tahun.
”Tidak mudah untuk dapat melakukan tindakan medis di udara karena harus berhadapan dengan persoalan gravitasi,” ujar Hidayat.
Hingga saat ini, Indonesia tercatat sebagai negara ketiga yang dapat mendidik dokter spesialis penerbangan setelah Amerika Serikat dan Australia.
Menurut Hidayat, fungsi KMU saat itu ialah bagaimana menjaga kesehatan dan keselamatan Presiden Soeharto. KMU pernah disiagakan di Lapangan Udara Air Force Base (AFB) Vilamor, Manila, saat perhelatan KTT III ASEAN 1987 di Manila, Filipina. Saat itu, beredar informasi intelijen, akan ada ancaman pembunuhan terhadap Presiden Soeharto.
Saat ini, KMU sudah dipandang sebagai peralatan yang tidak efisien dalam dunia kesehatan udara. Meski demikian, KMU masih dapat berfungsi dengan baik.
”Saat ini memang terlihat kurang efisien karena satu pesawat hanya dapat menampung satu pasien. Saat ini, kan,sudah ada teknologi medik udara, yang memungkinkan pasien hanya memerlukan tandu dan tidak perlu memakan ruang satu pesawat,” ujar Hidayat.
Sekretaris Rumah Sakit Angkatan Udara dr Esnawan Antariksa Halim Perdanakusuma Letnan Kolonel Miftahul Firdos mengatakan, hingga saat ini KMU masih dirawat dengan baik dan dapat dipergunakan sesuai dengan fungsinya. Penggunaan KMU bergantung pada perintah pimpinan militer yang berwenang.
”Peralatannya masih berfungsi dengan baik. Rencananya, kami juga akan kembali melakukan uji coba KMU di Ternate tahun depan. Memang, kendala yang mungkin dihadapi ialah biaya tinggi yang dipergunakan untuk KMU. Biaya penerbangan khususnya karena memerlukan satu pesawat Hercules C-130 untuk satu pasien,” tutur Miftahul. (DD14)