JAKARTA, KOMPAS — Surat dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto, dalam perkara korupsi KTP elektronik, menyebut dengan rinci bagaimana proyek ini dikorupsi sejak dari perencanaan anggarannya.
Surat dakwaan yang dibacakan jaksa Irene Putri dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (9/3), menyebutkan, perbuatan korupsi yang dilakukan Irman dan Sugiharto bersama Setya Novanto dan kawan-kawan ini dilakukan sejak dalam proses penganggaran KTP-el. Disebutkan dalam dakwaan bahwa pada akhir November 2009, Gamawan Fauzi selaku Menteri Dalam Negeri mengirim surat kepada Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas perihal usulan pembiayaan pemberian nomor induk kependudukan (NIK) dan penerapan KTP berbasis NIK secara nasional. Dalam surat tersebut, Gamawan meminta Menkeu dan Kepala Bappenas mengubah sumber pembiayaan proyek KTP berbasis NIK dari semula dibiayai dengan pinjaman hibah luar negeri menjadi bersumber dari anggaran rupiah murni. Perubahan sumber pembiayaan ini kemudian dibahas dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat antara Kemendagri dan Komisi II DPR.
Dakwaan KPK menyebutkan, pada Februari 2010 setelah mengikuti rapat pembahasan anggaran Kemendagri, Irman disebut dimintai sejumlah uang oleh Burhanudin Napitupulu yang saat itu menjadi Ketua Komisi II DPR. Permintaan uang ini disebut agar anggaran proyek penerapan KTP berbasis NIK dapat segera disetujui oleh Komisi II.
Irman sempat menyatakan tidak dapat menyanggupi permintaan Burhanudin. Namun, Irman dan Burhanudin kemudian sepakat melakukan pertemuan kembali guna membahas pemberian sejumlah uang kepada anggota Komisi II DPR. Seminggu setelah pertemuan itu, Irman kembali menemui Burhanudin di ruang kerjanya dan menyepakati bahwa guna mendapatkan persetujuan anggaran dari Komisi II DPR, akan diberikan sejumlah uang kepada anggota Komisi II DPR oleh pengusaha yang biasa menjadi rekanan di Kemendagri, yakni Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Surat dakwaan KPK lalu menyebutkan, sehari setelah pertemuan kembali Irman dengan Burhanudin, Sekretaris Jenderal Kemendagri saat itu Diah Anggraini menghubungi Irman untuk mengonfirmasi pertemuannya dengan Burhanudin serta menginformasikan bahwa Andi adalah pengusaha yang mempunyai komitmen serta mau memenuhi janjinya untuk memberikan sejumlah uang kepada anggota Komisi II DPR. Selanjutnya, Andi menemui Irman dan menyampaikan bahwa dirinya bersedia memberikan sejumlah uang kepada anggota Komisi II DPR untuk memperlancar pembahasan proyek KTP-el. Dalam pertemuan tersebut, Irman meminta Andi untuk menemui Sugiharto guna menindaklanjuti rencana pemberian uang tersebut. Andi dan Irman lalu sepakat untuk menemui Novanto yang saat itu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR guna mendapatkan kepastian dukungan dari Partai Golkar dalam proyek pengadaan KTP-el.
Beberapa hari kemudian terjadi pertemuan antara Andi, Irman, Sugiharto dengan Novanto di Hotel Gran Melia. Dalam pertemuan tersebut Novanto menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran proyek KTP-el. Selanjutnya, Andi bersama Irman menemui Novanto di ruang kerjanya, di lantai 12 gedung DPR. Keduanya meminta kepastian Novanto soal kesiapan anggaran KTP-el. Novanto lalu mengatakan bahwa dirinya akan mengoordinasikannya dengan pimpinan fraksi DPR lainnya. (BIL)