JAKARTA, KOMPAS — Tiga mantan presiden Indonesia, yaitu Bacharuddin Jusuf Habibie, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono, menganggap penting keberadaan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan yang sifatnya jangka panjang perlu diterapkan dan tidak diubah-ubah walaupun terjadi perubahan kepemimpinan.
Hal itu disampaikan ketiganya saat menjadi pembicara dalam dialog kebangsaan bertajuk ”Mengelola Keberagaman, Meneguhkan Keindonesiaan” yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta, Selasa (15/8), menyambut Hari Kemerdekaan ke-72 RI sekaligus menyambut Hari Ulang Tahun ke-50 LIPI.
Para mantan presiden menyampaikan gagasannya secara bergantian dalam tiga sesi yang berbeda. Mantan presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri mengawali sesi pertama, dilanjutkan mantan presiden RI ke-3 RI BJ Habibie, dan sesi terakhir diisi mantan presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada waktu peralihan sesi, sebelum meninggalkan acara, Megawati sempat menyambut hangat kedatangan BJ Habibie. Begitu pun pada peralihan sesi berikutnya, sebelum meninggalkan acara, Habibie menyambut hangat kedatangan SBY.
Tampak hadir di bagian depan acara tersebut, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Agus Widjojo, dan Wakil Kepala LIPI Bambang Subiyanto.
Dalam sesi pertama, Megawati menyoroti kebijakan pembangunan di Indonesia yang kerap berganti-ganti seiring dengan pergantian rezim kepemimpinan. Menurut dia, hal itu menyebabkan pembangunan Indonesia tidak berkelanjutan. ”Ganti pemimpin ganti kebijakan, jadinya maju mundur pembangunannya. Ini penyakit kita sebagai bangsa yang sudah merdeka. Harus kita koreksi,” kata Megawati.
Ganti pemimpin ganti kebijakan, jadinya maju mundur pembangunannya. Ini penyakit kita sebagai bangsa yang sudah merdeka. Harus kita koreksi.
Megawati mencontohkan, pada era kepemimpinan Bung Karno, misalnya, terdapat program Pola Pembangunan Semesta Berencana. ”Dengan pembangunan yang menyeluruh seperti itu, nanti kita akan dapat melihat 50 tahun ke depan mau dibawa ke mana bangsa Indonesia, dari segi infrastruktur ataupun pembangunan manusianya,” ujar Mega.
Sementara itu, Habibie juga mengatakan, perubahan kebijakan setiap pergantian kepemimpinan merupakan hal yang salah. Ia menganjurkan untuk kembali ke Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Namun, dengan kenyataan otonomi daerah saat ini, Habibie juga menganjurkan adanya keberadaan Garis Besar Haluan Daerah (GBHD).
”Dalam membuat GBHN, DPR harus bersinergi dengan Dewan Riset Nasional, pun GBHD, DPRD harus bersinergi dengan Dewan Riset Daerah. Karena dengan itu, pembangunan di daerah kecil akan dapat terjamin,” kata Habibie.
Amerika dan China, yang walaupun selalu berganti pemimpinnya secara rutin, tetap dapat menjaga keberlanjutan pembangunan yang ada.
Adapun SBY dalam sesi terakhir menyampaikan perlunya Indonesia memiliki visi pembangunan jangka panjang. Ia mencontohkan, Amerika dan China, yang walaupun selalu berganti pemimpinnya secara rutin, tetap dapat menjaga keberlanjutan pembangunan yang ada. Pembangunan sistem diperlukan agar memudahkan siapa pun pemimpin Indonesia dalam melakukan pembangunan.
”Sekarang kita punya yang namanya RPJMN (Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional) dan itu harus dijaga,” kata SBY. (DD14)