logo Kompas.id
PolitikMK: Pilkada Tak Termasuk...
Iklan

MK: Pilkada Tak Termasuk Keistimewaan Aceh

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa keistimewaan Provinsi Aceh tidak meliputi pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota. Oleh karena itu, pengajuan permohonan sengketa hasil pemilihan tetap mengacu pada ambang batas selisih suara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pilkada. Hal itu disampaikan pada putusan MK dalam perkara sengketa Pilkada Aceh, Selasa (4/4). MK menolak permohonan yang diajukan pasangan calon gubernur/wakil gubernur Aceh Muzakir Manaf dan TA Khalid yang meraih suara kedua terbanyak setelah pasangan calon Irwandi Yusuf dan Nova Iriansyah. Muzakir Manaf-Khalid meraih 766.427 suara, sedangkan Irwandi-Nova meraih 898.710 suara. Majelis hakim yang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat menyatakan, pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan sengketa pilkada karena tidak memenuhi syarat formal ambang batas selisih suara yang ditentukan dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Sesuai dengan aturan itu, selisih suara maksimal ialah 1,5 persen dari suara sah atau 36.222 suara. Sementara selisih perolehan suara kedua kandidat itu mencapai 132.283 suara. Dalam permohonannya, pemohon mendalilkan bahwa pihaknya tetap mempunyai kedudukan hukum karena MK selayaknya mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Pada Pasal 74 UU Pemerintahan Aceh, khususnya yang mengatur penyelesaian sengketa hasil pemilihan, tidak diatur ambang batas selisih suara. Banten Seperti halnya sidang Senin lalu, putusan MK dalam perkara sengketa pilkada kemarin juga didominasi penghentian persidangan (dismissal) karena tidak memenuhi syarat formal tenggat waktu pengajuan dan ambang batas selisih suara. MK juga memutuskan tidak melanjutkan pemeriksaan perkara sengketa Pilkada Banten yang diajukan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Banten Rano Karno dan Embay Mulya Syarief karena tidak memenuhi ambang batas selisih suara. Sirra Prayuna, kuasa hukum pasangan calon Rano-Embay, seusai persidangan menyampaikan penyesalannya terhadap sikap MK yang tidak mau melihat keadilan substantif dan keluar dari ketentuan Pasal 158 UU No 10/2016. Padahal, katanya, MK merupakan benteng terakhir pencari keadilan. Selain memutuskan menghentikan persidangan untuk permohonan yang tidak memenuhi syarat formal, MK juga mengeluarkan putusan sela. MK memerintahkan pemilihan suara ulang di enam distrik untuk Pilkada Puncak Jaya, Papua. Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati saat membaca pertimbangan menuturkan, obyek permohonan yang diajukan prematur karena rekapitulasi hasil tidak menyertakan penghitungan suara di enam distrik sehingga cacat hukum. Keputusan penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara tak bisa dijadikan rujukan penerapan ambang batas selisih suara.MK juga menyinggung sikap KPU Puncak Jaya yang menerangkan (di persidangan sebelumnya) bahwa pemungutan suara ulang tidak membawa hal positif karena biaya dan keamanan. "Mahkamah berpendapat KPU Puncak Jaya tidak berkehendak baik melakukan pemilihan suara ulang sehingga pemungutan suara ulang harus dilakukan KPU Papua di bawah supervisi KPU pusat," ujar Maria. Sementara itu, tujuh daerah yang berdasarkan kalkulasi KPU memenuhi syarat ambang batas selisih suara, yaitu Kota Salatiga, Yogyakarta, Maybrat, Talakar, Gayo Lues, Bombana, dan Sulawesi Barat, tidak masuk dalam sidang putusan MK. "Yang tidak dipanggil untuk putusan tinggal menunggu undangan sidang selanjutnya," kata Juru Bicara MK Fajar Laksono. (GAL)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000