Dukungan Perangkat Desa ke Prabowo-Gibran Dinilai Tidak Patut
Sejumlah asosiasi perangkat desa memberi sinyal dukungan kepada pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Sejumlah perwakilan asosiasi ini sempat bertemu Presiden Joko Widodo, dua pekan lalu.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·6 menit baca
KOMPAS/NIKOLAUS HARBOWO
Calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka menghadiri acara “Silaturahmi Nasional Desa 2023" di Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (19/11/2023). Dalam acara tersebut, sejumlah asosiasi perangkat desa memberikan sinyal dukungan kepada pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran.
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah asosiasi perangkat desa yang tergabung dalam ”Desa Bersatu” memberikan sinyal dukungan kepada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Meski dilakukan di luar masa kampanye, upaya memobilisasi massa dan pemberian dukungan itu dinilai tidak patut. Sama halnya dengan TNI-Polri dan aparatur sipil negara, perangkat desa, termasuk kepala desa di dalamnya, dilarang berpolitik praktis dan harus netral selama pemilu.
Massa perangkat desa hadir memadati Arena Indonesia, Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (19/11/2023). Mereka berasal dari sejumlah asosiasi perangkat desa, antara lain Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Perangkat Desa Indonesia (DPN PPDI), Asosiasi Kepala Desa Indonesia (Aksi), serta Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional (Abpednas).
Dari undangan yang diterima Kompas, acara tersebut bertajuk ”Deklarasi Nasional Desa Bersatu Menuju Indonesia Maju, Dukungan kepada Prabowo Subianto Calon Presiden-Gibran Rakabuming Raka Calon Wakil Presiden 2024-2029 dan Konsolidasi Nasional Rebut Suara Desa 2024”.
Namun, saat Kompas mengamati di lokasi, tajuk acara itu berubah menjadi ”Silaturahmi Nasional Desa 2023”, sebagaimana tertulis di layar lebar di panggung acara.
Foto undangan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) kepada sejumlah pengurus DPD Apdesi terkait acara deklarasi pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, di Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (19/11/2023).
Setelah lebih dari lima jam acara berlangsung, Gibran Rakabuming hadir. Selain Gibran, juga hadir sejumlah elite Partai Gerindra, yakni Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani; anggota Dewan Pembina DPP Partai Gerindra Andre Rosiade; dan Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra Mochamad Iriawan. Tak hanya itu, hadir pula Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Nusron Wahid, serta Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra.
Sepanjang acara, para perangkat desa kerap menggemakan, ”Hidup Prabowo”. Beberapa di antaranya juga menunjukkan salam dua jari. Sebagaimana diketahui, Prabowo-Gibran merupakan pasangan capres-cawapres nomor urut dua pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Koordinator Nasional Desa Bersatu Muhammad Asri Annas membantah gerakan ini sebagai kampanye politik untuk Prabowo-Gibran. Ia menegaskan, organisasi juga tidak akan memberikan dukungan secara terbuka kepada Prabowo-Gibran. Sebab, ia menyadari, di dalam Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, kepala desa, perangkat desa, dan anggota badan permusyawaratan desa dilarang menjadi pelaksana atau tim kampanye pemilu.
”Tetapi udah-lah, kalau teman-teman penggerak desa ini tahu apa yang dilakukan. Kalau mau memberikan dukungannya penuh kepada capres atau cawapres, tidak harus deklarasi kalau kami mau,” ujar Asri Annas.
Namun, Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi Apdesi itu mengakui dukungan terhadap Prabowo-Gibran telah tersampaikan secara tersirat. Lagi pula, sejumlah organisasi yang hadir meyakini pasangan Prabowo-Gibran mampu mewujudkan aspirasi para asosiasi perangkat desa tersebut. Mulai dari peningkatan dana desa hingga Rp 5 miliar per desa, peningkatan dana operasional pemerintah desa dari 3 persen menjadi 5 persen, hingga perbaikan kesejahteraan perangkat desa.
”Jadi, enggak penting untuk menghadirkan semua (pasangan capres-cawapres). Yang kami butuhkan adalah siapa yang mau mengakomodasi (aspirasi kami). Dalam pandangan kami, rasanya Pak Prabowo dan Mas Gibran mengakomodasi. Jadi, kalau ada yang keluar mengatakan ini deklarasi, enggak. Tidak harus deklarasilah. Teman-teman (perangkat desa) lebih tahulah cara kerjanya. Ya (memberikan dukungan tersirat) kira-kira seperti itulah, ya,” tegas Asri Annas.
Bertemu presiden
Asri Annas juga mengungkapkan bahwa pada dua pekan lalu, dirinya bersama sejumlah perwakilan asosiasi desa juga telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta. Namun, saat ditanyakan apakah dalam kesempatan itu Presiden Jokowi meminta perangkat desa untuk mendukung Prabowo-Gibran, Asri Annas membantahnya.
”Enggak (meminta dukungan Jokowi). Bahkan, kami nyentil-nyentil, ’Pak (Jokowi), bagaimana keberlanjutan pembangunan desa?’ Pak Jokowi bilang, ’Udahlah, kalian lebih ngerti tentang apa yang terbaik untuk bangsa dan negara, termasuk desa’,” ucap Asri Annas.
Ditemui seusai acara, Gibran menegaskan, masalah dukung-mendukung bukan prioritas saat ini. Hal yang terpenting sekarang, menurut dia, ialah mencari solusi terbaik atas setiap aspirasi yang disampaikan oleh sejumlah asosiasi perangkat desa.
”Masalah dukung-mendukung itu nanti saja. Kami carikan solusi terbaik dulu ya. Kami serap dulu, apa saja permasalahannya. Kalau dukung-mendukung, nanti saja, sambil jalan,” tutur Gibran.
Ia melanjutkan bahwa pihaknya akan mengagendakan pertemuan dengan sejumlah asosiasi perangkat desa pada pekan depan. Melalui pertemuan itu, diharapkan aspirasi-aspirasi bisa tersampaikan lebih detail sehingga bisa segera pula dicarikan solusinya.
Tidak patut
Dihubungi secara terpisah, Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan berpandangan, merujuk UU Pemilu, secara normatif, kegiatan yang dilakukan oleh sejumlah asosiasi perangkat desa itu tidak melanggar aturan. Sebab, sekarang belum memasuki masa kampanye.
Namun, menurut dia, persoalan ini perlu dimaknai lebih jauh, yakni sejauh mana seluruh pihak mampu mewujudkan proses pemilu yang jujur, adil, dan berintegritas. Ia melihat, secara etika, standar kepatutan dan kepantasan itulah yang dilanggar oleh ribuan perangkat desa yang hadir dalam acara tersebut.
”Sekarang memang belum masuk masa kampanye, tetapi dia sebagai bagian dari jajaran pemerintahan yang dilarang, yakni TNI, Polri, ASN, memang kita kenain mereka kepada kepatutan dan kepantasan untuk mendukung suatu pemilu yang adil, jujur, dan tidak memihak. Di situ teman-teman kepala desa dan perangkatnya itu kena (pelanggarannya),” ujar Djohermansyah.
Ia pun membandingkan situasi ini dengan apa yang terjadi di TNI-Polri dan ASN. Selain tidak boleh menjadi tim sukses, selama mereka masih menjabat, mereka juga tidak bisa membuat keputusan yang memberikan dukungan atau terlibat dalam pengambilan keputusan yang menguntungkan atau merugikan calon tertentu.
”Sekarang logikanya, bisa enggak sekarang calon mengumpulkan tentara dan polisi? Bisa enggak calon mengumpulkan ASN, lalu mendeklarasikan atau menyatakan dukungan? Kan, tidak bisa. Tetapi, kenapa para kepala desa itu boleh atau bisa? Nah, logika itu juga berlaku bagi para kepala desa ini. Mereka memanfaatkan celah aturan bahwa ini waktunya, kan, belum kampanye. Tetapi, dia sudah tahu, dia tidak boleh ikut beri dukungan. Jadi, itulah, dalam politik, kan, enggak cukup yang tertulisby law, tetapi juga kita harus menjaga kepatutan, kepantasan, dan terjaminnya integritas suatu pemilu yang baik,” papar Djohermansyah.
BPMI SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Joko Widodo memberi sambutan di Silaturahmi Nasional Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (29/3/2022).
Untuk itu, ia berharap, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) bisa segera memperingatkan asosiasi-asosiasi tersebut. Sebab, itu tidak elok dan justru menciptakan ketidakadilan bagi calon lain.
Selain itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga diharapkan aktif dan memperketat pengawasan terhadap adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh para kepala desa tersebut.
”Jadi, dari pihak capres atau cawapresnya, mestinya mereka juga harus ikut jaga integritas pemilu. Kalau sudah tahu ada acara begini, seharusnya mereka bisa memutuskan tidak ikut hadir karena ini tidak elok dan tidak mendidik para kepala desa,” tutur Djohermansyah.
BAWASLU RI
Anggota Bawaslu Totok Hariyono
Sebelumnya, anggota Bawaslu Totok Hariyono telah mengingatkan seluruh perangkat desa agar tidak menjadi tim kampanye pada Pemilu 2024. Hal itu sebagaimana tertuang dalam Pasal 280 UU Pemilu.
Selain dalam UU Pemilu, kata Totok, larangan kepala desa terlibat kampanye juga telah dituangkan dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam UU tersebut, kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilu.
Totok mencontohkan salah satu kasus kepala desa di Mojokerto, Jawa Timur, yang menjadi tim kampanye saat tahapan Pemilu 2019 yang berujung pada pidana kurungan penjara.
”Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak 12 juta rupiah,” ujarnya saat membacakan Pasal 490 UU Pemilu.