Saiful Mujani dan Wajah Politik Indonesia yang Berubah dengan Hitung Cepat
Oleh
·3 menit baca
Metode hitung cepat atau quick count hitung cepat hasil pemilihan umum di Indonesia berkembang berkat studi yang dilakukan Saiful Mujani. Melalui metode itu pula, Saiful berhasil mengubah cara memahami politik Indonesia dari menggunakan pendekatan kelas sosial menjadi pendekatan psikologis dan rasional.
Direktur Freedom Institute Rizal Mallarangeng mengatakan, metode hitung cepat hasil pemilihan umum (pemilu) yang dikembangkan oleh Saiful Mujani, pendiri lembaga konsultasi politik berbasis survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pascareformasi memberi sumbangan penting pada tradisi ilmu politik di Indonesia. Pasalnya, saat itu kondisi politik Indonesia mulai terbuka yang ditandai dengan munculnya banyak partai yang dapat dipilih secara terbuka. Masyarakat pun dapat memilih presiden secara langsung pada 2009. Perubahan yang terjadi berkat gagasan Saiful Mujani menjadikannya sebagai salah satu pemenang Penghargaan Achmad Bakrie Award 2017 untuk kategori pemikiran sosial
“Saya ingat waktu itu Saiful, saya, dan teman-teman dari LP3ES yang pertama kali melakukan quick count. Orang-orang tidak percaya bagaimana bisa mendapatkan hasil pemilihan umum dalam waktu yang begitu cepat dan sampel yang begitu sedikit,” kata Rizal saat mengumumkan pemenang Penghargaan Achmad Bakrie Award di Jakarta, Selasa (22/8). Sejak saat itu, metode hitung cepat dikenal oleh masyarakat secara luas dan selalu digunakan sebagai cara utama dalam mendapatkan hasil pemilu.
Saya ingat waktu itu Saiful, saya, dan teman-teman dari LP3ES yang pertama kali melakukan quick count
Dalam ranah keilmuan, kata Rizal, kehadiran quick count menunjukkan bahwa ilmu politik di Indonesia sudah bersifat empiris dan positivistik. Studi yang dilakukan Saiful Mujani pun mengubah cara memahami perilaku pemilih dari pendekatan kelas sosial menjadi pendekatan psikologis rasional. “Quick count bukan satu-satunya manfaat yang didapat dari metode survei yang dipelajari Saiful Mujani tetapi apa yang ia pelajari juga menunjukkan bahwa ilmu politik di Indonesia sudah selangkah lebih maju,” kata Rizal.
Mulanya, pemahaman politik di Indonesia didominasi pendekatan kelas sosial yang merujuk pada pemikiran Clifford Geertz. Geertz mengelompokkan perilaku masyarakat berdasarkan asal-usul aliran keagamaan di antaranya abangan, santri, dan priyayi, sehingga yang para santri akan cenderung memilih partai Islam sedangkan abangan dan priyayi akan memilih partai sekuler.
Apa yang ia pelajari juga menunjukkan bahwa ilmu politik di Indonesia sudah selangkah lebih maju
“Saiful Mujani mendobrak dominasi kategori aliran dan kelas sosial tersebut dengan menegaskan bahwa perilaku memilih bukan ditentukan pada ketaatan agama atau latar belakang kelas tertentu, tetapi pada sejauh mana pemilih tumbuh dan tersosialisasi dalam sebuah komunitas politik,” kata Rizal. Selain itu, pilihan terhadap partai atau calon presiden ditentukan oleh bagaimana pemilih mengevaluasi kinerja partai atau pemimpin yang didukung.
Mujani pun berkomitmen untuk mendedikasikan dirinya untuk pengembangan ilmu sosial politik. “Apa yang saya lakukan tidak mungkin berubah pada kegiatan lain, pada umur yang sudah lebih dari 50 tahun ini saya akan menghabiskan hidup dengan kegiatan akademik, meneliti yang saya cintai, dan senang apa yang saya cintai dihargai dengan penghargaan ini,” kata Saiful Mujani.
Selain Mujani ada tiga pemenang lain Achmad Bakrie Award yakni penyanyi balada Ebiet G. Ade untuk kategori kebudayaan populer alternatif, Terawan Agus Putranto untuk kategori kedokteran, dan Nadiem Makarim untuk kategori teknologi dan kewirausahaan. Anindya Ardiansyah Bakrie, cucu Achmad Bakrie mengatakan, penghargaan ini diberikan kepada anak bangsa yang pemikirannya memiliki pengaruh besar pada kehidupan masyarakat.
“Semoga pemenang penghargaan ini dapat menjadi inspirasi dan berguna bagi masyarakat,” tutur Ardiansyah Bakrie. (DD01)