MATARAM, KOMPAS – Saat membuka Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama, di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kamis (23/11), Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa ia merasakan suasana yang sejuk saat berada di tengah-tengah warga Nahdliyin. Hal yang sama juga dirasakan Presiden pada saat berada di tengah-tengah alim ulama atau saat mendatangi pondok-pondok pesantren NU.
“Kenapa begitu? Ini juga dirasakan bukan hanya saya, tetapi negara lain juga sama,” tutur Presiden disambut tepuk tangan warga Nahdliyin yang berada di lokasi pembukaan Munas dan Konbes NU di halaman Masjid Raya Hubbul Wathan di pusat Kota Mataram.
Munas Alim Ulama dan Konbes Nahdlatul Ulama yang berlangsung hingga 25 November dihadiri sekitar 1.500 undangan dari unsur pengurus Nahdlatul Ulama, alim ulama, representasi pondok pesantren NU, serta peninjau dan akademisi dari dalam dan luar negeri. Sesuai dengan tema yang diusung, “Memperkokoh Nilai Kebangsaan Melalui Gerakan Deradikalisasi dan Penguatan Ekonomi Warga”, Munas dan Konbes NU akan fokus pada dua aspek penting, yakni deradikalisasi dan ekonomi warga.
Presiden lalu juga menceritakan pengalamannya menerima Presiden Afghanistan Ashraf Ghani. Ia menceritakan fakta bahwa Indonesia merupakan negara yang begitu beragam, terdiri dari 17.000 pulau, 714 suku, 1.100 bahasa lokal, dan agama beragam. Indonesia juga menjadi negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, dengan jumlah warga Muslim mencapai 87 persen dari total populasi. Namun, Indonesia tetap bisa mempertahankan persatuan dan persaudaraan.
Jadi kita dilihat oleh negara lain sebagai negara netral, dingin, dan sejuk. Itu juga disebabkan karena organisasi terbesar di Indonesia adalah NU
Presiden Joko Widodo lalu membandingkan hal itu dengan apa yang terjadi di Afghanistan. Negara itu memiliki tujuh suku. Lalu dua suku bertikai dan masing-masing mendatangkan “kawan” dari luar. Akibatnya, perang berlangsung sejak tahun 1973. Kekayaan sumber daya mineral di negara itu akhirnya tidak bisa dikelola untuk memberikan kesejahteraan bagi warganya.
“Jadi kita dilihat oleh negara lain sebagai negara netral, dingin, dan sejuk. Itu juga disebabkan karena organisasi terbesar di Indonesia adalah NU,” kata Presiden.
Jadi kita dilihat oleh negara lain sebagai negara netral, dingin, dan sejuk. Itu juga disebabkan karena organisasi terbesar di Indonesia adalah NU
Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Ma’ruf Amin dalam khutbah iftitah pada pembukaan Munas menuturkan bahwa Munas Alim Ulama dan Konbes NU akan membahas upaya sistematis untuk menanggulangi bahaya radikalisme dan intoleransi. “Hal itu akan dirumuskan dalam program kerja NU dan rekomendasi Munas,” kata Ma’ruf Amin.