Arsul Sani Terpilih Jadi Hakim Konstitusi Gantikan Wahiduddin Adams
Dengan suara bulat melalui musyawarah mufakat, anggota Komisi II DPR, Arsul Sani, melenggang menjadi hakim konstitusi menggantikan Wahiduddin Adams. Semua fraksi di Komisi III DPR pun memberikan persetujuan penuh.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·4 menit baca
KURNIA YUNITA RAHAYU
Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani
JAKARTA, KOMPAS —Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan Arsul Sani, Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, yang juga Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, menjadi hakim konstitusi untuk menggantikan Wahiduddin Adams yang akan mengakhiri masa jabatannya pada Januari 2024. Pengusulan Arsul Sani sebagai hakim Mahkamah Konstitusi berjalan mulus setelah mendapat dukungan dari sembilan fraksi dalam Rapat Pleno Komisi III, Selasa (26/9/2023).
”Jadi, dari sembilan fraksi, semua mengusulkan satu nama Arsul Sani. Kemudian, pimpinan rapat menanyakan apakah dapat disetujui? Semua menyetujui Arsul Sani. Oleh karena itu, Komisi III memutuskan untuk mengusulkan Arsul Sani menggantikan Wahiduddin Adams,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar Adies Kadir dalam jumpa pers persis setelah uji kelayakan dan kepatutan yang digelar selama dua hari berakhir.
Jadi, dari sembilan fraksi, semua mengusulkan satu nama Arsul Sani. Kemudian, pimpinan rapat menanyakan apakah dapat disetujui? Semua menyetujui Arsul Sani. Oleh karena itu, Komisi III memutuskan untuk mengusulkan Arsul Sani menggantikan Wahiduddin Adams.
Seperti diketahui, Komisi III DPR menggelar fit and proper test terhadap tujuh calon hakim konstitusi, yaitu Reny Halida Ilham Malik, Firdaus Dewilmar, Elita Rahmi, Aidul Fitriciada Azhari, Abdul Latief, Haridi Hasan, dan Arsul Sani. Mereka mengikuti uji kelayakan dan kepatutan untuk mencari pengganti hakim konstitusi Wahiduddin Adams yang masa jabatannya akan berakhir pada Januari mendatang.
Setiap calon mendapatkan kesempatan untuk memaparkan pemikirannya dan menjawab pertanyaan anggota Komisi III selama satu jam. Namun, khusus untuk Arsul Sani yang juga mantan anggota Komisi III, uji kelayakan dan kepatutan terhadapnya berlangsung selama 1 jam 40 menit.
Berbeda dengan calon-calon lain yang mendapat pertanyaan seputar MK, Arsul Sani justru mendapatkan apresiasi dan dukungan dari kolega-koleganya. Naseer Djamil dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, misalnya, berharap Arsul saat keluar dari Gedung DPR dan menjadi hakim konstitusi bisa berkolaborasi secara positif terkait nasib legislasi yang dibuat DPR. Ia juga berharap agar Arsul mengingat pesan dari para kolega yang disampaikan dalam fit and proper test tersebut.
Benny K Harman dari Fraksi Partai Demokrat secara eksplisit menyatakan dukungannya kepada Arsul. Dukungannya tersebut, antara lain, diwujudkan dengan batalnya Benny mencalonkan diri sebagai calon hakim konstitusi agar suara anggota Komisi III DPR tidak terpecah.
”Sebetulnya saya mau maju juga, tapi beliau sudah lebih dahulu menyampaikan itu. Dan, untuk menghormati beliau, saya menyatakan mundur untuk memberikan kesempatan kepada beliau. Saya punya ambisi juga, tetapi ambisi pribadi. Ambisi pribadi ini saya kesampingkan untuk ambisi yang sifatnya lebih umum. Saya mendukung Pak Arsul Sani untuk menjadi hakim MK, untuk mengubah MK. Tagline kami perubahan dan perbaikan,” kata Benny.
Sebetulnya saya mau maju juga, tapi beliau sudah lebih dahulu menyampaikan itu. Dan, untuk menghormati beliau, saya menyatakan mundur untuk memberikan kesempatan kepada beliau. Saya punya ambisi juga, tetapi ambisi pribadi. Ambisi pribadi ini saya kesampingkan untuk ambisi yang sifatnya lebih umum. Saya mendukung Pak Arsul Sani untuk menjadi hakim MK, untuk mengubah MK. Tagline kami perubahan dan perbaikan.
Ichsan Soelistio dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) juga mengungkapkan apresiasinya kepada Arsul. Sebab, dari tujuh calon yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan, hanya Arsul yang mencantumkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Presiden Joko Widodo memberikan ucapan selamat kepada hakim konstitusi Aswanto dan Wahiduddin Adams seusai mengucapkan di Istana Negara, Jakarta, Kamis (21/3/2019). Aswanto dan Wahiduddin Adams kembali menjabat sebagai hakim konstitusi periode 2019-2024.
Latar belakang politisi
Saat uji kelayakan dan kepatutan tersebut, sejumlah anggota Komisi III DPR juga menggunakan kesempatan itu untuk mempertanyakan sikap Arsul Sani nantinya saat menjadi hakim konstitusi jika dihadapkan dengan perkara pembubaran partai politik ataupun sengketa pemilihan presiden. Seperti diketahui, Arsul merupakan unsur pimpinan PPP, yang partainya ikut mengusung salah satu calon presiden, yaitu Ganjar Pranowo.
”Ketika sengketa pemilu, ketika partainya jadi pengusung capres, akan ada conflict of interest. Bagaimana pandangannya untuk menentukan posisi sebagai hakim konstitusi dan mantan kader partai,” kata anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Heru Widodo, yang mengatakan pihaknya butuh diyakinkan akan hal tersebut.
Ketika sengketa pemilu, ketika partainya jadi pengusung capres, akan ada conflict of interest. Bagaimana pandangannya untuk menentukan posisi sebagai hakim konstitusi dan mantan kader partai.
Anggota Komisi III DPR lainnya, Supriansa dari Fraksi Partai Golkar, mempertanyakan pula nantinya sikap Arsul Sani saat memutus perkara pembubaran partai yang memang menjadi kewenangan MK. Masyarakat perlu diyakinkan bahwa meski memiliki latar belakang berasal dari partai politik atau merupakan representasi DPR, Arsul tidak akan ragu dalam memutus hal tersebut.
Terkait dengan pembubaran parpol, Arsul mengungkapkan, hanya empat hal yang menjadi dasar pembubaran parpol, yakni ketika parpol mengingkari empat konsensus bernegara. Di antaranya, tidak menerima Pancasila sebagai dasar negara, tidak mau tunduk terhadap konstitusi, tidak menerima NKRI, dan juga tidak menerima Bhinneka Tunggal Ika.
”Bagaimana kalau korupsi? Korupsi itu orang per orang. Tidak ada parpol yang memerintahkan kadernya untuk korupsi. Kalau impact-nya, hukum saja untuk membayar kerugian negara. Karena itu, satu-satunya alasan pembubaran parpol adalah mengingkari empat konsensus tadi,” kata Arsul menambahkan.
Kepada koleganya, ia juga menjelaskan motivasinya masuk ke MK. Ia memiliki perhatian besar terhadap kecenderungan MK yang terlalu jauh melakukan judicialization of politic dengan cara mengambil kewenangan rumpun kekuasaan lain, seperti legislatif. Ia melihat kecenderungan tersebut terjadi dalam empat atau lima tahun terakhir.
Salah satu putusan Mk yang ia kritik mengambil alih kewenangan pembentuk undang-undang adalah ketika mengubah masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dari empat tahun menjadi lima tahun. Menurut dia, penentuan masa jabatan merupakan kewenangan pembentuk undang-undang untuk mengaturnya.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Hakim konstitusi Saldi Isra mengucap sumpah sebagai Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2023-2028 saat pelantikan terpantau dari monitor di Gedung MK, Jakarta, Senin (20/3/2023). Saldi Isra terpilih mendampingi Anwar Usman sebagai Ketua MK.
Mekanisme disorot
Terpilihnya Arsul Sani sebagai hakim konstitusi pengganti Wahiduddin Adams tak lepas dari kritik masyarakat sipil. Kritik tersebut salah satunya dilontarkan oleh Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Charles Simabura. Ia menyoroti proses pemilihan calon hakim konstitusi yang dinilainya cukup cepat dan tidak memiliki standar yang baku.
Terpilihnya Arsul Sani sebagai hakim konstitusi pengganti Wahiduddin Adams tak lepas dari kritik masyarakat sipil.
Dalam pemilihan hakim pengganti Wahiduddin, menurut dia, seluruh proses dibuat transparan. Hal ini berbeda ketika memilih Guntur Hamzah sebagai pengganti Aswanto yang diberhentikan oleh DPR karena putusannya tidak sesuai dengan keinginan para wakil rakyat.
SUSANA RITA KUMALASANTI
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, mengusulkan diaturnya tindak pidana baru dalam RKUHP, yaitu pasal rekayasa kasus, dalam rapat kerja antara Komisi III DPR dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Rabu (9/11/2022). Wamenkumham Eddy OS Hiariej menyerahkan draf terakhir RKUHP versi 9 November yang sudah diperbaiki sesuai hasil dialog publik dan sosialisasi.
Pada saat itu, proses pemilihan dilakukan dalam waktu satu hari, yaitu dengan menanyai kesediaan Guntur pada pagi hari dan langsung dibawa ke rapat paripurna pada sore harinya. Tidak ada pengumuman pembukaan seleksi calon hakim konstitusi sehingga tidak ada calon lain yang diuji kelayakan dan kepatutannya.
”Kita merespons ketidakkonsistenan mereka. Kan, ini membahayakan. Sampai hari ini mereka tidak mau mengatur standar dan mekanisme (seleksi) di internal (lembaga pengusul hakim konstitusi). Diserahkan pada mekanisme internal masing-masing. Maka, jadinya semau-maunya,” ujar Charles.
Ia menilai, DPR dapat membuat mekanisme pemilihan apa saja sesuai dengan kemauan dan kepentingan mereka.