MATARAM, KOMPAS – Pada saat menyampaikan sambutan pada pembukaan Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kamis (23/11), Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj menyampaikan bahwa sudah dua kali Pulau Lombok menjadi tuan rumah Munas NU. Mengapa Pulau Lombok kembali dipilih?
Munas dan Konbes NU berlangsung dari 23 November hingga 25 November 2017. Kegiatan itu dihadiri sekitar 1.500 peserta dari berbagai daerah di Indonesia. Selain terlibat dalam rapat pleno, para peserta terbagi dalam dua aktivitas besar, yakni munas untuk para alim ulama yang membahas persoalan-persoalan keagamaan aktual (bahtsul masail) dan konferensi besar membahas persoalan organisasi NU yang terbagi dalam tiga komisi, yakni organisasi, rekomendasi, dan program.
Forum bahtsul masail antara lain akan membahas mengenai investasi dana haji, frekuensi publik, fikih disabilitas, ujaran kebencian, konsep amil dalam negara modern menurut pandangan fikih, serta redistribusi lahan. Selain itu, juga akan dibahas persoalan terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Komunikasi Publik dan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pemilihan persoalan yang dibahas dalam bahtsul masail tidak sembarangan.
Forum bahtsul masail akan membahas mengenai investasi dana haji, frekuensi publik, fikih disabilitas, ujaran kebencian, konsep amil dalam negara modern menurut pandangan fikih, serta redistribusi lahan
Ketua Panitia Munas dan Konbes NU yang juga Ketua Bidang Hukum PBNU Robikin Emhas menuturkan ada 18 persoalan yang akan dibahas dalam bahtsul masail. Sebelum dibahas dalam Munas, PBNU sudah lebih dahulu menyelenggarakan foruk diskusi terfokus, diskusi, dan seminar untuk membahas topiknya. Sebanyak 18 persoalan itu merupakan hasil kristalisasi dari 77 persoalan yang diusulkan pengurus NU dari berbagai tingkatan maupun badan otonomi di lingkungan NU.
Nah, kembali ke alasan mengapa Pulau Lombok yang dipilih sebagai tuan rumah Munas dan Konbes NU. Menurut Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Ulil Hadrawi ada dua alasan. Pertama alasan historis. Persis di bulan November tahun 1997, PBNU juga menyelenggarakan Munas dan Konbes di Pulau Lombok. Namun, saat itu kondisinya berbeda dengan saat ini.
Berbeda NU 20 tahun lalu dengan sekarang. Di bawah orde Baru, NU menjadi penyeimbang. Kalau sekarang lebih ke penunjuk jala
“Berbeda NU 20 tahun lalu dengan sekarang. Di bawah orde Baru, NU menjadi penyeimbang. Kalau sekarang lebih ke penunjuk jalan,” kata Ulil.
Alasan kedua, kata dia, berkaitan dengan karakteristik Pulau Lombok atau Nusa Tenggara Barat. Pulau ini merupakan pulau yang indah dan menjadi daya tarik wisata. Namun, Pulau Lombok juga merupakan provinsi di kawasan Indonesia bagian timur yang memiliki karakteristik semangat keislaman yang tinggi. Diharapkan, NTB bisa tetap mampu menunjukkan Islam yang rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta alam).